Inilah Kunming 172 – Destroyer Pertama Cina yang Melintasi ZEE Indonesia di Laut Natuna Utara
Kawasan Laut Natuna Utara kembali bergejolak, dimana Angkatan Laut Cina telah meningkatkan level kehadirannya. Bila beberapa waktu lalu frigat dan korvet AL Cina yang melintasi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia, maka kabar terbaru menyiratkan, untuk pertama kalinya AL Cina mengirimkan kapal perusak (destroyer) ke Laut Natuna Utara.
Dikutip dari Kompas.id (15/9/2021), disebutkan sejumlah nelayan tradisional di Kepulauan Riau melaporkan berpapasan dengan enam kapal AL Cina, salah satunya destroyer Kunming 172, di Laut Natuna Utara, Senin (13/9/2021). Kehadiran kapal perang Cina itu membuat nelayan lokal takut melaut. Mereka berharap aparat keamanan turun tangan memberi rasa aman.
Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, Rabu (15/9/2021), menunjukkan sejumlah video yang diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Dalam video itu terlihat enam kapal Cina berada di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia. Adapun yang terlihat paling jelas adalah destroyer Kunming 172. ”Nelayan merasa takut gara-gara ada mereka di sana, apalagi itu kapal perang. Kami ingin pemerintah ada perhatian soal ini supaya nelayan merasa aman saat mencari ikan,” kata Hendri saat dihubungi Kompas.id.
Ancaman kapal perang dari AL Cina di Laut Natuna Utara mulai menguat sejak akhir Agustus 2021. Selain enam kapal yang dilihat nelayan, kapal survei Haiyang Dizhi 10 juga berulang kali terpantau satelit melintas zig-zag di Laut Natuna Utara dengan dikawal sejumlah kapal penjaga pantai Cina (China Coast Guard).
Dan untuk lebih detailnya, siapakah Kunming 172 yang berani memasuki ZEE Indonesia? Dari penelusuran, Kunming 172 adalah bagian dari destroyer Type 052D – Luyang III-class destroyer. Jika mau ditarik cerita, destroyer sejenis ini yang dikerahkan AL Cina dalam pelayaran melintasi ZEE Amerika Serikat di Kepualauan Aleutians, Alaska, beberapa hari lalu.
Kunming 172 punya panjang 157 meter, lebar 17 meter dan punya bobot penuh 7.500 ton. Kapal perusak ini dibangun oleh galangan Jiangnan Shipyard di Shanghai, diluncurkan pada 29 Agustus 2012 dan resmi bergabung pada Armada Laut Cina pada 21 Maret 2014. Sebagai kapal perang yang tergolong baru, Kunming 172 dilengkapi senjata utama berupa 1 x 130 mm gun, 1 × HQ-10 short-range SAM 24-cell launcher, 64 cell VLS, HHQ-9 SAM, YJ-18 SSM, CY-5 ASW, dan kanon CIWS Type 730. Dan tidak lupa, tentunya bekal helikopter anti kapal selam yang selalu standby.
Masih dari Kompas.id, Kepala Dinas Penerangan Komando Armada I TNI Angkatan Laut Letnan Kolonel Laode Muhammad mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan mengenai kehadiran enam kapal Cina yang dilihat nelayan di Laut Natuna Utara. Namun, apabila ada kapal Cina yang mondar-mandir di ZEE Indonesia, biasanya kapal TNI AL akan membayangi dan melakukan komunikasi dengan mereka.
Laode menambahkan, ada empat kapal TNI AL yang bersiaga di Natuna, yakni korvet KRI Diponegoro 365, korvet KRI Silas Papare 386, korvet KRI Teuku Umar 385, dan kapal tanker KRI Bontang 907. ”Yang jelas, kapal kami selalu ada di sana sehingga kalau ada kapal China yang masuk (teritorial RI), kami pasti membayangi,” ujarnya.
Baca juga: Type 054A – Intip Frigat Multirole Cina yang Sempat ‘Mampir’ di Laut Natuna Utara
Melihat level kehadiran AL Cina yang semakin berani di Laut Natuna Utara, maka dibutuhkan program percepatan untuk akuisisi kapal perang bekas berkualias dari jenis heavy fregate. Dimana kapal perang dengan tonase besar dengan persenjataan yang setara destroyer diperlukan guna memberikan efek deteren pada kekuatan armada TNI AL. Sementara pengadaan kapal perang baru tetap jadi prioritas jangka menengah, perlu dipahami membangun kapal perang yang benar-benar baru membutuhkan waktu yang lama. (Bayu Pamungkas)
Kapal perang masuk zee itu tggl bayangin aja… Kecualii ada kegiatan mengambil sumberdaya Alam, laut… Kaya kapal ikan baru tangkep.
