Integrasi KAPA dengan Peluncur MLRS, Solusi Alutsista Batalyon Roket Korps Marinir
|Dalam operasi amfibi berskala besar, elemen senjata roket menjadi begitu penting, utamanya sebagai bantuan tembakan bagi satuan infanteri dan kavaleri yang akan merangsek masuk jauh ke daratan pasca garis pantai dikuasai. Lantaran dianggap punya penting, Korps Marinir (d/h KKO AL) telah memulai debut penggunaan roket MLRS (Multiple Launch Rocket System) sejak era Operasi Trikora di dekade 60-an. Kala itu, Korps Baret Ungu mengandalkan BM (Boyevaya Mashina)-14/17 buatan Uni Soviet.
Baca juga: PT-76 MLRS – Prototipe Tank MLRS Amfibi Marinir yang Terlupakan
Meski tak jadi digunakan dalam Operasi Trikora, self propelled MLRS pertama Korps Marinir ini, kemudian digunakan dalam Operasi Seroja di Timor Timur di dekade 70-an. Setelah generasi berganti, Korps Marinir yang tadinya mengandalkan BM-14/17 (kaliber 140 mm), kemudian beralih pada standar roket 122 mm. Persisnya Batalyon Roket Resimen Artileri Korps Marinir mengusung tiga jenis alutsista MLRS, yaitu RM70 Grad, RM70 Vampire dan Norinco Type 90B, yang kesemuanya mengusung munisi roket kaliber 122 mm. Untuk roket MLRS 122 mm, meski sebagian masih diimpor dari Eropa Timur, secara bertahap kini telah mampu dibuat di dalam negeri oleh PT Pindad.
Kembali pada kebutuhan roket MLRS dalam operasi serbuan amfibi, sepertinya tak banyak yang menerapkan doktrin ini. Divisi Ketiga USMC (Korps Marinir AS), diketahui juga mengadopsi M142 HIMARS (High Mobility Artilery Rocket System) sebagai elemen senjata bantuan tembakan saat operasi pendaratan. Mirip dengan penggelaran MLRS Korps Marinir TNI AL, M142 HIMARS dan RM70 Grad/Vampire di daratkan dari Landing Platform Dock (LPD) lewat wahana Landing Craft Utility (LCU), maklum keseluruhan platform MLRS yang mencomot basis heavy truck tidak mempunyai kemampuan amfibi.
Dalam perspektif penulis, lebih ideal bila platform MLRS sejak awal sudah punya kapabilitas amfibi. Dengan begitu, senjata bisa lebih cepat di deployment saat tiba di pantai. Untuk yang satu ini, Korps Marinir terbilang kreatif, meski tak sampai diproduksi, pada tahun 1995 ada upaya melakukan modifikasi pada tank amfibi PT-76. Dimana bagian laras PT-76 dilepas dan sebagai gantinya pada bagian atas kubah dipasang peluncur MLRS BM-14/17. Proyek ini digarap dengan menunjuk perusahaan swasta nasional, PT Also Putra Indonesia.
Status PT-76 MLRS Korps Marinir sayangnya mentok di prototipe, bahkan menurut kabar, sejak roket dipasang, tank ini belum pernah diuji tembak MLRS barang sekalipun. Tantangannya bukan terkait hal teknis, melainkan di soal pendanaan. Meski begitu, PT-76 MLRS sudah pernah diuji berenang di kolam pengujian. Karena dibuat sebagai prototipe, jenis PT-76 MLRS hanya dibuat satu unit, dan saat ini menjadi alutsista kenangan tersebut berada di Resimen Kavaleri 2/Marinir, Surabaya.
Dalam konteks platform, gagasan Korps Marinir untuk memasang MLRS pada ranpur amfibi terbilang brilian, selain lebih cepat dalam deployment saat pendaratan, dengan mengadopsi platform kendaraan ranpur roda rantai maka MLRS dapat lebih efektif untuk melintasi medan berat di area titik pendaratan.
Bila dicermati dalam konteks kekinian, memadukan peluncur MLRS pada ranpur amfibi bisa menjadi solusi. Tentu tak lagi memasang MLRS BM-14/17 yang telah usang dan memiliki keterbatasan jumlah tabung peluncur, sebaliknya konversi rantis amfibi seperti KAPA (Kendaraan Amfibi Pengangkut Artileri) dengan peluncur MLRS bisa menjadi sebuah harapan di masa depan bagi Batalyon Roket Marinir.
