Goose Neck Flare: Alat Bantu Navigasi Darurat di Lanud Iswahjudi

Peralatan navigasi yang ada di pangkalan udara TNI AU tak melulu harus menghadirkan sesuatu yang serba canggih, sebab dalam kondisi darurat, boleh jadi yang akan berguna banyak adalah alat bantu navigasi (albanav) lansiran era Perang Dunia II ini. Yang dimaksud adalah Goose Neck Flare, alat dengan desain mirip leher angsa ini besar fungsinya, terutama untuk menerangi landas bagi pesawat tempur yang akan melakukan proses take off dan landing, khususnya pada operasi terbang malam.

Baca juga: [Virtual Tour] Lanud Iswahjudi – Home of Fighters – Jantung Kekuatan Udara Nasional

Goose Neck Flare kini hanya digunakan sewaktu-waktu saja, bisa diandalkan saat situasi darurat, seperti saat pasokan listrik terputus dalam waktu lama, lampu runway rusak, hingga tiadanya tenaga genset atau baterai cadangan untuk menerangi landasan. Dalam penerbangan militer, kondisi yang serba terbatas tentu harus dapat diatasi, dan Goose Neck Flare adalah solusinya. Goose Neck yang dibuat dari logam ini memancarkan cahaya lewat obor api. Pasokan bahan bakar biasanya berasal dari parafin.

Penerbang jet tempur F-16 Fighting Falcon di Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi termasuk yang dilatih untuk terbiasa dengan navigasi dari Goose Neck Flare. Bagi para penerbang tempur, terbang malam bukan merupakan hal yang luar biasa namun perlu untuk pembiasaan diri terutama pada saat lepas landas maupun mendarat yang sangat mengandalkan instrumen yang ada, disamping visual dengan alat bantu lampu penerangan yang ada di dua sisi landasan. Untuk itu para penerbang tersebut dituntut lebih teliti dan hati-hati dalam menerbangkan pesawat serta melakukan manuver-manuver tertentu.

Baca juga: MATC 8100 Tower – Menara ATC Mobile Untuk Dukungan Operasi Taktis TNI AU

Perangkat navigasi potable dengan pemberat pasir, ditenagai oleh baterai.
HA PL5L, portable Lighting dengan sistem charging ini punya waktu siaga hingga 130 jam (110 jam flashing mode).

Goose Neck Flare dirancang untuk mudah dilihat dari jarak 1,6 km. Debut perdana Goose Neck digunakan AU Inggris saat era Perang Dunia II, dimana landas pacu pesawat di lanud-lanud darurat minim penerangan. Di tahun 1968, AU Inggris masih memanfaatkan Goose Neck untuk memandu pendaratan jet tempur Sea Harrier di Dunsfold.

Selain Goose Neck Flare, kini alat bantu navigasi portable sudah ditawarkan dengan teknologi yang lebih canggih, seperti portable airfield lighting yang menggunakan baterai, bahkan ada stealth portable airfield light yang bisa dilihat oleh pilot yang mengenakan night vision goggles Meski begitu, peran Goose Neck memang punya ciri khas tersendiri dan layak untuk disiapkan sebagai cadangan. (Gilang Perdana)

One Comment