Duh, Pengadaan Jet Tempur Rafale Tidak Termasuk dalam Green Book Bappenas

Meski belum ada konfirmasi resmi, ada kabar yang kurang menyenangkan terkait rencana pengadaan alutsista di Indonesia. Persisnya pengadaan jet tempur Dassault Rafale untuk TNI AU dan frigat FREMM (Frégate Européenne Multi-Mission) Bargamini Class dari Fincantieri tidak termasuk ke dalam daftar prioritas alutsista di Green Book.
Baca juga: Sah, 6 dari 42 Unit Jet Tempur Rafale Pesanan Indonesia Telah Teken Kontrak Hari Ini
Mengutip sumber dari Janes.com (24/5/2022), disebutkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Republik Indonesia telah ‘menghilangkan’ program pengadaan pertahanan utama dari daftar proyek prioritas yang disetujui untuk pendanaan asing pada tahun 2022.
Daftar ini biasanya disebut sebagai Green Book. Dan yang tidak termasuk dalam daftar adalah program untuk melengkapi TNI AU dengan pesawat tempur multirole Rafale dari Dassault Aviation, dan Angkatan Laut Indonesia dengan frigat berpeluru kendali FREMM dari Fincantieri. Kontrak untuk dua alutsista ini ditandatangani pada tahun 2021.
Seperti halnya pada ‘kasus’ pengadaan Sukhoi Su-35 dari Rusia, proyek pengadaan 42 unit jet tempur Rafale sudah ada kontrak kesepakatan pengadaan (MoU) yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly di kantor Kemhan RI pada 10 Februari 2022.
Namun, proses tersebut masih harus dilanjutkan ke tahap kontrak efektif, dimana proses pengerjaan pesawat pesanan oleh pihak pabrik akan dimulai setelah negara pembeli melakukan pembayaran uang muka (down payment). Nah, dana DP inilah yang berasal dari pinjaman asing, yang untuk alokasinya membutuhkan persetujuan dari Kementerian PPN.
Sejatinya tidak disebutkan berapa nilai kontrak aktivasi untuk pengadaan 6 unit Rafale dan 36 unit sisanya. Update berita dari reuters.com (10/2/2022), menyebutkan kesepakatan untuk pembelian 42 unit Rafale untuk Indonesia ada di angka US$8,1 miliar.
Sementara, program pengadaan yang lolos dalam daftar akuisisi, selanjutnya akan diteruskan ke Kementerian Keuangan, yang kemudian akan memutuskan jumlah akhir pinjaman luar negeri yang dapat diperoleh untuk tahun anggaran (TA) 2022.
Dokumen yang diperoleh Janes pada 24 Mei menunjukkan bahwa di antara program yang telah dimasukkan dalam Green Book adalah mid life uprade untuk korvet Diponegoro Class dan korvet Bung Tomo Class. Selain segmen kapal eskorta, juga telah disetujui upgrade untuk batch pertama Kapal Cepat Rudal KCR-60M dan kapal patroli cepat FPB-57 untuk Satuan Kapal Cepat TNI AL.
Baca juga: Masuk Usia 18 Tahun, Saatnya Korvet Bung Tomo Class Lakukan Modernisasi CMS
Program pengadaan drone medium-altitude long-endurance (MALE) yang lebih banyak untuk TNI AU juga masuk dalam Green Boook do tahun 2022. Secara keseluruhan, jumlah program yang termasuk dalam daftar proyek prioritas alutsista yang dapat memperoleh pendanaan asing mencapai US$2 miliar. (Gilang Perdana)
negara luar udah nyampe bulan dari jaman baholak…Indonesia jangan kan bulan,
malahan baru bikin roket untuk peluncuran satelit…orang orang seperti ini yg g bisa buat Indonesia power…mendingan di ganti aja…yg bersifat menghalangi pembelian alutsista untuk pertahanan negara ,harusnya di ganti jabatan nya…Harga keamanan NKRI tak sebanding dengan pejabat seperti ini…
Rafale kan belinya pake duit kenaikan harga minyak goreng sama BBM jadi jgn negatif thinking dulu
Yang 6 ekor juga belum mulai dibuat.
Paling DP buat sisanya tahun depan.
udah jauh-jauh bahas kontrak, eh ga masuk green book bappenas
lha piye to
Tenang adek2, soft diplomacy lebih diunggulkan pemerintah untuk saat ini menghadapi kemungkinan eskalasi ke depan🤭. Dengan lawan potensial dari utara, cukup dengan jepretan foto kedekatan pakdhe kita dengan para west leader yang diimplikasikan ke berbagai kerja sama berbagai sektor sudah cukup membuat gentar lawan😂😂
Jadi daripada dialokasikan ke hard power macam rafale, fremm, f-15 dll masih terlalu naif, mungkin bisa dialihkan ke economy forum baik regional maupun global sembari upgrade alutsista usang🤭
Mungkin masuk Pagu Anggaran 2023.
