Indonesia dan Malaysia Akuisisi Drone VTOL Digital Eagle YFT-CZ36
|Pameran militer Defence Services Asia (DSA) 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia baru saja rampung, dan ditengah riuhnya pameran, terselib kabar bahwa salah satu jenis drone vertical take-off and landing (VTOL) fixed-wing buatan Cina, telah dibeli oleh Indonesia dan Malaysia. Drone yang diketahui sebagai YFT-CZ36 ini punya kemampuan lepas landas seperti helikopter, dan melaju di angkasa laksana pesawat propeller konvensional.
Baca juga: KOAX 3.0 – Drone Hybrid VTOL Untuk Misi Khusus
Konfirmasi pembelian drone VTOL tersebut diwartakan oleh situs shephardmedia.com (24/4/2018), proses pembelian tersebut telah dikonfirmasikan oleh perawakilan dari Jiangsu Digital Eagle Technology Development Company, perusahaan pembuat drone yang berbasis di Wuxi, Cina. Meski sudah dipastikan adanya pembelian dari Indonesia dan Malaysia, pihak Jiangsu Digital Eagle Technology menolak menyebutkan berapa jumlah drone yang dibeli masing-masing negara, dan tentunya tak disebutkan institusi yang mengakuisisi drone hybrid itu.
YFT-CZ36 diketahui dapat terbang sampai ketinggian 4.000 meter dan punya payload 4 kg. Sementara kecepatan jelajah drone mencapai 70-100 km per jam. Drone dapat terbang dengan endurance di rentang 60-90 menit. YFT-CZ36 menekankan peran sebagai drone pengintai, diantaranya untuk Public Safety Surveillance Mapping.
Secara keseluruhan, YFT-CZ36 dibaut dari material carbon fiber dengan bobot maksimum saat take off 25 kg. Dengan kendali LoS (Line of Sight), drone asal Negeri Tirai Bambu ini dapat menyalurkan real-time video sampai jarak 5 km. Sumber tenaga drone ini dipasok oleh baterai 4x 12.000 mAh.
Sejatinya teknologi drone VTOL telah dikuasi oleh industri dalam negeri. Seperti PT Carita Boat Indonesia yang pernah merilis prototipe drone Hybrid VTOL dengan label KOAX 3.0.
Baca juga: Mengenal “Tawon 1.8” – Drone Mini Pengintip Kawah Puncak Gunung Agung
Cara kerja drone VTOL, setelah mengangkasa di ketinggian tertentu, selanjutnya mesin utama (propeller) akan hidup dan mengambil alih fungsi kerja electric motor, dan kemudian drone melaju layaknya moda penerbangan konvensional. Begitu juga saat mendarat, electric motor akan dihidupkan, sementara mesin utama akan dikurangi tenaganya. (Haryo Adjie)
Spesifikasi Digital Eagle YFT-CZ36
– Wingspan: 3.800 mm
– Length: 2.450 mm
– Wheelbase: 193 cm
– Payload: 4kg
– Power source: motor
– Cruising speed: 70-100 km/h
– Endurance: 90 minute
– MTOW: 25kg
– Battery: 4x 12000 mAh
– Real-time video transmission: 5km
Digital Eagle YFT-CZ36 vertical take-off and landing (VTOL) UAV
https://www.youtube.com/watch?v=11wa3f6ZLX0
Min…apakah drone ini yg pernah diujicoba oleh marinir yg pernah dimuat diartikel sebelumnya?
Bukan, yang digunakan Marinir adalah berikut –> http://www.indomiliter.com/swg-r-1-marinir-drone-pengintai-flying-wing-andalan-infanteri-marinir-tni-al/
Penting nich kl bs diusahakan alutsista mulai dikurangin bergantung sm minyak bumi. Indonesia bkn negara kaya minyak, budget operasional jg pas2an, kl perang stok BBM cm bs menghidupi alutsista slama seminggu pdhl alutsistanya dikit smntara amrik setahun.
Lbh Aneh Malay Bwt Apa ? Ngawasin Laut Natuna Utara
Apa yang anehnya pakkk..semasa serangan sulu..uav digunakan untuk memantau pergerakan musuh… Adakah indonesia tidak mengunakan uav utk memantau OPM…
Pake kok bro…TNI mengandalkan UAV AU dari skadron (lupa namanya)
entah kenapa yaa Indonesia lebih senang membeli daripada mengembangkan dan meningkatkan produksi dalam negeri sendiri,.. Serasa ada yang aneh
Di Indonesia itu ya om, tiap proyek pasti banyak tikusnya. Banyak tikus yang pengen kaya mendadak. Terutama proyek pengadaan barang dan jasa, juga proyek infrastruktur. Jadi udah tau apa yang bikin tambah aneh kan ya om ?
Sebagai benchmark. Karena produk lokal belum sebaik standar produk luar.
Sehingga ada sampel untuk memudahkan perbaikan dan peningkatan.
Sangat setuju sekali dengan anda