Sebagai platform tentu tak bisa lagi mengandalkan KAPA K-61 yang telah uzur. Akan ideal bila peluncur MLRS dengan roket R-Han 122 mm dapat dipasang terintegrasi (permanen) pada platform KAPA terbaru, seperti KAPA Multiguna, produksi dalam negeri yang prototipe-nya pernah dijajal Perairan Tuban, Jawa Timur. KAPA Multiguna sendiri telah melewati serangkaian uji coba yang disyaratkan oleh Litbang TNI AL.
Opsi KAPA sebagai platform peluncur MLRS dianggap pas, lantaran mempunyai ruang kargo di bagian belakang yang dapat dimodifikasi dengan mudah dan fleksibel untuk pemuatan berbagai macam payload.
Baca juga: KAPA Multiguna – Digadang Sebagai Pengganti KAPA K-61 Korps Marinir
Merujuk ke sejarahnya, Uni Soviet di era Perang Dingin, sempat membuat eksperimen PT-76 MLRS, dengan kode Ob’yekt 280, tank amfibi ini dilengkapi peluncur MLRS 16×130 mm. Namun seperti yang pernah dibuat oleh Korps Marinir, yang dibuat Uni Soviet hanya mentok sampai prototipe. (Haryo Adjie)
Itu PT76 pake MLRS hasil inovasi anak bangsa sendiri??
Untuk BANTUAN TEMBAKAN untuk MLRS lebih baek dr KAPAL LST / LPD yg ” BEYOND HORIZON ” KAPAL2 ITU masih banyak yang KOSONG dek depannya. SEMUANYA KOSONGAN !!!! kayak kapal PELNI …..
RM 70 dan VAMPIRE udah bener. Tinggal di ”BEACH” di bibir pantai n langsung NGELINDING !!! LOL.
Usul saya semua kapal pendarat d lengkapi kubah MLRS jadi buka jalan sekalianm repot kl harus makai MLRS d atas kapal.. selain MLRS rudal anti tank rudal anti kapal rudal arhanud jg ada d kapal pendarat.
Mantap ! Segera buat lagi konsep dan prototipe yang banyak. Mungkin akan berguna bagi anak cucu kita 100-500 tahun lg kelak. Laksanakan ! Bravo !
Ane lbih milih itu MLRS Rhan 122, pke platform truk FMTV ajh drpda mksain pke truk model yg sperti itu. Klo ga pke platform truk mercedes benz 8×8 millitary actross bison, spaya peminat/konsumen di pasaran trtarik dan laku keras
gimana kabarnya SBS pindad
Di re-disain lagi dicocokkan dengan part medium tank..tapi tni-ad kurang minat dengan APC roda rantai…lebih minat ke roda 8×8 pandur-II atau di pindad disebut Kobra
kl BTR 58 gmn kabarnya?
Kalau utk tembakan bantuan saat operasi pendaratan Marinir bisa mendptkan nya lewat tembakan artileri dari kapal perang ataupun tembakan meriam dr tank boat antasena kalau itu belum cukup pasukan Marinir bisa meminta bantuan serangan udara dgn menggunakan pespur TNI au.
Skenario yg sering d tampilkan TNI pd latgab amphibi biasanya d mulai dgn SUL oleh pespur & d lanjutan bta dr KRI thdp garis pertahanan musuh d pantai target, kemudian pansam mulai meluncur, namun biasanya tdk ada air coverage selama proses pendaratan yg bs mkn wkt 2-4jam.
Andaikan marinir kta punya heli cobra & pespur F35B spt USMC yg bs terus terbang selama proses pendaratan…..
Bahkan dgn perencanaan yg matang jatuhnya korban Dalam operasi pendaratan amfibi biasanya tdk dpt dihindari krn musuh pasti sdh menyiapkan senjata & pasukan utk menghadang pendaratan pasukan Marinir cthnya dlm operasi pendaratan amfibi yg terkenal spt pertempuran gallipoli, operasi overlord, pertempuran iwo jima & pertempuran incheon cukup memakan banyak korban.
Itu KAPA buatan anak Indonesia…kalau ga salah yang buat PT. WIRAJAYADI BAHARI. Seharusnya TNI AL dan Marinir concern penuh terhadap kemampuan anak bangsa ini. Tidak mudah dan salut sama PT ini sudah mampu membuat KAPA amphibi…Jika ada kekurangan, baik jika pemerintah dalam hal ini TNI AL dapat bekerjasama dengan anak bangsa tersebut.
di video uji coba BTR 58 wirajayadi kayaknya daya apung-nya lumayan baik.
Marinir/TNI AL sangat minim kemampuan air coverage selama operasi pendaratan….heli penerbal saat ini tdk memiliki kemampuan BTU….pasrat jd rentan serangan balasan musuh.
Kalo bisa dgn amunisi roket semi guided
Inhan indonesia harus ada inovasi.beda dri yg lain.
Bravo Marinir