Gelar Satu Skadron Gripen Ke Pangkalan Aju, TNI AU Hanya Butuh Satu C-130 Hercules
Sebelum bicara taktik dalam keunggulan pertempuran udara, maka lebih dulu harus dipersiapkan urusan logistik secara matang. Tanpa management logistik yang memadai, secanggih apa pun alutsista tak akan menghasilkan output yang efektif saat digunakan. Indonesia dengan wilayah udara yang amat luas, punya pengalaman panjang dalam men-deploy kekuatan udara dari pangkalan utama (home base) ke pangkalan aju.
Sejak era tahun 60-an, saat persiapan Operarsi Trikora, berlanjut ke Operasi Seroja, dan sampai saat ini beragam operasi terkait pengamanan kasus di perbatasan, secara berkala membutuhkan pergerakan dan rotasi satuan jet tempur dari home base ke pangkalan aju yang tersebar di Tanah Air. Masih ingat kisah tentang Hawk 209 TNI AU yang saat melaksanakan CAP (Combat Air Patrol) pada 16 September 1999 di perbatasan RI – Timor Lester (d/h Timor Timur), dimana Hawk 209 TNI AU berhasil mencegat F/A-18 Hornet Australia. Nah, keberadaan Hawk 209 dan Hawk 109 kala itu bagian dari deploy satu flight (3 pesawat) tempur dari pangkalan utama ke pangkalan aju di Lanud El Tari, Kupang, NTT.
Baca juga: Awas! Black Flight di Atas Lanud El Tari
Lalu di bulan September 2015, satu thunder flight Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker TNI AU ditempatkan di pangkalan aju (Lanud Hang Nadim, Batam) untuk pengamanan ruang udara di Kepualauan Riau dan Kepulauan Natuna dari black flight. Sebagai informasi, home base Su-27/Su-30 Flanker Skadron 11 TNI AU ada di Lanud Hassanudin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Baca juga: Momen Potensial Munculnya Black Flight di Indonesia
Nah, untuk ‘menggerakan’ flight jet tempur, TNI AU umumnya mengerahkan pesawat angkut C-130 Hercules. Di dalam ruang cargo Hercules terdapat GSE (ground support equipment), spare part, peralatan perbaikan ringan, persenjataan, dan kru teknisi pesawat. Yang kesemuanya masuk dalam logistics footprint.
Kemudian yang jadi pertanyaan, apakah sistem dukungan logistik pesawat tempur selama ini telah efektif dan efisien? Ambil contoh, saat flight Hawk 209/109 digelar di El Tari, Kupang, disertakan satu C-130 Hercules. Lalu saat operasi Elang Khatulistiwa di Wilayah Sulawesi Tenggara, lima unit jet Hawk 109/Hawk 209 Skadron Udara 1 turut menyertakan dua unit C-130 Hercules untuk GSE. Tentu saja masing-masing operasi punya karakteristik yang berbeda, seperti rentang waktu misi dan perangkat GSE yang mungkin kurang mendukung untuk mobilitas.
Dalam wawancara di ajang Singapore Air Show 2016 (18/2/2016), Magnus Hagman, Campaign Director Gripen and Airborne Systems Saab Asia Pacific menyebut, bahwa urusan logistik menjadi perhatian penting dalam gelar pesawat tempur Gripen. “Kami dapat men-deploy satu skadron Gripen hanya dengan dukungan satu unit C-130 Hercules,” ujar Magnus kepada Indomiliter.com. Magnus yang juga mantan pilot tempur Gripen mengungkapkan dukungan satu unit Hercules untuk 10 unit Gripen bisa berlangsung untuk waktu empat minggu. Hal ini menegaskan bahwa Gripen sebagai jet tempur yang ekonomis dari sisi dukungan logistik. Sebelumnya Gripen juga dikenal sebagai jet tempur yang punya flight per hour paling rendah untuk ukuran jet tempur modern single engine.
Baca juga: PIRATE – Penjejak Target Berbasis Elektro Optik di Eurofighter Typhoon dan JAS 39 Gripen
Minimizing the logistics footpirint jadi salah satu bagian dari paket yang ditawarkan Saab ke Indonesia dalam ‘Swedish Air Power Package.’ Selain skadron Gripen, dalam paket tersebut Saab juga menawarkan pesawat intai dengan radar Erieye Airborne Early Warning & Control system, sekilas tawaran Saab ke Indonesia mirip dengan paket yang telah di deliver ke Thailand.
