GlobalEye: Sistem Radar AEW&C Multimode dengan Extended Range dari Saab
Pasar pesawat intai maritim di Indonesia masih terbuka lebar, khususnya sebagai calon pengganti Boeing 737 Surveillance Patmar (Patroli Maritim) Skadron Udara 5 TNI AU yang kondang dengan radar SLAMMR (Side Looking Airborne Multi Mission Radar). Mengingat tiga unit Boeing 737 Patmar TNI AU sudah digunakan sejak tahun 1982, maka dirasa perlu untuk mengganti sistem radar airborne yang mumpuni berbekal teknologi AEW&C (Airborne Early Warning & Control) terbaru.
Baca juga: Motorola SLAMMR – Dibalik Kecanggihan Radar Airborne Boeing 737 Patmar TNI AU
Salah satu pabrikan yang cukup menonjol dalam solusi sistem radar AEW&C adalah Saab dari Swedia. Setelah sukses meluncurkan radar airborne Erieye pada platform pesawat Saab 340, Saab 2000, dan Embraer E145, kini Erieye yang telah diadopsi oleh Thailand, Brazil, Yunani, Mexico, Pakistan, dan Uni Emirat Arab, dikembangkan lebih maju lagi dengan sistem terbaru yang diberi label GlobalEye. Dibawah sistem GlobalEye, Saab menawarkan konfigurasi platform pesawat jenis Global 6000 buatan Bombardier, Kanada, dengan keunggulan EW&C dari basis radar Erieye yang ditingkatkan kemampuan kapasitas dan kapabilitasnya.
Baca juga: Saab Tawarkan Radar Erieye AEW&C Untuk Indonesia
“Dengan GlobalEye, kami menawarkan kemampuan intai yang mencakup air surveillance, maritime surveillance, dan ground surveillance secara simultan, sehingga lewat satu platform pengguna dapat mengadopsi konsep AEW&C secara efektif,” ujar Micael Johansson, head of Saab’s business area Electronic Defence Systems dalam jumpa pers di Singapore Air Show 2016 (16/2/2016).
Baca juga: Boeing MSA – Pesawat Intai Maritim dari Platform Jet Bisnis Challenger 605
Dalam kapabilitas kemampuan radar, GlobalEye bisa disebut sebagai Erieye ER (Extended Range) yang menawarkan keunggulan jangkauan deteksi lebih jauh dan waktu reaksi lebih cepat terhadap ancaman. GlobalEye punya low level coverage 10 kali lebih besar dari Erieye, dan early warning time yang meningkat hingga 20 menit. Dalam simulasi, GlobalEye dapat mengendus sasaran dalam jarak 200 – 400 km. Fitur baru yang ditawarkan di GlobalEye juga mencakup wide-area ground moving target indication (GMTI) radar modes. Dengan fitur GMTI, GlobalEye sanggup men-track laju kapal (boat) kecil yang melaju kencang, jetski, rudal jelajah, pesawat berkemampuan steatlh, dan periskop kapal selam yang muncul sedikit di permukaan saja dapat diketahui.
Baca juga: C-130H MP Hercules – Pesawat Intai Maritim TNI AU Dengan Kemampuan Long Endurance
Menanggapi potensi electronic warfare berupa aksi saling jamming dan beragam kekacuan elektronik di udara, GlobalEye sudah dirancang untuk bisa mengatasi hal tersebut. Seperti halnya sistem Erieye, GlobalEye yang berbasis sistem radar canggih AESA (active electronically scanned array) juga dirancang untuk bisa diadaptasi untuk platform pesawat jenis lain. Hal ini tak menutup kemungkinan kerjasama dengan manufaktur pesawat lain, sepanjang telah lulus dalam pengujian untuk kelayakan.
Global 6000
GlobalEye dipasang pada platform jet Global 6000 yang punya kemampuan terbang jarak jauh. Dari spesifikasinya, Global 6000 sanggup terbang sejauh 6.000 nautical mile (setara 11.112 km) pada kecepatan jelajah Mach 0,85. Dalam implementasinya sebagai pesawat intai GlobalEye, pesawat ini sanggup mengudara selama lebih dari 11 jam non stop. Pesawat ini juga sanggup lepas landas dan mendarat di bandara kecil, hanya dibutuhkan landas pacu kurang dari 2 km.
Berbeda dengan Global 6000 versi sipil, ditangan Saab pesawat jet twin engine ini dilengkapi peralatan long distance EO (electronic optic)/IR (infra red) sensor, maritime surveillance radar pada bawah bodi, AIS transponder system, ESM (electronic support measures)/ELINT (electronic intelligent), self protection system, datalinks, IFF (identification friend or foe), voice communication, satcom, dan tentunya radar Erieye ER yang disematkan pada bagian atas pesawat.
GlobalEye diawaki oleh dua orang (pilot dan copilot), serta empat orang awak operator pemantau radar. GlobalEye juga telah mendukung command and control system generasi terbaru. Operator duduk menatap layar monitor secara berjejer (sideway seated). Mengingat operasi intai yang kadang membutuhkan waktu cukup lama, maka kursi awak dirancang ergonomis, plus tersedia 6 seat rest area untuk awak kabin. Berangkat dari platform pesawat yang dipakai sebagai jet pribadi, kabin sudah dilengkapi low noise level dan pressure altitude.
