Jelang Indo Defence, Rencana Pembelian F-15EX Eagle II Kembali Mengemuka, Boeing Siap Sesuaikan Kebutuhan Indonesia

Menjelang pameran pertahanan Indo Defence yang akan dihelat pada bulan Juni mendatang, perhatian publik tertuju pada beberapa perjanjian pengadaan alutista yang telah masuk tercatat dalam Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding/MoU) di periode sebelumnya. Selain pengadaan kapal selam Scorpene dari Perancis, juga masih menanti kontrak efektif adalah pengadaan jet tempur Boeing F-15EX Eagle II.

Baca juga: Bukan 36, Indonesia Akhirnya Pesan 24 Unit Jet Tempur Boeing F-15EX (Masih Menanti Kontrak Efektif)

Guna menindaklanjuti MoU antara Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan Boeing untuk pengadaan 24 unit F-15EX yang telah dilaksanakan pada 21 Agustus 2023 di  St Louis, Missouri.

Dalam kesempatan jumpa media di kantor Boeing Indonesia pada hari Selasa, 15 April 2025, diungkapkan beberapa update terkait pengadaan yang negosiasinya masih berjalan antara pemerintah Indonesia dan AS. Executive Director F-15 Business Development, Boeing Defense, Space & Security, Robert Novotny dalam jumpa media mengatakan bahwa pihaknya akan menyesuaikan keinginan dan kebutuhan pertahanan udara Indonesia dalam produksi pesawat tempur F-15EX.

Dari spesifikasi dan kemampuan tempur, tak ada yang meragukan reputasi F-15 yang battle proven, namun, lamanya negosiasi pada pengadaan alutsista berharga mahal, maka akan terkait dengan beberapa faktor, seperti ketersediaan anggaran, skema pembiayaan, serta yang tak kalah penting, perjanjian yang diminta oleh negara pembeli, yaitu berupa offset dan alih teknologi (transfer of technology/ToT).

Robert “Blender” Novotny – yang juga mantan penerbang F-15C Eagle.

Offset dan alih teknologi kerap dituntut tinggi oleh negara pembeli, namun kembali dalam hitungan bisnis, manufaktur akan memberikan value kepada negara pembeli, berdasarkan pada unit yang dibeli atau nilai kontrak itu sendiri.

Sebagai ilustrasi, pada penawaran awal oleh DSCA (Defense Security Cooperation Agency) pada 10 Februari 2022, disebutkan tawaran dari Washington senilai US$13,9 miliar untuk 36 unit F-15ID (kode varian F-15EX untuk Indonesia).

Namun, Indonesia dengan anggaran yang terbatas, mengkalkukasi tawaran yang ada, dengan pesanan diturunkan menjadi 24 unit – yang dituangkan dalam MoU pada 21 Agustus 2023 di St Louis, yang kala itu disaksikan langsung oleh Prabowo Subianto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan RI.

Dalam paparan ke media, ruang lingkup kerja sama yang ditawarkan Boeing untuk pengadaan F-15EX di Indonesia mencakup aspek pemeliharaan, perbaikan dan overhaul, pelatihan dan pengembangan tenaga kerja, riset, serta penerbangan berkelanjutan. Detail apa yang akan didapat oleh Indonesia, termasuk pelibatan industri lokal, umumnya akan tertuang pada dokumen kontrak efektif.

Nah, menanti kontrak efektif F-15EX di Indonesia, berikut kami sarikan beberapa offset dan ToT yang telah dijalankan Boeing terkait dengan penjualan jet tempur F-15 series. Sebagai catatan, nilai kontrak akan berbeda antar negara, disesuaikan pada paket dukungan penjualan dan persenjataan.

1. Korea Selatan – F-15K Slam Eagle (Tahun 2002 – Batch I)
Dengan nilai kontrak sekitar US$6 miliar (61 unit), Korea Selatan mendapatkan lisensi untuk memproduksi beberapa bagian airframe dari F-15K secara lokal oleh Korea Aerospace Industries (KAI). Transfer teknologi juga dilakukan untuk sistem avionik, pelatihan pemeliharaan, dan simulator. Offset mencakup pengembangan kemampuan lokal dalam pemeliharaan dan overhaul mesin F110-GE-129 yang digunakan F-15K. Program ini membantu memperkuat fondasi industri dirgantara Korea, yang kemudian menjadi tulang punggung program KFX/KF-21.

Boeing F-15K Slam Eagle – Langkah Strategis Alih Teknologi Tinggi Korea Selatan dalam Industri Dirgantara

2. Arab Saudi – F-15SA (Tahun 2011)
Dengan nilai kontrak sekitar US$29 miliar (84 unit + upgrade 70 unit F-15S), Boeing mendirikan fasilitas MRO (Maintenance, Repair & Overhaul) di Arab Saudi, sebagai bagian dari strategi memperkuat sektor pertahanan domestik. Kemudian ada keterlibatan perusahaan lokal seperti Advanced Electronics Company (AEC) dalam mendukung pemeliharaan dan logistik F-15SA.

3. Singapura – F-15SG (Tahun 2005)
Dengan nilai kontrak sekitar US$2 miliar (24 unit), Singapura tidak menuntut offset dalam skala besar, tapi Boeing menyediakan pelatihan pilot dan teknisi serta fasilitas pemeliharaan di AS dan Singapura. Program ToT dilakukan secara selektif untuk penguatan kemampuan operasional RSAF (Republic of Singapore Air Force).

AN/AAR-57 CMWS – Bikin F-15EX Berbeda dari Varian Eagle Sebelumnya, Ada di F-15 Singapura, Arab Saudi dan Qatar

4. Qatar – F-15QA (Tahun 2017)
Dengan nilai kontrak sekitar US$12 miliar (36 unit), program offset lebih fokus pada pelatihan personel Angkatan Udara Qatar, serta dukungan untuk membangun fasilitas pelatihan dan simulasi modern. Transfer teknologi dilakukan dalam bentuk sistem simulasi dan pelatihan pilot dengan pendekatan immersive, serta dukungan logistik berbasis Qatar.

Jika Indonesia jadi membeli F-15EX, maka besar kemungkinan pemerintah akan menuntut offset industri, seperti pembuatan komponen struktur atau avionik di dalam negeri. ToT terutama dalam perawatan dan MRO (Maintenance, Repair, Overhaul).

Peluang kerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan sektor elektronika militer lokal (seperti PT LEN dan Infoglobal). Hal ini sejalan dengan UU Industri Pertahanan dan Perpres mengenai offset, yang mewajibkan program ToT dalam setiap pembelian alutsista. (Haryo Adjie)

F-15SG (Strike Eagle Singapore) – Profil Jet Tempur Multirole Tercanggih di Asia Tenggara

7 Comments