Hampir dari semua aspek kita semuanya kalah.
Tonase / kelas kaprang kalah.
Amunisi kalah.
Avionik kalah.
Jumlah kaprang kalah.
Hanya bermodalkan nyali saja kita menghadapi Cina.
Para pemangku kebijakan kita terlalu bangak dan terlalu lama pertimbangan.
Kita tidak usah memusingkan sikap Cina, karena sikap Cina seperti itu bukan hanya kepada negara kita.
Yang kita harus kedepankan adalah kemandirian alusista.
Negara di kawasan ASEAN belum ada yang memiliki kaprang yang bertonase diatas 6k ton.
Jika kita ingin mempertahankan wilayah kita, kita tidak usah mengambil keputusan jalan pintas yang dapat membuat blunder untuk masa depan kemandirian alusista.
Cina berkelakuan seperti itu karena sudah memiliki kemandirian alusista.
Untuk kaprang permukaan Cina telah maksimal, karena telah memiliki kapal induk dan kaprang kelas Destroyer, sedangkan untuk dibawah permukaan hingg tahun 2020, Cina telah memiliki kasel sebanyak 74 unit.
Dapat kita bayangkan jika hingga tahun 2020 saja jika semua kasel negara ASEAN hanya berjumlah 18 unit saja, dan bukan hanya itu saja, kasel Cina juga ada yang bertenaga nuklir.
Jika Indonesia ingin berdaulat secara penuh di wilayah sendiri, maka kemandirian alusista adalah jawabannya.
Kita mungkin akan bersusah payah, karena road map hingga dapat membuat kapal permukaan hingga kelas Destroyer dan juga dibawah permukaan untuk dapat memproduksi kasel yang memiliki AIS dn VLS butuh proses dan biaya yang tidak sedikit, tapi itu adalah lebih realistis untuk kebaikan bangsa Republik Indonesia.
Apapun itu semoga saja kita tidak mengambil keputusan yang terbaik untuk sekarang dan juga kedepan.
Ilmu yang baik adalah ilmu yang bermanfaat untuk kebaikan semua orang dan juga dapat turun menurun.
Palingan cuman patroli aja muter2 sama show off biar laku di asean
Ini baru namanya efek ketar-ketir… errr… maksudnya efek deterrence… heheh… Satu kapal saja yang nongol, langsung keluar keringat dingin. Apa lagi kalau satu armada.
Siapa yang ketar-ketir sekarang…? Heheh…
Bawa foto & videonya ke Bu Sri… biar dana DP kontrak cepet cair.
Kaprang kita kelas nanggung semua, tidak ada kaprang yang diatas tonase 6k apalagi 7.5k ton.
Sudah saatnya Indonesia beralih ke kaprang yang bertonase diatas 6k.
Untuk awal kaprang sejenis Iver Huitfeldt dengan jumlah yang idel guna mendapatkan ToT untuk membuat kaprang dengan tonase diatasnya.
Indonesia harus menata kedepan, selangkah demi selangkah dimulai dari kelas Heavy Frigate hingga memiliki kelas Destroyer, jika ingin mempertahankan kedaulatan wilayah kita.
Meskipun dari segi nyali para prajurit kita tidak gentar menghadapi Destroyer Cina, akan tetapi mereka akan tetap menganggap remeh jika kita hanya mengirim kelas Korvet guna menghadapi Destroyer mereka
@IRS dia mau muter, mau zig-zag di ZEE gpp, tapi emg seharusnya dijaga juga. Maklum alat deteksi sama kapal buat ngawal terbatas. Beda cerita kalo dia maen gitu di ALKI, halal itu buat ditangkap kayak Kapal Tanker Iran.
Makanya dari tahun lalu kan gue udah bilang mestinya kita minta 10 biji dari 13 biji Ticonderoga yang akan dipensiunin mulai tahun depan.
kalo g ada diradar berarti ya g ada
Destroyernya lewat sih sah2 saja. Tidak ada masalah.
Yang jadi pertanyaan, kapal surveinya lewat sambil zig-zag itu sah apa tidak? Dalam sudut pandang kita, apakah melakukan survei seperti itu termasuk kegiatan ekonomi?
Kok komplainnya sama “Lord” sih …….emang mentri peperangan ya sapa @semut+Geni 🤐