Jelang Komersialisasi, PT DI Gelar Demo Flight Drone Intai Taktis (UAV) Wulung
|Setelah demo low speed taxii atas prototipe drone MALE (Medium Altitude Long Endurace) Elang Hitam pada 12 Maret 2025, berlokasi di Lapangan Udara Suparlan Batujajar, Padalarang, pada 14 Maret 2025, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) melaksanakan demo flight atas produk drone lainnya, yakni UAV Wulung.
Baca juga: Jelang Penerbangan Perdana, Drone Tempur (UCAV) Elang Hitam Uji Low Speed Taxii
PT DI melaksanakan demo flight Unmanned Aerial Vehicle (UAV)/drone Wulung yang dihadiri oleh Direktur Produksi PT DI, Dena Hendriana, Kepala Badan Keamanan Laut (Kabakamla), Laksdya TNI Irvansyah dan Wakil Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Waka BRIN), Laksdya TNI (Purn.) Amarulla Octavian, serta beberapa pemangku kepentingan strategis lainnya dari lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) RI, Kementerian Kelautan & Perikanan (KKP) RI, Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) dan Matra Laut.
Demo flight ini menjadi bagian dari upaya PT DI dalam melakukan komersialisasi produk drone Wulung kepada calon pengguna, serta menunjukkan kapabilitasnya setelah melalui berbagai penyempurnaan teknis.
UAV Wulung merupakan drone pengintai yang dikembangkan pada tahun 2014 oleh PT DI, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) – saat ini BRIN, dan Badan Penelitian dam Pengembangan (Balitbang) Kemhan RI, yang telah melalui berbagai rangkaian uji, baik ground test maupun flight test, hingga akhirnya memperoleh Type Certificate dari Indonesia Defense Airworthiness Authority (IDAA) pada tahun 2016.
Sebagai bagian dari pengembangan lebih lanjut, PT DI mendapat dukungan penuh dari BRIN dalam hal inovasi dan pengembangan sistem guna meningkatkan keunggulan kompetitif UAV Wulung. Dukungan ini mencakup peningkatan teknologi, serta riset yang berkelanjutan untuk memperkuat inovasi di sektor kedirgantaraan dan ekosistem riset nasional.
Selain itu, BRIN juga berperan dalam mendorong komersialisasi UAV Wulung dengan meningkatkan eksposur produk ke pasar potensial, seperti halnya di lingkungan TNI dan Bakamla. Upaya ini bertujuan untuk memperluas adopsi UAV Wulung dalam operasional pertahanan dan keamanan, sekaligus memperkuat daya saing industri dirgantara nasional.
Dalam sambutannya, Waka BRIN, Laksdya TNI (Purn.) Amarulla Octavian, menyampaikan, “Wulung sendiri sudah cukup cocok untuk dioperasikan di pangkalan-pangkalan AL atau Bakamla. Wulung ini secara teknis sudah bisa memenuhi kebutuhan taktis untuk melakukan patroli keamanan laut dari udara. Jadi dengan Wulung nanti bisa kombinasi dengan kapal di laut,” ujarnya.
Sebagai tactical drone, UAV Wulung dirancang dengan kemampuan autonomous operation dan dilengkapi Ground Control Station (GCS) sebagai pusat kendali dan transporter untuk mobilitas yang fleksibel.
Menggunakan material komposit yang ringan dan kuat, serta didukung mesin piston tunggal tipe pusher, UAV Wulung memiliki kapasitas bahan bakar 35 liter, radius operasi 150 km, dengan kemampuan Maximum Take-Off Weight (MTOW) 125 kg, serta jarak take off and landing kurang dari 500 meter, dan kecepatan jelajah 50 knots.
