Hari ini dalam Sejarah, Pesawat Intai EP-3E ARIES AL AS Jadi ‘Tahanan’ di Pulau Hainan
|1 April 2001, menjadi momen yang tidak menyenangkan bagi militer Amerika Serikat di Pasifik, persisnya pada tanggal tersebut, telah terjadi “Hainan Island incident,” dimana sebuah pesawat intai EP-3E ARIES II terpaksa mendarat darurat di basis militer Cina di Pulau Hainan. Sebanyak 24 awak pesawat intai itu ditahan dan diinterogasi oleh otoritas Cina, hingga akhirnya dibebaskan 10 hari kemudian.
Meski akhirnya awak EP-3E ARIES II dibebaskan, tidak demikian halnya dengan pesawat intai canggih varian P-3C Orion tersebut. Alih-alih dikembalikan langsung ke Amerika Serikat, hadirnya barang spesial itu langsung dioprek (dipelajari) oleh teknisi Cina, hingga dalam beberapa tahun kemudian Cina berhasil mengembangkan copy-an dari pesawat itu.
Sebagai catatan, Insiden Pulau Hainan terjadi ketika Angkatan Laut Amerika Serikat EP-3E ARIES II yang punya peran signals intelligence (SIGINT) bertabrakan di udara dengan jet tempur J-8II milik Angkatan Laut Cina. Sudah bisa ditebak, insiden itu kemudian menyebabkan perselisihan internasional antara Cina dan AS.
Sebagai latar, saat itu tengah terjadi eskalasi yang memanas di Laut Cina Selatan, khususnya terkait klaim Cina atas wilayah yang bersinggungan dengan beberapa negara, dan kebebasan berlayar.
Kronologi singkatnya, EP-3 beroperasi sekitar 70 mil (110 km) dari Pulau Hainan, dan sekitar 100 mil (160 km) dari instalasi militer Cina di Kepulauan Paracel, ketika EP-3 oleh dua jet tempur J-8. Tabrakan antara EP-3 dan salah satu J-8 menyebabkan pilot tempur Cina hilang (kemudian dianggap tewas), dan EP-3 terpaksa melakukan pendaratan darurat di Hainan. Ke-24 awak tersebut ditahan dan diinterogasi oleh pihak berwenang Cina hingga pernyataan pemerintah Amerika Serikat disampaikan terkait insiden tersebut.
Teknisi AL AS mengatakan EP-3 dapat diperbaiki dalam 8-12 bulan, tetapi Beijing menolak untuk mengizinkannya diterbangkan dari Pulau Hainan. Lewat negosiasi yang alot, pesawat yang diketahui telah dibongkar baru dikembalikan ke AS pada 3 Juli 2001. Pengembalian pesawat yang sudah dalam bentuk potongan itu dilakukan menggunakan dua pesawat charter Antonov An-124.
Selain membayar pembongkaran dan pengiriman EP-3, Amerika Serikat juga harus membayar 11 hari untuk biaya makanan dan penginapan yang disediakan oleh pemerintah Cina kepada awak pesawat. Cina juga menuntut kompensasi US$1 juta untuk pilot J-8 yang hilang, tetapi ini ditolak dan tidak ada negosiasi lebih lanjut.
Akhirnya pesawat yang pernah disekap itu dilakukan perbaikan oleh Lockheed Martin di Marietta, Georgia untuk dirakit kembali dan membuatnya layak terbang lagi. Pesawat itu kemudian diterbangkan ke L3 di Waco, Texas untuk misiisasi karena mereka adalah penyedia utama pemeliharaan dan modernisasi EP-3. Pesawat yang pernah ditahan Cina itu kemudian kembali bertugas pada tahun 2013. (Bayu Pamungkas)
Kalo pd kasus EP-3 ini, masih bagus China mau mengembalikan walau dlm bentuk potongan pesawat. Itu artinya pesawat tersebut sdh dioprek2 dan China seolah mendpt Jackpot.
Yg kebangetan itu justru Iran, yg berhasil menangkap drone siluman canggih Sentinel punya paman bidin. Iran mengembalikannya dlm bentuk replika miniatur. Dan benar saja beberapa tahun kemudian Sentinel KW buatan Iran sdh beroperasi.
Pastinya demikian jg dng yg akan terjadi terhadap MQ-9 Reaper. Itu sebabnya setiap aset tempurnya tertangkap, maka paman bidin sangat cemas.
Beda dng Paman Putin, walaupun asetnya jatuh ke tangan musuhnya spt jammer Krasukha dan jg ada yg dibeli oleh anggota paman bidin spt S-400 yg canggih, namun paman Putin tetap nyantai aja.
Sebab paman Putin punya yg lebih canggih lg. Hitung2 sebagai sedekah ke blok yg Sono sebab blom mampu buat jammer canggih maupun rudal hanud yg mumpuni..👍