Evakuasi Air Asia QZ8501: Saatnya Unjuk Kemampuan Sonar Kapal Perang TNI AL
|Secara tak langsung, momen evakuasi korban dan pencarian badan pesawat Air Asia QZ8501 menjadi ajang unjuk kemampuan alutsista bawah air, khususnya pada kinerja perangkat hull mounted sonar (sound navigation and ranging) yang ada di beberapa kapal perang TNI AL. Tak tanggung-tanggung, misi pencarian yang terkendala gelombang tinggi ini melibatkan beberapa kapal perang TNI AL, sebut saja KRI Bung Tomo 357 dan KRI Sultan Hasanuddin 366 SIGMA Class.
Tak hanya kedua korvet anyar yang digelar TNI AL di kawasan Selat Karimata, masih ada jawara TNI AL lain yang diikutkan, yakni KRI Yos Sudarso 353 dari frigat Van Speijk Class. Sebagai kapal-kapal perang utama dari Satuan Eskorta Komando Armada Timur, baik korvet dan frigat dilengkapi hull mounted sonar untuk misi AKS (anti kapal selam). Perangkat ini ditempatkan di bawah lambung, bisa di tengah atau bisa juga di lambung depan. Seperti KRI Bung Tomo 357 dilengkapi hull mounted sonar besutan Thales Underwater Systems TMS 4130C1. Sementara SIGMA Class KRI Hasanuddin 366 dibekali Thales Kingklip medium frequency active/passive. Kemudian KRI Yos Sudarso 353 dibekali sonar Thales PHS-32.
Secara umum, hull mounted sonar dirancang untuk mendeteksi keberadaan kapal selam lawan, dan menteksi ancaman yang berasal dari torpedo dan ranjau laut. Karena ditempatkan di bawah lambung, kemampuan deteksi hull mounted mencapai 360 derajat. Mengenai kemampuan dan spesifikasi teknis antar jenis hull mounted sonar tentu ada perbedaan. Sebagai contoh sonar Thales PHS-32 yang ada di KRI Yos Sudarso 353, dapat melalkukan automatic tracking hingga empat sasaran sekaligus. Thales PHS-32 juga ditanam pada frigat KRI Fatahillah 361 dan KRI Ki Hajar Dewantara 364. Kemampuan hull mounted sonar juga mampu mendeteksi keberadaan logam yang ada di dasar laut.
Soal kemampuan deteksi bergantung pada kemampuan frekuensi dan bandwidth yang digunakan. Untuk sonar Thales PHS-32 dapat mendekteksi hingga kedalaman ribuan meter. KRI Fatahillah 361 berhasil mendeteksi keberadaan logam pesawat Adam Air yang jatuh di perairan Majene, Sulawesi Barat. Saat itu kedalaman logam yang berhasil di deteksi berada di kedalaman 1.600 meter.
Selain hull mounted sonar yang ada di korvet dan frigat TNI AL, armada TNI AL juga mengerahkan side scan sonar. Sonar jenis ini berupa konsol yang diturunkan ke dalam laut, yang pengoperasiannya dengan cara ditarik lewat kabel dari kapal pengendali. Side scan sonar menjadi kelengkapan pada kapal pemburu ranjau Tripartite Class. Ada dua kapal buru ranjau di Tripartite Class, yakni KRI Pulau Rengat 711 dan KRI Pulau Rupat 712. Lambung kapal ini dibangun dari material khusus yang tidak menimbulkan jejak magnetik, yakni mengadopsi jenis plastik yang diperkuat dengan kaca (glass-reinforced plastic atau GRP). Untuk perangkat buru ranjaunya menggunakan sistem sensor dan processing 1 unit Sonar DUBM, 1 Thales underwater system TSM, side scan sonar, Sonar TSM 2022, 1 SAAB Bofors Double Eagle Mk III Self Propelled Variable Depth Sonar, dan 1 Consilium Selesmar Type T-250/10CM003 Radar. Selain kemampuan sonar KRI Pulau rengat juga memiliki PAV (Poisson Auto Propulsion), sejenis kapal selam selam tanpa awak yang sanggup mendeteksi keberadaan pesawat di laut dalam. kapal selam ini mempunyai jangkauan satu kilometer dengan kemampuan penetrasi hingga kedalaman 500 meter.
Mengingat medan pencarian yang cukup luas, informasi terkini juga menyebut kehadiran kapal KM Baruna Jaya IV milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Kapal buatan PT PAL ini dibekali alat sensor sonar yang dapat mendeteksi bentuk atau objek di permukaan laut sedalam 2.500 meter. BPPT juga akan membawa alat sensor sonar portabel yang mendeteksi di kedalaman 250 meter.
