DSME dan DCNS Berkompetisi Menangkan Proyek Overhaul KRI Cakra 401
Saat kapal selam Changbogo Class pertama tiba di Indonesia pada awal tahun 2017, maka kapal selam Type 209/1300 TNI AL telah memasuki usia 36 tahun pengabdian, maklum duo KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala resmi diserahterimakan ke Indonesia pada tahun 1981. Dengan usia Cakra Class yang kian menua, tak lantas kedua kapal selam ini akan dipensiunkan. Secara platform, Type 209/1300 masih serviceable, ditambah kedua kapal sudah pernah dilakukan repowering dan upgrade sistem elektronik.
Baca juga: KRI Cakra : “Siluman Bawah Laut” TNI-AL
Baca juga: AEG SUT 533mm: Heavyweight Torpedo dengan Pemandu Sonar Pasif dan Aktif
Dibalik itu, Korps Hiu Kencana juga masih mengharapkan jumlah ideal 12 unit armada kapal selam. Bila pesanan Changbogo Class komplit pun, jumlah total kasel TNI AL baru mencapai jumlah lima unit. Yang dari segi kuantitas masih tertinggal dari Singapura dan Australia. Selain Cakra Class, TNI AL juga masih akan terus mempertahankan alutsista yang didatangkan pada awal 80-an. Diantara yang seumuran kasel Cakra Class ada frigat Fatahillah Class dan KCR (Kapal Cepat Rudal) Mandau Class.
Baca juga: KRI Fatahillah 361 Laksanakan Mid Life Modernization
Baca juga: Mandau Class – Generasi KCR TNI AL Warisan Orde Baru
Tekait MEF III
Pengadaan kapal perang, khususnya kapal selam jelas membutuhkan waktu deal kontrak yang tak sebentar. Belum lagi adanya kewajiban ToT (Transfer of Technology) bila si kapal dibeli dalam kondisi baru. Setelah kontrak pembelian disetujui, proses pembangunan kasel juga tak sebentar, rata-rata lewat dari 12 bulan, apalagi komponen kasel banyak dipasok dari negara lain sebagai pihak ketiga.
Hingga kini Indonesia telah memasuki fase Minimum Essential Force (MEF) II untuk periode tahun 2015 – 2019. Kemudian berlanjut ke MEF III di periode tahun 2020 – 2024. Pemenuhan kuantitas kasel 12 unit boleh jadi baru akan terealisasi pada MEF III, dan itu pun rasanya berat jika harus melepas postur dua unit kasel Cakra Class saat ini.
Dan melihat peluang operasional Cakra Class yang masih panjang, mendorong galangan kapal asing yang berkompeten dalam penguasaan teknologi kasel untuk menawarkan proposal paket maintenance, repair dan overhaul (MRO). Dikutip dari Janes.com (15/11/2015), mengutip sumber dari TNI AL, ada proposal yang masuk secara terpisah, yakni dari Daewoo Shipbuilding dan Marine Engineering (DSME), Korea Selatan dan DCNS, galangan kapal asal Perancis. DSME jelas bukan nama asing lagi, inilah galangan yang membangun produksi Changbogo Class. Ditambah DSME adalah galangan yang mengerjakan proyek repowering KRI Nanggala 402 pada tahun 2012 silam. Sebaliknya DCNS, belum lama ini baru saja menawarkan proyek kasel Scorpene Class 1000 ke Indonesia.
Baca juga: Indonesia dan Perancis Bicarakan Pengadaan Kapal Selam Littoral Scorpene Class 1000
Baca juga: Scorpene Class Malaysia – Antara Kecanggihan Kapal Selam dan Skandal Korupsi
Lebih lanjut isi proposal dalam proyek MRO mencakup pengaturan dan pembagian tugas yang dilakukan bersama mitra lokal, yakni PT PAL untuk skema ToT. Disebutkan proposal MRO ini bernilai US$40 juta untuk modernisasi KRI Cakra 401 agar dapat terus beroperasi maksimal hingga tahun 2024. Pada Januari 2014, pihak PT PAL memang pernah menyebut jika KRI Cakra 401 sudah dijadwalkan untuk menjalani MRO.
Menanggapi berita ini, baik pihak DSME dan DCNS menolak untuk memberi komentar lebih jauh. “Memang ada sebuah kompetisi dalam proyek ini, namun untuk alasan komersial dan klausul kerahasiaan, kami tidak bisa memberi komentar,” ujar juru bicara DCNS. Proyek MRO cukup strategis, nantinya mencakup perbaikan mesin, instalasi perangkat elektronik baru, penggantian tiang periskop, dan upgrade CMS (Combat Management System) baru.
Baca juga: Kongsberg MSI-90U Mk 2 – Canggihnya Combat Management System di Changbogo Class TNI AL
Baca juga: Cassidian Optronics – Periskop Canggih Untuk Kapal Selam Changbogo Class TNI AL
KRI Cakra 401 sebagai flagship kasel TNI AL, di tahun 2004 sudah pernah dilakukan proses repowering di galangan DSME. Setelah perbaikan, kondisi kapal dapat mencapai 80-90%. Ini dapat dibuktikan dengan telah diujinya atau istilahnya NDD (Normal Diving Deapth) untuk mengetahui batas kedalamnya. Kemudiaan di tahun 2006, kRI Cakra 401 berangkat lagi ke Korea Selatan, saat itu untuk proses instalasi radar baru, sonar, dan sistem tempur. Nilai proyek pada tahun 2006 tersebut disebut mencapai US$60 juta.