Wulung UAV: Tantangan Dibalik Sistem Kendali dan Komunikasi Data
“Dengan dukungan BRIN, kami akan melanjutkan pengembangan lanjutan untuk meningkatkan daya tahan terbang, memperkuat landing gear untuk terbang dari segala tipe landasan, melakukan reduksi kebisingan dan penggunaan sistem kendali, serta komponen lain menggunakan hasil Litbang BRIN dan ekosistem dalam negeri. Disamping itu juga kami akan memastikan marine spec Wulung, guna mendukung kemampuan operasi patroli maritim di seluruh wilayah Indonesia,” ujar Direktur Produksi PTDI, Dena Hendriana.
Setelah menyaksikan demo flight UAV Wulung, Kabakamla, Laksdya TNI Irvansyah menyatakan, “Saya pribadi cukup puas melihat performanya. Kami akan kaji penggunannya khusus di Bakamla, mungkin nanti bisa untuk di Indonesian Coast Guard. Dan sebagai himbauan juga ini kepada seluruh instansi, Kementerian dan Lembaga, apapun produksi dalam negeri, karya anak bangsa, kita dukung dengan cara membelinya. Sehingga siklus produksi, penelitian dan pengembangan berjalan terus dan mudah-mudahan semakin sempurna, dan tidak menutup kemungkinan dari negara lain bisa membeli produk-produk yang kita saksikan hari ini.”
Kedepan, PT DI terus berkomitmen untuk mengembangkan dan meningkatkan kapabilitas UAV Wulung agar semakin kompetitif di sektor pertahanan dan pengawasan. Melalui inovasi dan kerja sama strategis, seperti perjanjian yang baru-baru ini disepakati dengan Milkor, perusahaan pertahanan asal Afrika Selatan dalam ajang International Defence Exhibition & Expo (IDEX) di Abu Dhabi pada bulan Februari 2025 lalu, PT DI akan memperkuat pengembangan UAV kelas ringan dan sedang.
Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan performa dan fitur UAV Wulung, menjadikannya lebih adaptif terhadap kebutuhan pengguna. Dengan teknologi yang terus diperbarui, UAV Wulung siap berkontribusi dalam menjaga kedaulatan dan keamanan nasional.
Meski pengembangan Wulung berpotensi besar untuk mendukung operasi taktis udara TNI. Namun, suara mesin Wulung yang terlalu bising masih menjadi tantangan yang harus segera diatasi, mengingat peran Wulung sebagai drone intai, pasalnya suara mesin yang bising (seperti mesin 2 tak) menjadikan kehadiran drone ini mudah dideteksi, meski dari kejauhan sekalipun. (Gilang Perdana)
Spesifikasi UAV Wulung
Tipe/konfigurasi : Low Boom, High Wing, T-tail
Bentang sayap : 6,34 meter
Berat kosong/struktur : 60 kg
Berat muatan : 25 kg
Berat lepas landas : 120 kg
Kecepatan jelajah : 55 knot (minimal)
Ketahanan terbang : 4 jam
Jarak jelajah : 200 km
Ketinggian terbang : 12.000 feet (sekitar 3.657,6 meter)
Jarak lepas landas : 300 meter
Pendaratan : darat
Sistem propulsi : mesin bensin 2 tak, maksimal 22 HP
Bahan bakar : Pertamax
Muatan : kamera video/kamera digital/FLIR
Sistem kendali : manual/auto pilot/auto nav.
Mesinnya kayanya pake Rotax y…khas berisiknya..
TNI Wajib melengkapi pasukan di daerah konflik dengan drone yang memiliki endurace 8-24 jam untuk mengetahui posisi pemberontak
Buat Bakamla ya kurang cocok dong ini. Bakamla mengawasi ZEE Indonesia yang jaraknya sampai 200 nm = 370 km dari pantai. Lha Wulung ini jarak jelajah cuma 200 km alias belum sampai 370 km udah nyemplung ke laut karena kehabisan bbm. Kalo untuk Polairud baru cocok karena operasional Polairud hanya 12 nm = 22,2 km dari pantai.