Model minimizing the logistics footpirint dipandang pas untuk diterapkan di TNI AU, mengingat gelar satuan jet tempur dari home base ke pangkalan aju akan terus berlanjut di masa depan. Ditambah, kondisi TNI AU yang minim kapal tanker untuk air refuelling, karena unit KC-130B Hercules TNI AU tinggal satu yang siap operasi, menjadikan model boyong flight ke pangkalan aju menjadi pilihan terbaik. Bila sebelumnya 1 unit C-130 Hercules TNI AU hanya mampu mendukung tiga jet tempur, dengan Gripen, Hercules TNI AU mampu mendukung operasi 10 – 12 unit pesawat tempur.
Baca juga: KC-130B Hercules – Tingkatkan Endurance Jet Tempur TNI AU
Spesifikasi Gripen yang low cost operation, plus mampu mendarat di jalan raya yang tidak terlalu lebar, bahkan di landasan yang tidak beraspal, menjadi poin menarik untuk Indonesia yang kerap terkendala urusan budget operasi pertahanan. Terkait take off and landing, Gripen NG mampu lepas landas di runway sepanjang 800 meter, canggihnya lagi untuk mendarat hanya butuh 500 meter dengan dukungan canard sebagai air brake.
Baca juga: Melihat Skema Combat Radius (Calon) Jet Tempur Baru TNI AU
Baca juga: Inilah Dilema Pengadaan Jet Tempur: Acquisition Cost Vs Life Cycle Cost
Meski Menhan Ryamizard Ryacudu kini telah memutuskan pembelian 10 unit Sukhoi Su-35 Super Flanker sebagai pengganti jet F-5 E/F Tiger II, pihak Saab menyatakan masih tetap fokus dan memberi komitmen untuk menawarkan beragam paket persenjataan untuk Indonesia, tak terkecuali untuk air power package. Saab di Indonesia telah memasok beragam alutsista, diantaranya rudal RBS-70 dan radar Giraffe untuk Arhanud TNI AD, dan paket KCR (Kapal Cepat Rudal) Klewang Class kabarnya juga akan menggunakan rudal anti kapal RBS-15. (Haryo Adjie – Singapura)
Baca juga: RBS-15 MK3 – Rudal Anti Kapal Untuk KCR Klewang Class TNI AL
Sebuah opsi yg cukup bagus..
Assalamu’alaikum
wah! jalan rayanya bagus ya, tidak seperti jalan” disini banyak lubangnya.
kalau mau pesawat pencegat yang murah dengan konsep kamikaze/bunuh diri, kenapa tidak beli pesawat jet komersil saja, multifungsi juga.
aahhh dengerin radio lagi ah
daerah saya jalannya super mulus
makanya kalau pilih bupati/walikota/gurbenur yang bener
@lanang
Setujuuu bung, pake hawk 109 ajalah kalo mau nyegat pesawat sipil, atau KT1, atau super tukino, atau f5 jangan dipensiunkan, dipake khusus ngejar2 blackflight pesawat sipil aja hehehe
Wuihh…rame soal Gripen….?
Yang jelas Gripen bkn Cure untuk segala kuman…emang kita butuh pespur mesin tunggal untuk kuda beban…tapi akan lebih bijak kita ambil yg sdh familier dengan kita dan nyambung dengan radar radar kita…itu ada pada Hawk dan F16…Urusan gebuk menggebuk serahkan pada Sukhoi…emang Sukhoi gak layak buat cari cari black flight…gak sesuai ongkos…keluarin aja kalo sdh jelas sasaran destroynya…
Tapi akan lebih sip lagi kalau kita punya pespur multirole mesin ganda yg nyambung dengan radar kita agar coverage area lebih luas dan gak menyulitkan logistik…pilihannya jelas Rafale atau Typhoon…?
@wehrmatch
Namanya kok susah bener bang? Kalo ujian apa ga salah-salah tu nulis namanya?
Bijimane rafale atau typhoon lebih mudah urusan logistiknya? Dari mesin, radar, pernika dll gak ada yang sama dg armada f-16 tni….kalo gripen c/d kan paling engga mesine sama dg kepunyaan T-50?
