JF-17 Thunder Multirole Fighter: Bukti Kebangkitan Pakistan dari Belenggu Embargo Alutsista

Militer Pakistan pernah merana saat mengalami embargo oleh Amerika Serikat di awal 1990-an, yang sebagain akibatnya langsung dirasakan armada F-16 A/B Fighting Falcon. Berangkat dari tekanan AS, menjadikan Pakistan bangkit menuju kemandirian industri alutsistanya. Atas dukungan dari Cina, maka munculah sosok JF-17 Thunder, jenis pesawat tempur ringan single engine yang sempat dinaiki Presiden Jokowi dalam kunjungan kenegaraannya di Pakistan, Sabtu (27/1/2018) lalu.

Baca juga: India – Kebangkitan Raksasa Militer Asia Dari Negara Sejuta Dewa

Presiden Jokowi sempat naik ke kokpit Pesawat Tempur JF-17 Thunder di Pangkalan Udara Nur Khan, Islamabad, Pakistan, sebelum melanjutkan penerbangan ke Bangladesh. Ketika Presiden dan Ibu Negara tiba di Pangkalan Udara Nur Khan untuk melanjutkan penerbangan ke Bangladesh, ternyata pesawat tempur JF-17 tersebut sudah berada tidak jauh dari Pesawat Kepresidenan Indonesia-1. Presiden pun menaiki kokpit pesawat tersebut dan memperhatikan panel-panel yang ada di pesawat tempur itu.

JF-17 Thunder adalah produksi Pakistan Aeronautical Complex (PAC), yang tak lain merupakan varian lain dari FC-1 Xiaolong, produksi Chengdu Aircraft Industries Corporation (CAC). Oleh CAC, filosofi pesawat tempur ini dirancang sebagai low cost fighter dengan desain airframe semi monocoque yang simpel dengan biaya produksi murah, namun tak meninggalkan kapabilitas tempur maksimal dengan persenjataan canggih. Bahkan untuk memaksimalkan jarak jangkau, Cina dan Pakistan telah menyiapkan air refueling probe untuk misi pengisian bahan bakar di udara.

Debut prototipe perdana JF-17 Thunder (PT-01) terbang perdana pada Agustus 2003, hingga modifikasi dilakukan beberapa kali sampai April 2006. Meski FC-1 justru tak digunakan dalam operasional AU Cina, debut JF-17 Thunder mampu membetot perhatian publik tatkala jet tempur ini ditampilkan dalam pameran dirgantara Farnborough 2010 di Inggris. Dan sejak saat itu, baik Cina dan Pakistan secara terang-terangan menyatakan menawarkan pesawat tempur ini untuk negara-negara yang berminat. Beberapa pengamat avasi menyebut kemampuan JF-17 jauh lebih baik dari F-5 E/F Tiger II.

Walau kiblat pengembangan JF-17 Thunder adalah Cina, namun jet tempur ini punya kandungan Rusia. Pasalnya mesin JF-17 Thunder menggunakan jenis turbofan Klimov RD-93. Mesin ini dikenal handal dalam penggunaan di berbagai kondisi, termasuk di lingkungan berdebu. Namun mesin ini bukan tanpa kekurangan, disebut-sebut RD-93 terkenal rakus bahan bakar. Seperti halnya mesin-mesin jet lansiran Rusia, time between overhaul RD-93 terbilang pendek, yakni antara 500-600 jam, sementara service life RD-93 mencapai 1.800 jam.

Baca juga: FC-31 Gyrfalcon, Mungkinkah Dilirik Bila Proyek KFX/IFX Mandeg?

Cina sebagai poros teknologi dirgantara tentu tak ingin berpangku tangan pada pasokan mesin dari Rusia. Wujudnya mesin dengan spesifikasi sejenis, yakni WS-13 telah dirilis Guizhou Aircraft Industry Corporation, namun time between overhaul WS-13 malah lebih singkat, hanya 300 jam dan kinerja WS-13 masih jauh di bawah RD-93. Dan jadilah sampai saat ini JF-17 Thunder menggunakan mesin asal Rusia, dan menurut kabar Pemerintah Pakistan telah mendapatkan komitmen penuh dari Rusia untuk pasokan RD-93 bagi penjualan JF-17 Thunder.

Untuk sistem persenjataan, JF-17 Thunder ibarat mennggunakan dual operating sytsem, dimana JF-17 menggunakan interkoneksi standar NATO Mil-STD 1760 databus. Dengan digital interface yang disesuaikan oleh pabrikan, negara pengguna jet tempur ini dapat memasangkan jenis senjata asal Barat dan Timur, sepanjang user mampu membeli persenjataan yang dimaksud.

JF-17 Thunder dilengkapi tujuh hardpoint, tiga diantaranya dapat digantungi tangki bahan bakar cadangan. Konfigurasi standar JF-17 adalah sepasang rudal jarak pendek, sepasang rudal jarak menengah-jauh dan satu atau tiga drop tank. Secara keseluruhan, payload yang bisa digotong mencapai 3,7 ton. Di luar mesin yang dari Rusia, sentuhan lain Negeri Tirai Besi juga terasa pasa penggunaan kanon internal dari jenis GSh-23/30 twin barrel.

Bicara tentang avionik, JF-17 mengacu pada teknologi yang digunakan JAS-39 Gripen, termasuk electronic flight instrumentation system (EFIS), flight control system (FCS), health and usage monitoring system (HUMS), automatic test equipment, UHF/VHF communication radio, simpatico data links, inertial navigation system (INS) dan identification friend-or-foe (IFF) transponder. Sementara radarnya dipasok Italian Grifo S-7 multi-track, multi-mode pulse doppler radar.

Saat ini selain Pakistan yang telah menerima 86 unit JF-17 Thunder, negara yang lain telah resmi mengorder JF-17 adalah Myanmar (16 unit) dan Nigeria (3 unit). Kabarnya, Pakistan juga telah menawarkan jet tempur ini ke Indonesia, termasuk production line di Bandung. JF-17 terus dikembangkan, termasuk JF-17 Block 3 yang bakal menggunakan radar Active Electronically Scanned Rrray (AESA), kecepatan Mach 2 dan varian twin seater untuk fungsi latih. (Gilang Perdana)

Spesifikasi JF-17 Thunder
– Crew: 1
– Length: 14,93 meter
– Wingspan: 9,48 meter
– Height: 4,72 meter
– Empty weight: 6.586 kg
– Max. takeoff weight: 13.494 kg
– G-limit: +8 g/-3 g
– Internal Fuel Capacity: 2.329 kg
– Powerplant: 1 × Klimov RD-93 Afterburning Turbofan, with DEEC
– Thrust with afterburner: 85.3 kN
– Maximum speed: Mach 1.6
– Ferry range: 2.037 km
– Service ceiling: 16.916 meter

33 Comments