Indonesia Disebut ‘Batal’ Akuisisi F-35 Lightning II Karena Alasan ‘ALIS dan ODIN’, Apakah Itu?
|Amerika Serikat secara halus telah menolak permintaan Indonesia untuk bisa mengakuisisi jet tempur stealth F-35 Lightning II pada tahun 2020. Alih-alih, saat itu Indonesia justru ditawari oleh Plt Menteri Pertahanan AS Christopher Miller untuk bisa membeli jet tempur F-15EX Eagle II dan F/A-18 Super Hornet. Meski penolakan diklaim bukan karena urusan politik, namun, terasa kental bahwa Washington ingin menjaga keseimbangan kekuatan udara sekutunya di regional, yakni Australia dan Singapura.
Baca juga: Bukan Soal Politis, Ini Alasan AS Tidak Menawarkan F-35 Lightning II ke Indonesia
Namun, sebuah postingan dari Bulgarianmilitary.com (22/9/2024), menyebut bahwa tak berlanjutnya rencana akusisi F-35 juga terkait hal lain, yakni faktor perangkat lunak (aplikasi) yang melekat pada F-35, yang dipandang dapat membawa kerawanan pada kerahasiaan data dan komunikasi penting di dalam negeri.
Menurut CNBC, perangkat lunak F-35 memberi Pentagon kemampuan unik untuk memantau pesawat ini bahkan ketika dikerahkan oleh negara lain, termasuk sekutu AS. Pemantauan ini dimungkinkan oleh data tertanam dan sistem pendukung, khususnya melalui Autonomic Logistics Information System (ALIS) dan Operational Data Integrated Network (ODIN).
Kedua sistem pada F-35 mengumpulkan dan mengirimkan data waktu real time tentang operasi, status teknis, dan pemeliharaan, yang menciptakan tautan konstan ke pusat data yang berpotensi berbasis di Amerika Serikat. Konektivitas ini memungkinkan Pentagon untuk mengawasi kondisi pesawat, pola penggunaan, dan masalah atau kebutuhan pemeliharaan yang muncul.
Dengan pengawasan yang begitu signifikan atas manajemen dan operasi pesawat tempur ini, beberapa sekutu AS telah menyuarakan kekhawatiran tentang otonomi mereka dalam mengelola F-35 yang mereka beli. Ada kekhawatiran bahwa perangkat lunak ini dapat memungkinkan AS untuk memberikan pengaruh atau bahkan membatasi aktivitas militer mereka.
Indonesia, misalnya, telah menandai kekhawatiran besar mengenai F-35, terutama berfokus pada ALIS dan ODIN yang lebih baru. Meskipun sistem ini meningkatkan pembagian data dan menyederhanakan manajemen operasional, sistem ini juga menimbulkan kekhawatiran keamanan nasional di Jakarta.
Para pejabat telah membunyikan alarm bahwa kemampuan transmisi data real time dapat memungkinkan entitas asing, terutama militer AS, menyadap informasi sensitif tentang aktivitas dan sumber daya pertahanan Indonesia.
Bukan cuma Indonesia, Negara Asia Tenggara ini Juga Mengidamkan Punya F-35 Lighting II
Wakil Menteri Pertahanan saat itu, Sakti Wahyu Trenggono menekankan bahwa masalah ini sedang ditinjau secara saksama seiring dengan kemajuan Indonesia dalam rencana pengadaan F-35. Meskipun F-35 menawarkan teknologi canggih dan kemampuan tempur yang tangguh, potensi risiko pembagian data dapat memengaruhi proses pengambilan keputusan. Ketika pemerintah Indonesia mempertimbangkan konsekuensi dari pengintegrasian sistem ini ke dalam militernya, para pejabat telah menggarisbawahi dedikasi mereka untuk menjaga kepentingan nasional.
Indonesia tidak sendirian dalam masalah ini. Jepang juga telah menyuarakan kekhawatiran tentang kemampuan pembagian data sistem ALIS, karena khawatir hal itu dapat memungkinkan AS mengakses informasi sensitif tentang operasi militer Jepang. Sejak 2020, Jepang sangat berhati-hati tentang bagaimana data diteruskan ke AS dan Lockheed Martin.
Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh pejabat Korea Selatan, yang khawatir bahwa sistem ALIS dapat mengungkap rincian operasional ke AS, sehingga membahayakan keamanan nasional mereka. Australia juga menyoroti beberapa ketidaknyamanan dengan berbagi data dalam ALIS dan dampak potensialnya terhadap independensi operasional. Para pemimpin militer Australia menyatakan keraguan tentang menjaga keamanan data mereka saat menggunakan F-35.
Yang menarik, AS telah mengklaim bahwa ODIN, penerus ALIS, akan mengatasi masalah ini. Brigadir Jenderal Eric Fick, pejabat eksekutif program F-35, menyebutkan bahwa transisi dari ALIS ke ODIN bertujuan untuk mengatasi masalah keamanan data ini, dengan mengusulkan bahwa ODIN akan meningkatkan keamanan data dan mendukung efisiensi operasional.
Senasib dengan Indonesia, Thailand Juga Ditolak AS untuk Membeli F-35 Ligthning II
ALIS (Autonomic Logistics Information System)
ALIS adalah sistem terintegrasi yang dirancang untuk mengelola pemeliharaan, perencanaan misi, pelaporan status pesawat, dan dukungan logistik. Ini menyediakan data real-time untuk memantau kesiapan pesawat, mengidentifikasi kebutuhan perbaikan, dan memesan suku cadang.
