Destroyer Type 055 Class – Kapal Kombatan Terbesar Cina Resmi Masuk Kedinasan
|Di tengah tensi politik Jakarta-Beijing yang memanas akibat situasi di Laut Natuna, rupanya AL Cina alias PLA (People’s Liberation Army) Navy pada 12 Januari lalu telah resmi menerima kapal perusak pertama (destroyer) dari Type 055 Renhai Class cruiser. Kapal perusak dengan nomer lambung 101 ini diberi nama “Nanchang” dan punya bobot penuh 13.000 ton.
Baca juga: Kapal Penjaga Pantai Cina Makin Garang, Ada Potensi Berubah Peran Jadi Kapal Kombatan
Dirunut dari tahap pembuatannya, kapal perusak Type 055 ini memulai konstruksi pada tahun 2014 oleh galangan Jiangnan Shipyard di Shanghai. Kemudian pada 28 Juni 2017, kapal perusak ini resmi meluncur dari galangan.
Dikutip dari navyracognation.com, Type 55 menjadi kapal perang terbesar yang diproduksi di Asia Timur pasca Perang Dunia II, dan otomatis menjadi kapal perang terbesar yang pernah dibuat oleh Cina sampai saat ini. Karena merupakan kebanggaan bagi Cina, peresmian Type 055 pertama dilakukan pada April 2019 dalam acara 70 tahun berdirinya AL Cina.
Total ada delapan unit Type 055 yang akan dibangun Cina, dimana lima unit kini tengah dalam proses pembangunan. Dari segi rancangan, Type 55 mengadopsi conventional flared hull dengan keunggulan dapat ‘menyembunyikan’ titik tambatan, rantai jangkar, dan peralatan lainnya. Dengan bobot lebih dari 10.000 ton, Type 055 dapat membawa lebih banyak persenjataan dan peralatan perang dibandingkan kapal perusak Cina lainnya.
Persenjataan unggulan di kapal peurusak Tyoe 055 terdiri dari 112 peluncur VLS (Vertical Launch System), dimana 64 cell peluncur terdapat di bagian haluan dan 48 cell lainnya ditempatkan di bagian deck belakang. Peluncur-peluncur VLS tadi digadang untuk membawa rudal pertahanan udara HHQ-9. Sementara untuk menghadapi sasaran jarak dekat, masih tersedia peluncur rudal HHQ-10 dalam 24 cell.
Lain dari itu, kapal perusak dengan propolsi Combined gas turbine and gas turbine (COGAG) ini juga membawa rudal jelajah anti kapal YJ-18, rudal jelajah serangan darat CJ-10, dan torpedo anti kapal selam.
Sementara senjata non rudal di Type 055 Class terdiri dari satu pucuk meriam laras tunggal H/PJ45A-130-1 kaliber 130 mm. Meriam ini dapat melepaskan 40 proyektil dalam satu menit, jarak tembak meriam ini bisa mencapai 30.000 meter. Hebatnya amunisi pada meriam ini dapat dilengkapi rocket-propelled guided shell yang menjadikan proyektil dapat menjangkau sasaran lehih jauh dan lebih presisi.
Tidak itu saja, kapal perusak ini juga dibekali satu pucuk kanon close-in weapon system (CIWS) Type 1130 yang dapat memuntahkan puluhan ribu peluru per menit untuk menetralkan rudal anti kapal yang akan menyerang.
Baca juga: Untuk Pertama Kali, Cina Sukses Instalasi Rudal Hanud VLS di Kapal Perusak Luhai Class
Kapal perusak dengan panjang 180 meter dan lebar 20 meter ini dilengapi hanggar yang dapat dimuati dua helikopter anti kapal selam ukuran sedang Changhe Z-18. Destroyer Type 055 dapat melaju hingga 30 knots dan mampu menjelajah sejauh 9.300 km. Kapal perusak ini diawaki 300 personel. (Gilang Perdana)
Stuju sama anda. Bukan hanya IVER yg badan gendut. Kalo kita liat semua KRI2 kita tdk pernah di persenjataiin beneran. ”Ngelus dodo” liatnya. Smg dgn naiknya uang belanjanya kita harus MENATA PERSENJATAAN KAPAL2 TNI AL.
