Drone Kamikaze, Kebangkitan Era Rudal Jelajah “Gaya” Baru
|Masih kuat dalam ingatan, kabar dua kilang minyak dan bandara komersial di Arab Saudi diserang beruntun oleh drone bersenjata (loitering guided weapon), yang kabarnya dilakukan pemberontak Houthi di Yaman. Berita tersebut tentu membuat geger, lantaran sistem hanud Arab Saudi sejatinya relatif kuat, bahkan Arab Saudi termasuk pengguna rudal hanud Patriot yang mahsyur. Sebelum Arab Saudi, Rusia juga menjadi bulan-bulanan serangan drone yang menyerang basis mereka di Suriah.
Baca juga: Bungkam Sistem Radar Cina di Pesisir, Taiwan Siapkan Armada Drone Kamikaze Anti Radiasi
Drone penyerang dalam serangan di atas dikenal sebagai drone kamikaze, sebab dalam misinya drone memang tidak diharapkan kembali, lantaran digadang untuk ditabrakan ke sasaran (dispensable). Melihat karakter misi yang disebutkan, maka ada ‘kemiripan’ antara peran drone kamikaze dan penggelaran rudal jelajah.
Meski ada kesamaan, secara teoritis drone (kamikaze) dan rudal jelajah memang ada perbedaan mendasar, yang paling mencolok adalah kemampuan jelajah, kecepatan, sistem kendali dan hulu ledak. Melihat konteks drone kamikaze yang saat ini dikembangkan Rusia, Israel, dan Taiwan, serta drone yang digunakan kelompok Houthi, maka yang digunakan masih drone dalam ukuran mini, yang punya keterbatasan pada kemampuan jelajah, kecepatan, endurance, sistem kendali dan hulu ledak.
Dengan keterbatasan payload, drone (mini) kamikaze dengan mesin propeller dalam kasus di Arab Saudi memang tidak membawa kerusakan yang berarti dengan kecilnya hulu ledak. Dampak serangan drone lebih kepada tekanan politik, menebar ketakutan warga sipil dan membuat ‘malu’ pemerintah.
Namun inovasi drone kamikaze dipercaya berkembang bakal berkembang pesat baik dari kelompok drone copter dan fixed wing. Rusia yang menggebu dalam pembuatan prototipe drone kamikaze dan Taiwan yang mengorder drone bunuh diri anti radiasi dalam jumlah besar untuk menghantam stasiun radar Cina di Pantai Timur, adalah serangkaian bukti bangkitnya kebutuhan drone kamikaze.
Kendala pada sistem kendali dan hulu ledak, dipercaya perlahan dapat diatasi oleh para injiner. Contoh Lantset series yang disebut Kalashnikov, drone kamikaze ini malah dilengkapi pemandu berupa TV guidance unit yang memungkinkan operator dapat melihat tahapan akhir dari fase penerbangan.
Kepada Indomiliter.com, Mohammad Dahsyat, Peneliti Senior Teknologi Drone dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyebutkan, bahwa possible di masa mendatang drone kamikaze punya kemampuan seperti halnya rudal jelajah. “Yang harus diperhatikan adalah pada critical technology element seperti sistem navigasi yang anti jamming dan identifikasi sasaran,” ujar Dahsyat.
Hal senada juga dikatakan Fadilah Hasim, Kepala (Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika) BBTA3 BPPT, “
Karena dibuat dengan risiko bahwa kalau diperlukan drone adalah dispensable, maka untuk keperluan tertentu bisa saja drone dirancang dengan spesifikasi tertentu dan muatanya (payload) hanya hulu ledak (warhead), maka jadilah ia rudal jelajah (cruise missile),” Fadilah kepada Indomiliter.com.
