DShK-38 : Senjata Maut Pembabat Fretilin
|Sebelum menggunakan SMB (Senapan Mesin Berat) browning M2HB, TNI sebenarnya sudah punya pengalaman menggunakan SMB lain yang juga tak kalah populer. Yakni DShk-38 buatan Uni Soviet (sekarang Rusia). DShK (Degtyaryova-Shpagina Krupnokaliberny) mulai dikembangkan pada awal tahun 1930-an, dan secara resmi diadopsi oleh militer Uni Soviet pada tahun 1938. Serupa dengan browning M2HB dari AS, DShK-38 juga sudah eksis digunakan dalam Perang Dunia Kedua.
Baca juga: Korps Marinir Masih Andalkan Senapan Mesin Berat Legendaris Battle Proven DShK-38
Senapan mesin legendaris ini dirancang oleh Vasily Degtyaryov dan sistem mekanisme cartridge feed-nya dikembangkan oleh Georgi Shpagin. DShK-38 dirancang sebagai senjata pemukul untuk sasaran darat dan udara jarak pendek. Bila digunakan di darat, SMB ini biasa digunakan oleh unit kavaleri dan infantri. Pada unit kavaleri, DShK sudah menjadi standar ditempatkan pada turret beragam MBT (Main Battle Tank) Uni Soviet, bahkan tank ringan PT-76 dan panser amfibi BTR-50 turut mengadopsi DShK sebagai arsenal senjata andalan. Bahkan tampilan DShK cukup mencolok di beberapa negara Afrika dan Afganistan, yakni penempatan SMB ini pada bak mobil pick up.
Buat publik di Tanah Air, mungkin yang paling berkesan adalah penempatan DShK-38 di pansam BTR-50 Korps Marinir. Sejak era operasi Trikora dan Seroja, Korps Marinir sangat khas menggunakan DShK lengkap dengan perisai baja untuk perlindungan juru tembak. Walau versi BTR-50 yang kini digunakan TNI-AL (setelah hasil retrofit) sudah jarang menempatkan DShK-38.
Selain populer di unit kavaleri, SMB ini juga bisa digunakan oleh satuan infantri. Dengan bobot 34 Kg (tanpa amunisi), pastinya cukup repot memobilisasi senjata ini. Untuk itu dalam infantri, wajar bila DShK dioperasikan dengan case khusus beroda dua, mirip dengan model meriam/kanon. Dengan demikian SMB ini mudah digerakkan, dibawa atau dipindahkan dengan bantuan pengait pada jip atau truk.
DShK-38 hadir dengan variasi pisir, untuk kebutuhan anti serangan udara, DShK dibekali pisir khusus berbentuk jaring laba-laba. Biasanya ini populer digunakan oleh satuan artileri pertahanan udara. DShK-38 pun hingga kini tercatat sebagai arsenal senjata pada Arhanudri (Artileri Pertahanan Udara Ringan) TNI-AD.
Sebagai senjata yang menyandang gelar battle proven, DShK-38 mampu memuntahkan 600 butir peluru per menit. Sedangkan jarak tembak maksimumnya mencapai 2000 meter dengan kecepatan luncur peluru 850 meter per detik. DShK-38 beroperasi dengan sistem operasi gas, tipe cartridge yang digunakan adalah jenis 12,7 x 108 mm. Bila tanpa amunisi bobot SMB ini 34 Kg, tapi saat ditancapkan pada platform wheeled mounting bobot senjata ini menjadi 157 Kg.
Walau di Indonesia kiprahnya telah memudar, DShK-38 masih tetep populer diadopsi oleh negara-negara sekutu Rusia. SMB ini pun sudah diproduksi secara lisensi oleh Cina, Pakistan, dan Rumania. Salah satu prestasi tempur DShK-38 yakni mampu menjatuhkan helikopeter Lynx Inggris pada tahun 1990 di Irak. Untuk di Tanah Air, gerombolan Fretilin dan pasukan Tropaz pastinya sudah pernah merasakan muntahan pelor maut dari DShK-38, salah satunya yang dipasang pada ranpur BTR-50. (Haryo Adjie)
Spesifikasi DShK-38
Kaliber : 12,7 mm
Rata-Rata Tembakan : 600r/menit
Kecepatan Peluru : 850 meter/detik
Jarak Tembak Efektif : 2000 meter
Berat : 34 Kg
Amunisi : Sabuk
Mekanisme : gas operated
Produksi awal : 1938
Mendingan senjata mesin Mg 42 buatan jerman,manthap
minimal,kita msh punya alat untk perang.
ASU (anti serangan udara,bukan dalam pengertian yg sebenarnya) TNI AU sudah tidak layak lg pake kaliber 12,7 mm.itu sih jatahnya infanteri.minimal meriam kaliber 20 mm keatas atau rudal jarak dekatlah spt QW3 dan kalau bs gainful/gecko.sekarang pesawat cepat semua dan terbang tinggi.gak mempan lg pake senapan mesin!
yaaa ampyuuun..harus na mbah DSHKm udah “istirahat/pensiun” tuh gan ganti na NSV atau KORD…lha PASKHAS TNI AU ajah masih pake si mbah untuk AA gun bareng bofors 40 mm, yang lebih mudaan dikit hispano triple gun,M-1939 37mm (marinir yang pake)ama S-60 57mm *miris mode on 🙂
buat apa mengadopsi senjata beda kaliber macam Kord / NSV. Kita sudah punya Browning M2 dan CIS .50 SMB kaliber 12.7 NATO. Kalo kita pake DShKM, NSV, atau Kord yg pake 12.7 Russia, khawatir bakal ada kesulitan dalam masalah supply kalau konflik terjadi. Lihat saja, senjata yang dipakai TNI sudah terlalu “warna-warni”.
masalahnya TNI khan emang demen ama senjata yg “bhinneka tunggal ika” ====>macem2x jenis dan kaliber yg penting bisa nembak 🙂 belom lama direktur PT pindad ajah ngeluh kok masalah supply amunisi/senjata kepada TNI kadang pembayarannya “seret” juga birokrasi pengadaan yg bertele-tele….gimana bisa efesien???
Terima kasih atas artikel yang saya request….!!!!