Hari ini 10 Tahun Lalu, Helikopter Hybrid X3 dari Airbus Helicopters Terbang Perdana
|Para enjiner dirgantara menyadari, bila ingin menggenjot aspek kecepatan pada helikopter, maka saat melaju idealnya digunakan desain tractor propeller, seperti halnya pesawat turboprop konvensional. Hal tersebut notabene menjadi keunggulan dan ciri khas dari MV-22 Osprey, yaitu terdepan dari aspek kecepatan dan jarak jelajah. Dan, berangkat dari keinginan Perancis untuk menciptakan helikopter yang punya kecepatan tinggi, lantas terciptalah prototipe X3 (X-Cubed) yang dibuat oleh Airbus Helicopters (d/h Eurocopter).
Bukan sekedar berhasil membuat prototipe, X3 juga berhasil diterbangkan, persisnya helikopter eksperimental ini terbang perdana pada 6 September 2010 di Lanud Istres-Le Tubé, Perancis. Oleh Airbus Helicopters, X3 digadang sebagai wahana baru yang menawarkan sensasi helikopter yang punya kecepatan tinggi, dapat melakukan berbagai misi, punya daya jelajah lumayan jauh dan tentunya hemat dalam biaya operasional. Oleh kalangan pecinta aviasi, X3 disebut juga sebagai helikopter hybrid.
Desain X3 pun rasanya tak asing bagi netizen di Indonesia, pasalnya basis rancangan X3 mencomot helikopter AS365 Dauphin atau AS565 MBe Panther. Karena dibangun dari platform helikopter multirole, maka beban tugas yang diemban X3 ideal untuk misi SAR, patroli penjaga pantai, patroli perbatasan dan layanan helikopter komersial. Kombinasi kecepatan jelajah tinggi dan kinerja VTOL yang baik sebenarnya juga ideal untuk kebutuhan militer, seperti operasi pasukan khusus, transportasi pasukan, SAR tempur dan evakuasi medis.
Sayangnya, X3 hanya mentok sampai pembuatan prototipe, meski begitu X3 sudah melakukan uji terbang yang lumayan banyak. Dikutip dari siaran pers helicopters.airbus.com (19/6/2014), disebutkan X3 telah mencatatkan 155 jam dalam 199 kali penerbangan. Kinerja maksimal yang didapat selama uji coba adalah, kecepatan maksimum yang mencapai 472 km per jam pada penerbangan 7 Juni 2013.
Bukan hanya dijajal di Eropa, X3 juga pernah diterbangkan di Amerika Serikat dalam demo tour musim panas tahun 2012. Prototipe Airbus X3 resmi pensiun pada tahun 2013 dan satu tahun kemudian menjadi koleksi museum Dirgantara dan Antariksa Perancis (France’s national Air and Space museum) di Le Bourget, Paris.
Merujuk ke spesifikasi, X3 ditenagai 2 × Rolls-Royce Turbomeca RTM322-01/9a turboshaft engines dengan kekuatan tiap mesin 2270 hp. Rotor utamanya terdiri dari lima bilah baling-baling milik AS565 Dauphin, sementara dua rotor tambahan yang mengarah ke depan, masing-masing terdiri dari lima bilah baling-baling.
Baca juga: Meski Desain Serupa, Kinerja Mesin Helikopter Panther dan Dauphin Sedikit Beda
Bobot maksimum X3 mencapai 5,2 ton dan helikopter ini dapat terbang sampai ketinggian 4.000 meter. Kecepatan maksimum seperti sudah disebut, 472 km per jam dan kecepatan jelajah 407 km per jam, sementara kemampuan menanjaknya 28 meter per detik. (Haryo Adjie)
Bung@admint pihak Austria sudah ngasih lampu hijau keinginan menhan Prabowo akusisi 15 jet fighter thypoon dari Austria , ulas lah
Mantap jiwa ! Hajar bleh ! Segera beli blue print dan ambil alih proyek X3 Hybrid ini dan serahkan pengembangannya pada PT DI. Customisasikan agar bisa menggotong R-Han 112 dan 450, juga SUT Torpedo dan misil “impian “Petir. Buat jg versi angkutnya utk keperluan menginvasi Spratly dan Paracel. Laksanakan ! Bravo !
Osprey jauh lebih bagus dari ini, dan Indonesia sudah tepat beli Osprey ditambah 24 Viper yg bentar lagi datang.
Rusia Ama China mah lewat, semakin tertinggal.
Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh Hhhhhhhhhhhh
Kemahalan osprey mending chinook.lagipula jk Indonesia sanggup beli osprey lebih baik dananya dipakai utk membeli F 35.
Tapi setelah dipikir menurut saya Membeli Chinook dan pespur F 16V lbh cocok utk Indonesia ketimbang osprey atau F 35 yg harganya mahal
Chinook kecepatan rendah dan jaraknya juga tidak jauh saat dibandingkan dengan Osprey. Osprey memang lebih mahal, tapi lebih hemat waktu.
Sama seperti pergi ke pulau besar lain, pakai kapal lebih murah dan hemat banget tapi pakai pesawat meski lebih mahal tapi lebih cepat sampai.
Chinook memang sangat dibutuhkan oleh kita, tapi tidak dapat dipungkiri juga bahwa osprey juga dibutihkan oleh negara kita.
Mengenai pespur, dari pada mengakusisi F35 lebih baik F15 atau F16V
Karena biaya perawatan F35 sanagat mahal dan bahkan Amerika selaku salah satu user F35 banyak menggrounded F35 nya karena masalah teknis dan juga karena durasi pemeliharaan yang harus dilakukan akibat dari seringnya digunakan peapur.
Catatan…
Semua pespur gen 5 butuh rutinitas di coating ulang pada seluruh bodynya ulang untuk mempertahankan bagian mode stealthnya dan pespur gen 5 lebih terbatas jumlah play loadnya, karena untuk mempertahankan mode stealth F35 lebih mengutamakan internal bay dari pada hard poin.
Hampir sebagian besar oprasional F35 selalu didampingi dengan pespur heavy fighter dan juga AEW&C
Masih belum bisa ungguli efektivitas Osprey, masih pakai baling2 vertikal dan hanya penambahan baling2 konvensional spt pesawat turboprop, walhasil masuk museum. Untuk ukuran helikopter Osprey terlalu besar dan berat sehingga butuh tilt rotor berbaling2 yg ukurannya diantara baling2 helikopter dan baling2 pesawat propeler, sudut unit engine bisa diatur vertikal dan horizontal, desain yg bagus memang, sayang mahal dan belum ekonomis atau memang karena harganya dan maintenance dibuat tidak ekonomis
Klo produksinya dan kebutuhanya banyak nanti bisa ekonomis sendiri
Lagi pula ptdi juga butuh knowledge tiltrotor ga mungkin selamanya utak atik turbo prop terus
Osprey memang cocok utk wilayah geografis Indonesia yg amit2 luas dan jumlah pulaunya