Dalam operasinya, sonar dapat menjalankan mode multi beam untuk penyebaran sinyal sonar. Artinya, sinyal sonar yang dikirim dapat menjangkau permukaan atau objek di sekitar jalur kapal. Ini berbeda dengan single-beam yang sinyal sonarnya hanya dapat menjangkau garis rute yang dilewati kapal, sehingga objek atau permukaan di sekitarnya tidak terdeteksi.
Ketika dipakai untuk mencari benda di dalam air, Sonar akan menggunakan gelombang suara bawah air yang dipancarkan dan dipantulkan untuk mendeteksi serta menetapkan lokasi objek bawah laut. Data suara akan dipancarkan ulang ke operator melalui speaker untuk kemudian ditampilkan ke monitor dalan wujud visual. Data-data itu berasal dari hasil pantulan gelombang suara yang dikirim ke bawah permukaan laut. Selama ini Sonar telah dipergunakan untuk mendeteksi kapal selam, ranjau, mendeteksi kedalaman, menangkap ikan secara komersil, keselamatan dan berkomunikasi di laut. (Gilang Perdana)
tragedi air asia…membawa banyak pelajaran….kapal sekelas sigma/bung tomo class….sangat sulit juga hadapi ombak diatas 3 meter….sedang kapal amerika simpson…endurance dan ketahanan ombak lebih jago….sudah saatnya basarnas atau tni al punya kapal besar diatas 5000 ton untuk hadapi cuaca ganas laut kita+ heli multi guna sea hawk terlihat ketangguhannya
Maaf agak kurang tepat ttg kelas sigma dan bung tomo sulit menghadapi ombak 3m +, mereka tak ada masalah, mereka memiliki pola hull kapal berbentuk V dan memiliki sirip penyeimbang aktif . Utk ombak spt itu memang paling minimal bobot 800 ton spt kelas Parchim. Walau LPD spt kri banda aceh cukup ideal. Itu terlihat bahwa tni al membutuhkan kapal min. panjang 80m dg bobot min. 1200 ton utk beroperasi di lautan wilayah zee.
Towed sonar bisa dipasang di sigma tp mmg harganya mahal, indonedia pernah ditawari perancis, sementara ini sonar fregat dan korvet kri ditujukan utk operasi asw, beda spek, strategi, dan peruntukan dg sonar utk seabed mapping.
jadi kalo mau dibilang gk beres dgn kekuatan sonar ya emang gk fokus ke ASW sama seabed mapping kok…
Soal towed sonar memang cukup susah digunakan pada Sigma… rata2 towed sonar mengharuskan kapal dgn bobot yg besar untuk mengakomodasi kabel sepanjang ratusan meter…yg ane liat di web thales ya begitu
ada pelajaran berharga tentang kasus air asia ini…beberapa kapal kita sebenarnya sudah wara wiri dititik diduga bangkai pesawat….tapi gagal deteksi di titik yg sama….info yg saya dapat…sebenarnya baruna jaya yg deteksi duluan…kecurigaan ini kemudian agar bung tomo class cek ulang…baru mereka nyatakan memang terdeteksi….anehnya kri bung tomo kemarin2 sudah menyapu area itu…..ada yg gak beres dengan kekuatan sonar kri kita….sensor sonar baruna jaya kayaknya yg terbaik
Tulisan artikel yg bagus sekali.
sedikit tambahan, khusus sonar kapal perang mempunyai 2 mode, mode aktif dan pasif. Mode aktif dimana sonar memancarkan gelombang suara dan akan menganalisa hasil pantulannya, sedangkan mode pasif sonar mendengar suara yg dihasilkan kapal atau objek musuh.
Umumnya sebuah kapal termasuk kapal selam dg hull mounted sonar bisa mendengar hampir seluruh aspek derajat sudut kecuali sudut 180° itu krn terhalang oleh suara baling2 sendiri, itu bisa diatasi dg penggunaan towed sonar, saat ini di Asean br singapura yg sudah pakai dan Gowind malaysia direncanakan menggunakan towed sonar ini, sedangkan sigma pkr10514 Indonesia belum ada kabar.
dalam peperangan penggunaan sonar, spt halnya radar, tak bisa seenaknya, sonar atau radar aktif sebuah kapal dapat dideteksi kapal musuh sejauh 3x jarak efektif sonar atau radar tsb.
Terima kasih untuk tambahan infonya mas Budiman 🙂 Bravo
Jangan sampe kalah dari kapal punya Singapura, kalo kalah sama sonar USS Sampson masih wajarlah.
cakeep thx artikelnya min…tmbh lg wawasan ttng Alusista indonesia… 🙂