Lepas dari soal efekvitas pengguna drone bunuh diri, beberapa analis pertahana global berpendapat biaya akuisisi yang lebih murah akan menjadi pemicu popularitas drone kamikaze. Fadilah menambahkan, hal ini yang dikhawatirkan industri pertahanan besar yang selama ini menguasai pasar rudal jelajah. “Perkembangan drone yang sangat pervasive, juga ICT (Information Communication and Technology) dengan kecerdasan buatan akan mendesak Missile Guidance System konvensional untuk berevolusi,” ujar Fadilah.
Baca juga: Lantset Series – Drone Kamikaze dari Kalashnikov dengan Desain Lebih Praktis
Bagi sistem hanud modern, boleh jadi tak akan sulit untuk menetralisir serangan drone kamikaze. Tantangan yang ada justru lebih kepada kesiapan sistem senjata (anti drone) yang ideal untuk menghadapi serbuan drone yang masif di suatu area. Tentu akan ‘tekor’ jika menghadapi drone kamikaze dengan rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) yang harga per unitnya mencapai ratusan juta rupiah.
Di Indonesia, adopsi desain drone ke arah rudal jelajah sudah dilakukan, seperti yang selama ini digarap PT Sari Bahari dengan prototipe rudal Petir, bahkan rudal Petir ditenagai mesin turbo jet yang dapat melesat 350 km per jam. (Haryo Adjie)
Krasukha menjawab masalah anda.
Kalo sampe pantsyr apa phalanx g mampu ancurin g mempan pelurunya buang aja ke tempat sampah g mungkin kan drone lembek d tembak pake patriot apa thaad. Makanya beli banyak biar aman 100% dr drone kamikaze install 10 buah d istana negara
Aduh si bapak gimana ya, saudi yg ounya PAC-2 PAC-3 aja masih kebobolan sama QASEF apalagi THAAD yg spesialis anti balistik missile beda jauh sama karakter penerbangan drone kamikaze/cruise missile.
Makanya beli ciws phalank jgn ngandelin rudal terus.. apa ciws g mempan buat droone kamikaze? Kl sekelas mq reaper baru make rudal arhanud
Phalanx (vulcan) vs skyshield performa bagusan skyshield. Kenapa? 1 amunisi bisa jadi Ratusan proyektil lebih efektif ketimbang membuang amunisi 500 butir buat jatuhin drone kamikaze apalagi rate of fire vulcan yg tergolong cepat lebih banyak proses reloading amunisi bayangin ada 10 drone apa iya vulcan bisa bertahan?
Amunisi 35mm lbh mahal dari phalanx yg cm 20mm . Kl install 10 phalanx setiap pos saya rasa 10 drone g masalah 1000% g bisa masuk area
Pantsyr sama dengan Patriot. Untuk menghancurkan kamikaze drone dan rudal jelajah seperti Tomahawk tidak butuh rudal berkecepatan tinggi seperti Pantsyr, S300 maupun Patriot. Di Syria bintangnya malah Tor M1
Tugasnya oerlikon skyshield 35mm
Atau kepingin murah pakai rcws 12,7mm buatan sendiri
Radar+Optic AI resolusi tinggi jarak pendek saja 10km cukup
Cina koq ga disebut ya min…..padahal sekarang negara ini tergolong produsen drone “bundir”, hasil TOT dari israel 🙆
Cina malah rajanya yaa 🙂
Drone yang dipakai Houthi saja bikinan Cina. Palagan Yaman jadi ajang kebolehan drone Cina baik dari kubu Liga Arab pimpinan Arab Saudi dan Houthi yang didukung Iran
Buatan iran (qasef 2)
Indonesia perlu gak nih ?
Yang jelas realistis untuk Indonesia 🙂
Karna Doctrine peperangan TNI lebih condong ke Gueriella and unconventional warfare hal seperti low-cost Kamikaze drone sangat perfect untuk di gunakan
kalau di daerah hutan dan kawasan bangunan pencakar langit sangat perlu, kalau padang pasir bisa di hajar pakai AA gun asal ada radarnya