Jangan Lupakan Sejarah, Detailing RI Gajah Mada – Flagship Pertama ALRI dengan Komandan Mayor RE Martadinata
Setiap zaman yang menandakan perjalanan TNI AL, selalu dikenal istilah flagship, yakni kapal perang yang dipersepsikan sebagai yang tercanggih di armada kapal eskorta. Bila saat ini flagship armada TNI AL adalah dua frigat RE Martadina Class, maka rangkaian sejarah telah mencatat, bahwa flagship pertama TNI AL (d/h ALRI) adalah KRI (RI) Gajah Mada, yang komandan pertamanya adalah Mayor RE Martadinata.
Baca juga: KRI Gadjah Mada – Flagship dan Destroyer Pertama TNI AL
Meski sisa peninggalan senjata RI Gajah Mada masih bisa dilihat, yaitu berupa meriam 4.7 inchi Vickers MK XIV kaliber 120 mm di Museum Satria Mandala, namun, netizen yang kebanyakan berasal dari generasi milenial tak bisa melihat seperti apa sosok RI Gajah Mada, pasalnya foto-foto dan literasi RI Gajah Mada memang terbatas. Meski begitu, ada yang menarik di Naval Expo 2022 yang dihelat di Balai Samudera, Jakarta Utara, yakni ditampilkannya model mockup RI Gajah Mada dalam ukuran besar.
Walau berupa mockup, tetapi kami melihat bahwa mockup ini setidaknya dapat memuaskan dahaga pecinta sejarah alutsista, terutama untuk melihat lebih detail destroyer RI Gajah Mada, sehingga dapat memberikan gambaran dengan persepsi yang lebih baik, seperti pada desain anjungan, lambung, persenjataan dan lain sebagainya.
Dari sisi persenjataan, kapal perusak dengan berat kosong 1.670 ton ini dibekali senjata tempur utama berupa 6 unit meriam 4.7 inchi kaliber 120 mm, 4 unit kanon Pompom MK8 kaliber 40 mm, dan 6 unit kanon Oerlikon kaliber 20 mm. Itu baru senjata untuk melahap target di permukaan dan udara, guna menghadapi kapal selam tersedia heavy torpedo, yakni 2 unit peluncur torpedo MK9 21 inchi, dimana tiap modul peluncur terdapat 5 torpedo yang siap dilepaskan.
Menyadari tugas utamanya menghancurkan kapal selam, kapal perusak ini juga dilengkapi mortir anti kapal selam dan bom laut lewat satu rel. Media penjejak kapal selam dipercayakan pada perangkat akustik 123 A Asdic. Dari sisi persenjataan yang melekat, sebagian besar adalah rancangan dari era Perang Dunia Pertama.
Sebagai hasil dari Konferensi Meja Bundar, pihak Belanda menghibahkan beberapa persenjataannya untuk militer Indonesia. Selain P-51D Mustang, dan tank Sherman, Belanda juga menghibahkan kapal perusak (destroyer) kelas N pada tahun 1951. Sebelum dihibahkan ke Indonesia, nama kapal ini adalah HrMs Tjerk Hiddes. Destroyer ini aktif berperang selama Perang Dunia Kedua. Tidak diketahui jelas berapa nomer lambung RI Gadjah Mada. Tapi yang cukup menarik, perusak dengan 247 awak ini punya banyak “saudara,” yaitu dibuat sebanyak 9 unit.
Lebih dalam tentang sosok HrMs Tjerk Hiddes, peletakan lunas pertama kapal ini dilakukan pada 22 Mei 1940 di galangan W. Denny & Bros, Dumbarton, Inggris. Kemudian selagi menyandang nama HMS Nonpareil, resmi diluncurkan pada 25 Juni 1941 dengan identitas pada lambung G-16. Seiring waktu berjalan, kapal diserahkan dari AL Inggris kepada AL Belanda pada 6 Mei 1942, kala itu sedang puncaknya Perang Dunia Kedua. Selama menjadi arsenal kekuatan AL Belanda, HrMs Tjerk Hiddes diketahui sempat beberapa kali dilakukan pergantian nomer lambung, seperti JT (Jaeger Torpedo)-5 dan D-806.
RI Gajah Mada turut aktif dalam berbagai operasi penumpasan pemberontakan, antara lain penumpasan DI/TII (1955), PRRI di Sumatera dan Permesta di Sulawesi (1958). Saat dipimpin oleh Mayor John Lie (1958), RI Gajah Mada menjadi flagship pertama ALRI.
Baca juga: Setelah 70 Tahun Karam, Bangkai RI Gadjah Mada Akhirnya Ditemukan
Pada tahun 1960, RI Gajah Mada dialihfungsikan menjadi kapal latih hingga dipesiunkan dengan di scrap pada tahun 1961. Usia mesin turbin yang cukup tua, biaya operasional yang tinggi, serta sistem senjata yang sudah ‘kuno,’ menjadi dasar dibesituakannya eks Gajah Mada. (Haryo Adjie)
@tukang ngitung
indonesia beli alutsista bekas ya jelasnya buat menghemat anggaran, dan biar cepet nyampe, dan anggarqn adalah alasan klasik utama soal ini, dari yang saya pahami
eh iya min, saya izin koreksi sedikit, kalau dari yang saya tau, torpedo jaman pd2/1 semuanya hanya untuk anti kapal permukaan, sementara untuk aks diserahkan ke depth charge dan juga mortar (terutama hedgehog)
ooh ok min
min, untuk berita akusisi destroyer itu berita hoax ya?. yang katanya beli dari jepang
atau tidak ada kejelasan saat ini?
Sebenarnya baru tahap penawaran awal, dan belum ada kelanjutan atau pembicaraan secara lebih dalam
izin koreksi min : Dari sisi persenjataan yang melekat, sebagian besar adalah rancangan dari “era Perang Dunia Pertama” — era Perang Dubia Kedua
Desain kapal perusak itu sudah dirancang sebelum meletusnya Perang Dunia Kedua, jadi memang adopsi persenjataan masih mengacu pada era Perang Dunia Pertama.
Ahahahaha,
Rupanya kebiasaan akuisisi kapal lungsuran sudah ada dari dulu. Sudah mendarah daging.
Tapi dulu hanya dipakai 10 tahun saja. Sekarang dipakai dari tahun 1990an sampai sekarang (Parchim). Sekarang malah mau nambah yang segenarasi dengan Parchim (Pohang). Malah ada lagi yang lebih tua (Van Speijk). Rupanya kita adalah pecinta barang-barang antik.
Pemegang kebijakan lebih memilih kapal2 besar fancy nan mahal yang akuisisinya bertele-tele karena kurang duit daripada menggantikan kapal2 tua dengan cepat dengan membuat banyak kapal di dalam negeri dengan platform seperti opv 80 meter Bakamla untuk dijadikan korvet dan platform seperti opv 110 Bakamla untuk dijadikan light frigate.
Udah tau duit cekak kok malah milih barang mahal.