Maksute gampang logistik gak perlu geser geser flight ke pangkalan aju gitu loh…jika home basenya di medan misalnya gak perlu logistik di geser ke Natuna untuk menjangkau wilayah utara Indonesia…masih dlm range…
setuju dgn pendapat wehrmacht, berharap akan ada pengadaan untuk pespur bermesin ganda yang bisa digunakan sebagai kuda beban seperti farale atau typhoon.
jangkauan pespur tersebut cukup baik dan bisa cover wilayah yang jadi operasi mereka tanpa perlu lakukan pemindahan beberapa unit atau flight pespur tersebut,
sukhoi dari awal memang untuk hajar menghajar dan bukan untuk sebagai kuda beban
Lapangan aju berguna agar CEPAT bereaksi
kalau dari medan atau makassar, butuh WAKTU 1 – 2 jam untuk sampai sasaran.
Pesawat penerbangan Gelap sudah keburu KABUR
belum lagi BBM yang dikeluarkan akan sangat besar
Bang admin terus kabari kami tentang siangpore airshow…Dan tolong but artikel Dari Situ’s weaponsystem net..khusunya alustsista yg kya pux
Kalau dari performa grippen ada dibawah f16, tapi kalau pikirannya cost oriented yah pilih grippen,, mau nanya sekalian di blogspot sebelah katanya klewang hanya akan dibuat 1 unit dan itu pun tanpa dukungan saab, tanpa sewaco dan rbs 15,, ada yg bisa meluruskan??
Dalam hal apanya kok dibawah F-16 ?
Gripen mempunyai Canard, sudah jelas manuvernya lebih bagus
Gripen E/F sudah bisa Super-Cruise, F-16 tidak bisa, bahkan Su-35 juga tidak
Gripen E/F sdh memakai AESA 200 derajat Sight, F-16 AESA nya hanya 160 derajat Sight
Gripen E/F mampu memakai semua rudal di dunia (Customize), kecuali Rusia dan China
Gripen E/F build-in APU dan mampu take-off dan landing di jalan raya, F-16 tidak disarankan dan tanpa APU
Gripen E/F memiliki Avionic layar tunggal touchscreen mirip F-35, sedang F-16 masih seperti dulu 3-4 layar
KRI Klewang hanya dibuat satu, dan BERNASIB sama dengan KCR-60
Karena kekurangan DANA, maka kemungkinan akan dipersenjatai dengan meriam 40mm peninggalan kapal LST yang sudah pensiaun
Radar pun hanya memakai Radar biasa, semacan Furuno FAR2127
@jangkrik
Wuiisss lancar banget nyebutin spek gripen…udah mirip oom GI aja?
Iya deh, moga-moga lekas direken gripennya
viper 1. alias f-16 block70 jg berkememampuan supercruise tp sama sprt gripen, rafale, su-35 cuma bisa dilakukan dlm kondisi tanpa muatan yg bisa melakukan supercruise dgn muatan penuh cuma pakfa, typhoon & f-22
2. meskipun tanpa canard f-16 jauh lbh baik dlm low speed manuver dibandingkan gripen meskipun blm selevel hornet. justru dlm dogfight viper bisa lbh baik dibandingkan gripen krn climbrate & akselerasi lbh baik
3. bisa jd itu spek desert falcon alias blok 60 dgn radar apg-80 tp viper yg ditawarkan memiliki spek radar diatas apg-80 bhkn blok 52 milik singapura yg diupgrade
4. tinggal duitnya saja. f-16 desert falcon milik uea bisa pake rudal bikinan prancis macam matra, mica bhkan rencananx meteor. platform milik polandia & korsel bhkn bisa python & derby. toh sukhoi kita jg blm diupgrade mjd spek ala au rusia krn bujetnya cekak
©Mas Hermawan: Sejak ada pergantian KSAL ada perubahan kebijakan, persetujuan untuk pembangunan Klewang akhirnya di hold saat ini, karena masalah perbedaan kebijakan antara pimpinan lama dan pimpinan baru di TNI AL.