ALIS telah menghadapi banyak kritik terkait keandalannya. Sistem ini sering mengalami bug, waktu respons yang lambat, dan masalah kompatibilitas yang menghambat operasional pesawat. Kesulitan ini mengarah pada peningkatan biaya pemeliharaan dan kesulitan logistik bagi pengguna F-35 di berbagai negara.
ALIS dapat mengumpulkan data dari pesawat untuk analisis diagnostik dan pemeliharaan prediktif, tetapi sering kali dianggap terlalu kompleks dan kurang intuitif bagi pengguna. ALIS dikembangkan oleh Lockheed Martin, yang merupakan kontraktor utama untuk program F-35 Lightning II.
Sistem ALIS mulai digunakan pada awal program F-35, sekitar tahun 2011-2012, ketika F-35 pertama kali dioperasikan oleh Angkatan Udara AS dan negara mitra lainnya. Namun, sistem ini mengalami banyak masalah teknis yang menghambat kinerjanya.
ODIN (Operational Data Integrated Network)
ODIN dikembangkan untuk menggantikan ALIS, dengan fokus pada peningkatan kecepatan, keandalan, dan kemudahan penggunaan. ODIN dirancang agar lebih cepat dan lebih mudah dioperasikan, dengan antarmuka pengguna yang lebih baik dan pengolahan data yang lebih efisien.
Dibandingkan dengan ALIS, ODIN menawarkan pengurangan waktu dalam memproses data dan meningkatkan akurasi dalam pelacakan suku cadang dan pemeliharaan. ODIN juga menggunakan teknologi cloud yang lebih modern untuk memproses dan menyimpan data, memungkinkan akses yang lebih cepat dan lebih fleksibel.
ODIN dikembangkan oleh Lockheed Martin dan Departemen Pertahanan AS untuk menggantikan ALIS yang dianggap tidak efisien. ODIN pertama kali diperkenalkan pada akhir 2019 dan mulai diimplementasikan secara bertahap sejak tahun 2020. ODIN menggunakan teknologi cloud yang lebih modern dibandingkan ALIS, dan dirancang agar lebih intuitif serta lebih cepat dalam memproses data.
Meskipun F-35 bisa terbang dan beroperasi dalam jangka pendek tanpa ALIS atau ODIN, efektivitas dan kesiapan operasionalnya akan sangat terganggu. Situasi seperti ini mungkin dapat diterima dalam keadaan darurat, tetapi bukan untuk operasi reguler atau jangka panjang. (Gilang Perdana)
Mahathir Mohamad: F/A-18D Hornet Hanya ‘Bebas’ Diterbangkan Saat Parade Udara
ga usah F35
cukup F16 tipe terbaru akan tetapi kita dapat izin mengakses semua senjatanya mulai dari rudal BVR sampai bom pintar nya buatan amerika tanpa syarat juga bebas embargo utk nge bom KKB pastinya bakalan lebih bermanfaat drpd F35 tapi kemampuan di batasi
tergantung posisinya,pespur Rafale untuk wilayat Utara, Natuna dan sekitarnya.
Pespur China/Rusia untuk daerah Selatan, dekat Australia
Nah kan ketahuan ada si elis & Udin, jadi gak bisa dipake kalou gak ada restu dari AS, Bener kata om Mahatir, ada nyanyian kodenya, ribet, Beda kalou beli SU35 dari Ruskie, bebas pake & nembak tanpa syarat😁
ah iya, untuk latgab memang f-16 sih biasanya yang ikut, cuma ya itukan dengan teman² mimiriki maupun mimiriki itu sendiri
yaa produk Amerika di TNI cuma buat deteren negara tetangga model Singapura x Malaysia dan juga untuk alat politik, bukan untuk operasional, buktinya saja, f-16 selalu yang atraksi di parade HUT RI dengan pake smoke discharger atau apalah namanya itu dan yang CAP selalu Sukhoi, jika bukan itu f-16 cuma meliuk² dekat homebase sedangkan Sukhoi terbang lebih jauh sampai rotasi skuadron, f-16 lebih lengkap senjatanya? ya itu buat menyamakan diri dengan negara tetangga, bukan buat dipake patroli strategis, Sukhoi biaya perawatan mahal? lah kalau mahal ngapain yang lebih banyak tugasnya malah Sukhoi?
Tidak mungkin Indonesia membeli alutsista strategis seperti pespur dari China karena adanya gesekan kepentingan di Natuna dan tak mungkin juga beli alutsista dari Rusia karena kesiapannya yg sangat kurang, maintenance yg susah dan belum tersedia di lapangan dalam jumlah yg memungkinkan.
Satu-satunya pilihan adalah produksi Western dengan pilihan ke F-15EX dengan F-35A akan memberikan kekuatan yg lebih bagus pertahanan Indonesia.
ALIS dan ODIN adalah aspek teknisnya namun tak bisa dilepaskan pula dari aspek politisnya yaitu keberadaan 2 sekutu AS di dekat Indonesia, tapi ya sudah lah toh itu 4 tahun yang lalu yg paling penting sekarang bagaimana kabar kelanjutan pengadaan 24 unit F-15EX yang sudah ditandatangani MoU-nya?
Dari awal yang direncanakan 36 unit akhirnya berkurang menjadi 24 unit saja alangkah baiknya jumlah 36 unit tersebut adalah F-16 Viper (Block 70/72) bukan F-15EX yang harganya imbang-imbang dengan F-35, karena kita sudah order 42 unit Rafale dan masih punya tanggung jawab terhadap proyek KF-21 bersama Korsel
Sama seperti PC/Smartphone….pihak pengembang software dengan bebas memantau penggunaan aplikasinya ketika dipakai.
bukan tidak mungkin ketika terjadi perang, AS dengan mudah mrncontrol F-35 yg dipakai.misal tiba2 pesawat mati atau tak bisa menembak dll….