Bukan tahun ini,
karena tahun ini menyisakan setengah tahun lagi jadi difokuskan buat frigat Arrowhead
Jadi bukan tahunnya untuk frigat FREMM dan Rafale.
Ha. ha…udh bisa di tebak endingnya..
Mantap jiwa ! Hajar bleh ! Mungkin Harso dan Sri Mul ingin menyisihkan 11.000 T yg ada di kantong utk pengadaan Rafale, F-15 EX, F-16 Viper, F-35A, FREEM, Super Scorpene, sistim Patriot, Twister dan sistim pertahanan laut berbasis darat. Jadi tak perlu hutang luar negeri. Uangnya ada, tinggal kerja…kerja…kerja. Sang Jenderalpun sudah menyusun road map pertahanan kita yang gegar membahana. Ditambah ibu kota khayali juga membutuhkan pertahanan 5 dimensi berbasis metaverse, tentu green book-nya Harso itu semakin tidak dibutuhkan. Kurrraaa ! Laksanakan ! Bravo !
Suruh PLA masuk Kepulauan Natuna, dan mengklaim…. Setelah itu panggil Orang Bappenas dan Orang Menkeu lihat Alusista TNI AU – TNI AL, yang beroperasi di kepulauan Natuna, lihat itu F-16 yang sudah tua, lihat itu KRI – KRI yang sudah tua,(Ahmad Yani class)
Tidak masalah sih tidak masuk GREEN BOOK…
Nih loe-loe pade semuanya saya jelasin apa itu green book
“Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Indonesia tidak mencantumkan program pengadaan utama (Major Procurement Programmes) pertahanan dari daftar proyek prioritas yang disetujui untuk Pinjaman Luar Negeri (PLN) pada tahun 2022.
Daftar ini biasanya disebut di dalam negeri sebagai ‘Green Book’. Program-program yang termasuk dalam daftar ini akan diteruskan ke Kementerian Keuangan Indonesia, yang kemudian akan memutuskan jumlah akhir Pinjaman Luar Negeri yang dapat diperoleh untuk tahun anggaran (TA) 2022….”
Itu GREEN BOOK untuk pengajuan PENDANAAN pembelian dari pinjaman luar negeri alias HUTANG…
Jadi kalau tidak masuk GREEN BOOK, kemungkinan bisa sendiri pakai APBN SENDIRI
Kalou saja gak ada catsa, dengan 1,1M$ th 2020 sudah dapat 11 SU35 strooonk bingiiits lengkap senjata, gak mbulet gini jadinya,datengnya 2027 lagih😁
ini yang nge frank siapa sih om.
katanya 6 unit udah jadi kontrak efectip,sekarang malah bilang masuk buku hijau.perlu di klarifikasi kemenhan nih.
mau dibawa kemana pertahanan kita kalou semua hanya isu politik baik produk semi lokal maupun impor,ini kebiasaan buruk nih belum jadi dah rame diberitain pas engak jadi heboh.lah yang engak ada berita nya malah udah pada dateng.
Dari awal kan sudah jelas, kenapa baru terkaget-kaget sekarang ya, lha wong pemerintah saja saat itu adem2 saja no comment… tidak no tapi juga lebih banyak tidak yes nya…biar waktu yg menjawab. Sekarang dikit demi sedikit mulai terbuka, emang pemerintah ngawur apa rakyat saja masih susah masa mau beli kendaraan elit cuma supaya dilihat orang bergengsi…tak lah yaow…ikan dirampok cina di Natuna Utara tak masalah masih turah-turah ikan kita lha rakyat yang bisa makan ikan saja bisa dihitung pakai jari termasuk saya tentunya, nah dari pada mujair ikan yg banyak itu, tak kan Natuna dicaplok cina penting setiap waktu panen ikan mereka boleh ambil sampai penuh se kapal induk dan minta diawasi petugas kita…dan kemudian seperti biasanya bla bla bla selesai dengan sendirinya…kan ritual rutin tahunan di Natuna
Pilot rafale disuruh melakukan manuver cobra pugachev bakal nangis pilotnya tu. Langsung ejecting seat. Apa sebab, mesinnya loyo (maka perlu canards) dan nggk bisa bikin thrust nozzle vectoring (nggk punya material yg kuat (material logamnya langka, adanya di Rusia). Mana nggk kuat ngangkut bom2 seberat SU35. Wong dari dulu idamannya TNI AU Su 35 kok. Pilihan terpaksa, apa boleh buat. Biangnya ya Amerika itu, siapa lagi. Setuju sodara2?