Gantikan Su-35, Idealkah Jet Tempur Stealth F-35 Lightning II untuk Indonesia?

Kabar tentang pembatalan pemesanan 11 unit Sukhoi Su-35 oleh Indonesia, seperti yang diwartakan oleh Bloomberg.com pada 12 Maret 2020, rupanya membuka wacana baru, yaitu sumber dari Bloomberg.com menyebut Indonesia menginginkan F-35 Lightning II, jet tempur generasi kelima yang punya kemampuan stealth. Sebaliknya, Amerika Serikat ‘hanya’ menawarkan F-16 Viper untuk Indonesia. Terlepas dari tawarkan tersebut, sejatinya F-16 Viper memang telah digadang TNI AU untuk mengisi dua skadron tempur, dan bukan untuk menggantikan pesanan Su-35.

Baca juga: Babak Baru (Lagi) – Indonesia Dilaporkan Batal Beli Sukhoi Su-35

Selang beberapa waktu kemudian, Wakil Menteri Pertahanan Wahyu Sakti Trenggono di situs cnnindonesia.com (18/3/2020), menyebut bahwa Ia sedang membuka peluang untuk mengganti pengadaan Su-35 dengan pesawat jet F-35 dari AS. “Sedang menjajaki untuk mengganti pengadaan ke F-35 dari AS,” ujar Wahyu.

Namun, sepertinya Indonesia berusaha menjaga hubungan baiknya dengan Rusia di tengah tekanan dari Amerika Serikat. Konkritnya, pemerintah Indonesia tidak membatalkan pesanan 11 unit Su-35 dari Rusia. Meski disisi lain, Wamenhan mengakui saat ini Indonesia belum bisa membeli pesawat tersebut dari Rusia. Menurutnya, masih ada beberapa kendala dalam rencana pembelian tersebut. Namun, Ia enggan mengungkapkan apa saja kendala yang tengah dihadapi Indonesia hingga membuat pembelian 11 jet tempur itu mandeg.

F-35 yang punya kemampuan stealth dengan RCS 0,005

Terkait dengan tersebutnya nama F-35 sebagai pengganti Su-35, sejumlah analisa mengemuka, seperti apakah jet tempur yang kini tengah dipesan Singapura dan Australia ini, adalah sosok jet tempur yang pas dan ideal untuk TNI AU di masa mendatang? Lepas dari soal harga akuisisi yang selangit dan biaya operasional, ada beberapa aspek yang harus dipertimbangkan, seperti:

Kekuatan Penyeimbang
Harus diakui postur kekuatan udara Indonesia berada di bawah Singapura dan Australia, namun kepemilikan TNI AU atas 16 unit Sukhoi Su-27/Su-30 menjadi efek deterens tersendiri di kawasan. Penggunaan jet tempur yang berbeda dari yang dimiliki Singapura dan Australia, seolah menjadi kekuatan penggetar tersendiri.

Bukan bermaksud mengesampingkan peran keluarga F-16, namun harus diakui, untuk Singapura dan Australia, F-16 tentu tak memiliki efek deterens yang maksimal. Apalagi negara tetangga mengetahui, sistem senjata yang melengkapi F-16 Indonesia masih sangat terbatas, hal yang berbeda bila dibandingkan armada Sukhoi di Skadron Udara 14 dan Skadron Udara 11 yang terbilang full armament.

Kembali ke tentang F-35 yang mulai dilirik Indonesia, maka bila jet tempur besutan Lockheed Martin itu kelak jadi diakuisisi Indonesia, terlepas dari seberapa canggihnya F-35, tetap saja efek deterens tidak akan maksimal, lantaran Australia dan Singapura sudah lebih dulu mengoperasikan, pun dalam kuantitas yang rasanya memang akan lebih banyak dari yang mampu dibeli oleh Indonesia.

F-35B Lightning II, bisa lepas landas vertikal seperti Harrier.

Periode Pengadaan
Lepas dari kemampuannya yang kontroversial, harus diakui pesanan F-35 dalam tiga varian (F-35A/F-35B dan F-35C) lumayan besar. Order keluarga F-35 total mencapai ribuan, dengan produksi per 3 Maret 2020 sudah mencapai 500 unit. Negara pengguna/pemesan F-35 yaitu Australia, Denmark, Belgia, Israel, Italia, Jepang, Belanda, Norwegia, Polandia, Korea Selatan, Singapura dan Inggris. Kebanyakan dari negara-negara tersebut sudah menerima beberapa unit, dan tengah menanti proses produksi dan pengiriman selanjutnya.

Yang paling dekat seperti Australia, dari 72 unit F-35A yang dipesan, saat ini 14 unit yang sudah dikirim. Rencananya tahap terakhir pengiriman F-35A Australia akan tuntas pada pertengahan 2023. Lalu Singapura, negeri ini telah mengorder 12 unit F-35B yang punya kemampuan vertical or short takeoffs and vertical landings (STOVL). Rencananya unit perdana F-35B pesanan Singapura akan mulai berdatangan pada tahun 2024.

Dari paparan di atas bisa ditebak, andaikan Indonesia benar-benar ingin mengakuisisi F-35, berapa waktu tunggu yang harus dinanti oleh TNI AU untuk mengisi ‘kekosongan’ armada di Skadron udara 14. Sebagai jet tempur baru, waktu produksi, pengujian sampai pengiriman rata-rata butuh waktu 3-4 tahun.

Baca juga: Tak Terima Kabar ‘Pembatalan,’ Rusia Yakin Indonesia Masih Tertarik Pada Sukhoi Su-35

Izin dari Penjual
Tak selamanya “pembeli adalah raja,” dalam konteks ini penjual yang lebih dominan atas disetujui atau tidaknya pengadaan alutsista strategis. Atas beberapa pertimbangan politik khas Negeri Paman Sam, artinya belum tentu juga AS memberikan izin penjualan F-35 kepada Indonesia. (Haryo Adjie)

100 Comments