Y smuanya sudah dibeli,,makanya grippen and thypon tetep datengin indonesia,,bukan soal saingan dengan SU 35,tp emng udh krja sama dgn RI..termasuk F15 dr US,,gk da yg tau kan??coba cari berita soal hibah 24 f16 dan f15..justru f16 nya yg diangkat beritanya,,f15 nya gk diangkat..itulah,,coba pikir.psti bnyak yg comment ora percaya..untuk clue nya lihat video latgab tni 2014,,,dstu muncul f15 …hahaha itu namanya tik tak..ups,,tak tik
Mas jangan menyebarkan ALIRAN sesat disini
Lebih baik anda kembali ke JKRG saja
Rasanya RISIH sekali melihat komentar anda
@admin
Liputan yang keren….mantab
Oom bagi info tentang pembangunan national datalink dong, update erieye-nya sekalian heeee
Update Erieye sekarang jadi GlobalEye – ini artikelnya http://www.indomiliter.com/globaleye-sistem-radar-aewc-multimode-dengan-extended-range-dari-saab/
@admin
Heeee…maksudnya TNI jadi beli erieye ndak oom, kali aja dst punya infonya?
Lagian buat TNI punya erieye aja udah manteb bgt, belum perlu yang global-eye…kalo globalnya lagi rewel kan pengawasan udara dan maritim lsg ompong.
kalo 1 hercules bisa mengcover sukhoi berapa peswat bung admin?
kurang tahu pasti mas, cuma dengan tipe pesawat yang twin engine pasti lebih banyak spare part dan logistik yang harus dibawa.
pasti, pswt gripen itu semacam denjaka/kopassus. menyerang dengan senyap..bisa segala kondisi, misi ekstrem yg rumit.. kl sukhoi itu pencegat bisa mengejar, dogfight, mengawal NKRI..
Nyatanya kemarin pesawat sipil baling baling dari Australia, hampir gagal dicegat Sukhoi, 2 jam sukhoi mondar mandir mencari
itu karena Radar Master-E dan Su-27/30 ngak bisa singkron
2 jam x 400 juta x 2 pesawat = Rp. 1,6 Milyar uang terbuang percuma
bandingkan dengan GRIPEN yang hanya Rp. 200 juta
dan gripen bisa singkron dengan Radar Master-E
Memilih Su-35 ==> Emosi Sesaat yang Sangat Merugikan
Jatuhnya T-50 dan Super Tucano kemungkinan juga karena Sukhoi
Karena uang Pemeliharaanya diserap si Vampire Sukhoi
Memilih Su-35 ==> Emosi Sesaat yang Sangat Merugikan…..
bisa gak dijelaskan dari segi mana emosi sesaat? jika slah kenapa tidak ada yg protes terkait pembelian tersebut?
Jatuhnya T-50 dan Super Tucano kemungkinan juga karena Sukhoi
Karena uang Pemeliharaanya diserap si Vampire Sukhoi…..
“hebat dong bisa nebak penyebab jatuhnya dua pesawat TNI, punya data dan referensi terkait dengan komentar tersebut? kalo hanya tebak-tebakan lebih baik tunggu hasil penyelidikan dari pihak TNI AU
jika didasarkan anggaran lebih banyak diserap sama sukhoi masa pespur lain seakan2 di anak tirikan?
Kemungkinan Su-27/30/35 kedepannya akan digantikan oleh IFX yang berjumlah 50 unit
Karena masa pakai Su-27/30 sekitar 15 tahun, sedang Su-35 sekitar 25 tahun…..
memang pemakaian umur rangka su-27/30 paling banter 3000 jam, namun bisa saja rangka su-27/30 bisa di upgrade seperti f-16 (falcon star, MLU dll)
batch pertama tiba 2003 paling 2018 sudah pensiun dong, atau lihat saja tanggal mainnya
4 su27/30 pertama jaman pemerintahan mbok reddy pinky sdh dikirim ke ukraina utk penggantian airframe & mesin
Komunikasi dan Logistik adalah hal yang paling penting
Argentina kalah perang juga karena Logistiknya ngak ada, disamping emang kalah jumlah
@jangkrik
konteksnya adalah gripen mengincar kue yg lbh besar dari cuma skdar pengganti tiger. realita cuma ada 5 skuadron tni au yg aktif dmn dgn target 11 skuadron artinya ada 6 skuadron lowong. 1 sdh jd hak su-35 tersisa 5
nah yg 5 ini yg saya ikuti dari berbagai forum (pastinya bukan jkgr) serta sumber tni yg saya temui mensyaratkan peranan pesawat sbg workhorse, gen 4-4,5, low cost operational & tentunya multirole artinya sdh jelas su-35 tdk mmnuhi syarat diatas. jgn lupa disini kohanudnas jg turut dlm mengambil kputusan & jgn lupa kohanudnas cukup dikenal agak pro alutsista barat. justru dari sumber ane peluang terbesar yg mengisi 5 skuadron tsb antara viper, gripen & jf17. typhoon rumornx mengincar 4 skuadron kohanudnas
Kohanudnas pasti akan pilih pesawat pencegat yg mudah dan murah untuk digelar dan jadi kuda beban dan tetap unggul dan handal dalam berbagai situasi.