Kini GlobalEye sedang dalam status produksi, setelah pada bulan November 2015 lalu, Uni Emirat Arab telah menandatangani kontrak pembelian dua unit GlobalEye SRSR (Swing Role Surveillance System) dengan nilai total US$1,27 miliar. (Haryo Adjie – Singapura)
Related Posts
-
P-100L, Bom Sukhoi Made in Malang
9 Comments | Nov 25, 2012
-
Dubai Airshow 2023: Rusia Mulai Proses Produksi Su-75 Checkmate, Prototipe Perdana Meluncur Sebelum Akhir 2025
4 Comments | Nov 14, 2023
-
Singapura Umumkan Status Kesiapan Operasional Penuh Sistem Hanud Aster 30 SAMP/T
4 Comments | Dec 3, 2023
-
Bren MKIII: The Everlasting Gun, Senapan Mesin Regu Brimob Polri
13 Comments | Jul 6, 2017
kalo mau cepat, Beli 16 Gripen C/D+ToT+Saab erieye 4 biji. buat TNI AD cocoknya rudal saab BAMSE plus ToT. buat pesawat angkut TNI AU beli A400M.
thanks
kalo mau cepat, Beli 16 Gripen C/D+ToT+Saab erieye 4 biji. buat TNI AD cocoknya rudal saab BAMSE plus ToT. buat pesawat angkut TNI AU beli A400M.
Beli ini 3 + 1 skadron gripen E sangat ideal untuk saat ini tapi sayang gripennya baru bisa kirim diatas 5 th lagi, apa ada yg punya solusi?
kayanya masih lama deh integrasinya, Admin. pesanan MPA TNI AU aja belum kelar belum lagi rencana tambahan pesawat CN235 MPA TNI AL dan AU
Ada yang tau AEW&C masuknya di MEF brp gak? Dan kapan Boeing 737 Surveillance akan pensiun? Thanks
Sarannya agak susah dipensiunkan, karena kemampuan keuangan TNI yang ultra terbatas
Apalagi adanya pilihan Su-35 yang menjadi ganjalan yang sangat serius, karena peralatan Rusia dan Barat (NATO) saling tidak kompatible.
sehingga antara GlobalEye dan Su-35 TIDAK BISA bertukar data
Hal itu sudah terjadi antara Su-27/30 TNI-AU dengan Radar Master-T / Thomson, sehingga tugas PENCEGATAN / PATROLI sering terlambat
@jangkrik
Makasi atas penjelasannya. saya jadi bingung knp TNI terus beli alat yang beda2 dan kurang kompatibel. Kan jadi kurang efektif. Apakah SU27/30/35 bisa nyambung sama Martadinata class dan peralatan western lain?
Alamak…2 biji saja US$ 1,27 M…mahal banget ya,,di beliin changbogo dapat 3 biji tuh.Lebih mahal dari Bapak nya Percy Jackson,jauh lebih mahal dari Boeing MSA,apalagi sama CN-235 MPA yg punya AL terbaru.hehehe…..
@lanang
Wajar aja kalo mahal, kan radanya dobel…kayak E-8 digabung dg P-8 dalam satu platform.
Sekarang kan lagi tren yang beginian, P-8 juga mo ditambahin kano ground moving target indikator, tapi kalo pesawat sampe jatuh bikin cenut-cenut…
Cuma ngimpi kayak nya punya yg beginian atau bapak nya Percy Jackson…Boeing MSA saja pak rizal ramli masih minta diskon,pasti nya di kasi diskon dengan pengurangan fitur..lagian kalo mahal gini perawatan kurang pas jatuh pusing juga. Mending Cn-235 itu aja di sempurnakan kayak punya Turki kalo gk salah biar bisa gendong Terpedo….
Jangan samakan dengan pemembelian TNI, yang bisanya NYICIL dan Paket Hemat
UEA belinya sekaligus suku cadang 10 tahun dan pelatihan Full serta Integrasi Sistim yang komplit
Harga aslinya paling hanya 50% dari harga diatas
Wah, , kalau sistem radar doank kita ambil n taruh d peswt kita bisa g ya? Bukannya yg terpenting itu jeroannya, ,
Memang itu yang mereka tawarkan mas 🙂 Bisa saja diterapkan di CN-235, hanya saja perlu waktu untuk testing karena menyangkut urusan rancang bangun, keselamatan dan keamanan terbang.
@admin
Oom gimana kabarnya yang tni au mo beli pesawat aew dan membangun jaringan datalink?
Suwun ya oom….
Sememtara masih dalam pembahasan dan penawaran mas 🙂
Tambahan : kalau dengan CN-235 juga akan jauh lebih mahal, karena uang Integrasi dan Test ditanggung pembeli
Kalau ditaruh di CN235 memang bisa lebih mahal karena soal testing/ujicoba, tetapi di sisi lain itu PTDI mendapat pengalaman integrasi sistem ke dalam CN235.
Jadi segala sesuatu memang ada biayanya. Tinggal kitanya berpandai2 dalam merencanakan biaya dll agar didapat hasil yg optimal dan menguntungkan.
bagaimana dengan DRDO AEW&C yang ditawarkan india, tolong dibahas juga