Indonesia, Korea Selatan dan Turki – Saling Terkait dalam ‘Circle’ Program Jet Tempur Masa Depan

Dalam lawatan kenegaraan ke Turki pada 10 April 2025, Presiden RI Prabowo Subianto mengungkapkan keinginan Indonesia untuk bergabung dalam program jet tempur generasi kelima KAAN, yang artinya akan bersama dengan Pakistan yang lebih dulu menjadi mitra. Sesuatu yang mengejutkan, pasalnya Indonesia kini masih dalam ikatan perjanjian dengan Korea Selatan dalam pengembangan KF-21 Boramae (d/h KFX/IFX).

Baca juga: Turki dan Pakistan Bahas Produksi Bersama Jet Tempur Stealth KAAN

Yang bila keduanya dijalankan, sepertinya bakal terasa berat serta sulit untuk direalisasikan Indonesia, mengingat keterbatasan anggaran pertahanan.

Terlepas seperti apa realisasi dari keinginan Indonesia, baik pada program KAAN dan kelanjutan KF-21 Boramae, menarik untuk dicermati bahwa Indonesia, Turki dan Korea Selatan, ternyata berada dalam ‘circle’ negara pengembangan jet tempur masa depan yang saling terkait.

Sebelum Korea Selatan mengajak Indonesia bermitra dalam program KFX/IFX, ternyata yang lebih dulu ditawarkan sebagai mitra adalah Turki. Sekitar periode tahun 2009-2010, Korea Selatan menawarkan kerja sama pengembangan jet tempur generasi 4.5+ kepada beberapa negara, salah satunya adalah Turki, yang saat itu sedang menjajaki rencana TF-X (proyek jet tempur nasional Turki yang sekarang dikenal sebagai KAAN).

‘KAAN’, Resmi Jadi Nama Baru Prototipe Jet Tempur Stealth TF-X Turki

Sebagai catatan, Korea Selatan dan Turki punya sejarah kerja sama di sektor pertahanan, semisal pada pengadaan MBT K2 dan produksi MBT Altay.

Korea Selatan mencari mitra strategis dan pembagi biaya (cost-sharing partner) karena proyek KFX bernilai lebih dari US$ 7 miliar. Namun Turki menolak Request for Proposal (RFP) dari Korea Selatan, karena mereka memilih mengembangkan jet sendiri (TF-X), dan merasa ingin memiliki kontrol lebih besar atas teknologi serta hak produksi.

Alasan lain Turki ingin menguasai 100% desain dan IP (hak kekayaan intelektual). Di sisi lain, proyek KFX saat itu masih bergantung pada bantuan teknologi dari AS. Selain Turki juga memiliki ambisi untuk memproduksi jet tempur yang bisa lebih ekspor-friendly.

Turki melalui TAI (Turkish Aerospace Industries) lantas mengembangkan KAAN, proyek jet tempur generasi kelima. Pada masa awal, Korea Selatan sempat menawarkan kerja sama teknologi kepada Turki, khususnya dalam aspek mesin dan avionik. Namun, Turki memilih jalur mandiri dan bekerja sama dengan negara lain seperti Inggris (Rolls-Royce).

Setelah penolakan dari Turki, Korea Selatan mencari mitra lain untuk proyek KFX dan akhirnya menggandeng Indonesia sebagai mitra strategis. Indonesia setuju untuk berpartisipasi dalam proyek ini dengan kontribusi pendanaan dan kerja sama teknologi.

Sejak tahun 2010, Indonesia resmi bergabung dalam proyek ini dengan kontribusi pendanaan sebesar 20% dari total biaya pengembangan. Namun, dalam perjalanannya, Indonesia menghadapi beberapa kendala, termasuk keterlambatan pembayaran yang sempat menimbulkan ketegangan antara kedua negara. ​

Indonesia menyepakati akan menanggung 20% dari total biaya pengembangan proyek KF-X, yang saat itu diperkirakan mencapai sekitar US$ 8,5 miliar. Dalam kerja sama ini, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) terlibat langsung, dan teknisi Indonesia dikirim ke Korea Selatan untuk ikut dalam proses pengembanga

Proyek inj tidak selalu mulus: Indonesia beberapa kali mengalami penundaan pembayaran. Isu transfer teknologi, pembagian peran produksi, hingga tekanan ekonomi dalam negeri sempat membuat posisi Indonesia dipertanyakan oleh Korea Selatan. Namun, Indonesia tetap dipertahankan sebagai mitra utama, karena dianggap penting secara strategis dan geopolitik. (Bayu Pamungkas)

Berkurangnya Kontribusi Indonesia Pada Program KF-21 Boramae, Jadi Beban Keuangan Bagi KAI

3 Comments