Apalagi punya 4 Kosekhanudnas yg perlu minimal 1 flight pesawat buru sergap untuk tiap Kosek, alias disebar.
Apakah Typhoon fan Rafale cukup mudah dan murah untuk digelar dan jadi kuda beban buru sergap? (Kalau handal dan unggul sih sudah pasti lah)
@Ayam Jago
Mudah mudahan seperti itu
Kemungkinan Su-27/30/35 kedepannya akan digantikan oleh IFX yang berjumlah 50 unit
Karena masa pakai Su-27/30 sekitar 15 tahun, sedang Su-35 sekitar 25 tahun
Saya pikir dengan Gripen E/F, bahkan yg C/D, meski kaum pro sukhoi sering menyoroti soal beragamnya komponen AS di dalamnya, TNI-AU akan bisa mengembangkan sistem manajemen tempur terpadu yg jauh lebih baik daripada kondisi sekarang. Termasuk sistem logistik. Thailand adalah referensi bagus soal ini ditambah lagi negeri itu juga pelaku sistem pembelian cicilan seperti kita.
Jika kita pilih F-16 viper, saya pikir speknya tetap akan selalu di bawah F-16 Singapura. Dan F-16 kita tidak akan bisa isi bahan bakar di udara. Kecuali kita beli tanker udara yg yg punya dua sistem pengisian bahan bakar di udara.
@DropZone
Kalo buat kebutuhan cegat-mencegat black flight kayak nya Golden Eagle & Hawk lebih dari cukup,pelaku black flight mayoritas pesawat sipil keceptan subsonic..Terlalu terhormat pesawat sekelas Super King Air & piper di kejar pake Flanker,Falcon,Rafale,Gripen…..
@lanang
Betul bahwa T-50i Golden Hawk dan Hawk 209 / 109 cukup murah untuk dapat digunakan sebagai buru sergap.
Dalam memburu dan menyergap ini dibutuhkan akselerasi dan kecepatan. MiG-25 / 31 yg fokus burusergap itu menekankan percepatan, kecepatan, dan ketinggian terbang. Bahkan BAC Lightning milik RAF dari 1959 s/d 1988 sudah didesain berkemampuan supercruise sebagai pesawat pencegat.
Pesawat kecil bermesin piston yg lambat pun, jika lokasi pelanggarannya jauh (mengingat luasnya Indonesia), akan membuat pemburusergap harus sigap berakselerasi dan cepat sampai.
Nah Gripen NG /JAS-39E punya supercruise yaitu mencapai kecepatan suara / mach tanpa reheat alias lebih irit daripada yg pakai afterburner seperti Hawk 109.
Jadi, fungsi burusergap / cegat untuk Kohanudnas sehari-hari, saya cenderung lebih pilih JAS-39E Gripen NG. Efisien, efektif: murah, cepat, jaringan, ekspedisionaris (jalan raya tanpa terlalu banyak unit pendukung darat).
Kalau dilihat, pespur Eropa saat ini semua pakai model sama : delta canard.
Keunggulan delta (seperti Mirage 2000 over F-16) adalah menunjang kecepatan tinggi. Untuk kompensasi kelincahan, selain relaxed stability (pusat massa tidak di pusat volume) juga digunakan canard. Memang untuk dogfight radius kecil, F-16 dapat mengungguli Mirage 2000. Tetapi untuk tugas beban yg fokus di burusergap sehari-hari (lebih kecil kemungkonan dogfight) tentu akan lebih perlu percepatan dan percepatan serta tentunya hal umum seperti irit, murah, mudah, dst.