KRI Cakra 401 dan KRI Nanggala 402 mulai dibangun sejak tahun 1977 oleh galangan Howaldtswerke di kota Kiel, Jerman. Dan kedua kapal dengan bobot 1.395 ton ini resmi masuk arsenal TNI AL pada tahun 1981. (Haryo Adjie)
Kalau jadi beli KILO kira-2 fasilitas produksi Kasel yang lagi dibangun di PAL bakal terpakai gak ya? Kapasitas produksinya khan maks 2000T sedangkan KILO +/-3000T. Semoga kelanjutan 209 tetap dibangun di Indonesia biar uang rakyat yg terpakai buat fasilitas itu kagak mubazir.
Itu gambar 1,2,3 kok antena dan periskopnya kok beda” ya min tempatnya?
#orangawam
Sebenernya sih ga ada yang beda 🙂 hanya mungkin diantara foto2 ada modul antena/periskop yang sedang dimunculkan dan ada yg sedang di “simpan.”
Oh gitu min makasi penjelasannya
Wait and see aja …
nggak usah debat kusir, nggak cape apa dah beberapa tahun ngebahas “lontong” …
Semangat terus PT PAL …
Loh…kok masih mau di retrofit lagi, kan rencana 2020 mau nambah museum kapal selam. Hehehe….
Produk Eropa/barat memang hebat mutunya
Bisa sampai hampir 50 tahun
jauh dibandingkan KILO (Rusia) yang rata rata hanya 20 tahun
seperti hibah KILO kemarin, Produksi Tahun 1980-an
2010 sudah pensiun
Kondisinya sdh rusak total ketika dilihat oleh TNI-AL
Rawan embargo coy, mangkanya nggak menang di pengganti F5
Kalo urusan body, besi dan metalurgi rusia itu juara, tapi kalo masalah elektronika rusia mmg sangat tertinggal, pada tahun 1980an saja urusan elektronika kilo sudah ketinggalan jaman dibanding type209 . Dulu urusan batere juga jadi masalah di kilo krn didesain utk operasi di laut dingin, kinerja batt jauh berkurang ketika suhu meningkat spt daersh tropis.
Menginngat keterbatasan dana, menurut saya untuk tugas patroli idealnya adalah kombinasi antara kapal selam dan juga drone udara. Kapal selam difokuskan untuk patroli dengan kemungkinan intensitas konflik tinggi yang notabene akan luas wilayah nya akan lebih sedikit dari pada wilayah dengan intensitas kemungkinan konflik yang rendah. Untuk wilayah dengan kemungkinan intensitas rendah tersebut sebaiknya di tugas patrolinya serahkan ke drone udara.
Semoga ks kita bisa bertugas baik lebih lama sampai ks yg baru datang.
idealnya perusahaan yg menangani mro ini adalah yg pengalaman baik dalam pembuatan dan perawatan tipe209, dalam hal ini antara lain dsme, korsel atau Golcuk, turki. Syukur2 bisa kerjasama dg pt. Pal
## Engkau sudah terlihat lelaaah…..ooooh yaaaaa,,,##
Kalau 401 di MRO,.. kasihan ya 402 ngeronda seluruh indonesia,… hehehe
Betul, makanya fungsi ronda jadi tidak efektif dengan keterbatasan kapal.
Lah berarti perairan kita udeh sering kecolongan ya min bnyak ks tetangga pade maen di wilyah perairan kita , karena keterbatasan ks apalgi suruh ngeronda 2/3 luas wilayah kita seluas eropa, hanya di jaga satu ks gila g” itu, tapi kok para petinggi kita adem” bae ya min, masa harus nunggu ks changbego tiba buat memaksimalkan keamanan laut kita kan changbego masih beberapa tahun lgi masih lama, apa kita g” punya ks lain yg memang semuay tidak di umbar untuk khalayak publik, tau ah gelap,,, piece
@ME
Kok menghina produk PT. PAL sih ? (Istilah Changbego)
mungkin anda orang Rusia, yang begitu mengagungkan KILO
dan juga untuk patroli Anti KS, hampir semua kapal perang indonesia sudah dilengkapi Sonar anti KS dan Torpedo
Bukan ngeremehin bung mama saya tahu teknologi yg terkandung di dalamnya ks changbogo , bahkan saya yakin memilki kesenyapan yg tnggi bahkan mengadopsi 2 teknologi Blok barat ma blok timur itu mah hanya penamaan dari buatan dsme maka saya kasih nama changbego / changgeblek klw pt.pal sudah mampu merakit ks type u 209 ini kan ganti ktp jdi ks mutan luar u 209 jeroan u 214 ,+ killo class
MMMmmmmmmmmm