Sepengamatan dan yang pernah Saya baca, AL China sudah merencanakan untuk menjadi Blue Navy sudah sejak jaman Mao Zedong ditengah era “Great Leap Forward” dekade 1960an, kemudian cetak biru pengembangan itu disempurnakan di era Deng Xiaoping, dari informasi yang pernah Saya kumpulkan, cetak biru itu sangat komplit, berisi target kapal apa yang diproduksi, berapa banyaknya yang dibutuhkan, produksi pertahunnya berapa, desain seperti apa, dimana galangan itu memproduksi kapal dan perusahaan apa yang bisa mensuplai kebutuhan komponen dan material kemudian hingga proyeksi jangkauan AL, bahkan skenario jam kerja orang (dilaporan itu mereka menargetkan skenario ambisius, kerja 24/7/365, 2-3 shift, libur sesuai permintaan, tapi pekerja ditarget kg/pertahun dari produksi kapal)
Cukup korvet kelas buyan m kalo ga ada dana..dan kalo ada dana pesan Admiral goskov biar ada Taji
Building a Suitable Navy Posture for Indonesia’s Navy Future Fleet:
Building an Ideal Archipelagic Fleet, Enhancing Combat Capability and Increasing Vessel Advancement
towards Advanced, Responsive and Adaptive Blue Navy
Indonesia Defense and Security Institute (IDSI) with Ministry of Defense (InaGov) and Indonesian Navy
Overview
As Indonesia government consistently increase law enforcement on maritime and national sovereignty, increasing Jakarta’s influence consequently on regional defense and security in Indo-pacific Hemisphere which put Indonesia on the spotlight as the alternative choices for countries who don’t seek to take sides as global maritime influence race deepens between US and China.
Indonesia’s growing-but-silent influence in the region, indirectly strengthen the urgency of Indonesian Navy as Armed branch of Republic of Indonesia to act more in revitalizing the already-ageing fleet by replacing them and increasing the number fleet of primary combat and supporting vessel in order to maintain the defense and combat capability.
Specifically, to build a future posture of Indonesian Navy fleet that suits with Indonesia’s archipelagic condition, there has to be a formula to measure a suitable number of fleet that Indonesian Navy needs to achieve in the future with reasonable time. Variable such as type/classes of warship, role of the ship in the fleet, weaponry that equipped on board and ship range/coverage area and annual ship production output become fundamental formula to ease work of government in the future to projecting the number of fleets that needed for Indonesian navy, even projecting potential location of new naval base.
This initiative, not only evolving Indonesian navy combat capability but also fulfill the ideal posture of advanced, capable and sufficiently armed fleet to enforcing and asserts national interest domestically and abroad, toward a globally outward looking Blue Navy.
What Are Obstacles Ahead? How We Able Overcome It?
The Indonesian Navy requires a significant increase with high-technology fleet to reduce the burden of ship-to-area coverage ratio in territorial patrol, given the vast territory of Indonesia. Indonesian Naval warships are required to be able to conduct early detection of threats with a distance as far as possible with deadly combat capability.
With primary combat and supporting fleet which consisting of 81 Ships from various class, such as PKR 10514 Martadinata-Class Multi-purpose Frigate, Bung Tomo-Class and Pattimura-Class Anti-ASW Corvette/OPV, KCR-40/50/60 Fast Craft Missile, Chakra-Class/Nagapasa-Class Conventional Diesel Submarine, Makassar-Class LPD, Teluk Bintuni-Class LST, Balikpapan-Class AORS of which ¾ are from second use of NATO-member country such as UK, Netherland, Germany who are more than 30 years old are feared to have lower combat capability compared to similar sized and type of warship.
Although the regeneration process of Indonesian Navy primary combat and support fleet has been carried out by State-Owned Enterprise of Shipbuilding Industries, PAL Indonesia in cooperation with Netherland-origin DSNS (Damen-Schelde Naval and Shipbuilding) to build Project PKR 10514 SIGMA Frigate and South-Korean-origin DSME (Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering) to build Project Chang-Bogo Class Conventional Diesel-Electric Submarine which conducted under ToT (Transfer of Technology) & ToE (Transfer of Education) Scheme, it seems that the pace of production still unable to chase the ageing fleet which proof that there are several gaps that still require more effort to speed up production rate, especially in regulation-related matters in order to achieve Medium Essential Forces Target.
If its not done, the worst scenario will put Indonesia Navy in disarray, as the ageing fleet gradually decommissioned which resulted in decline of combat capability, will be necessary to take substantial and concrete action such as:
1. Government introducing a legal scheme that obliged for all equipment which possible to be produced in Indonesia must be produced under executive order of Reverse Engineering Policy which overseeing by Industrial Minister which followed by Ministry of Defense, Finance, Trade, Marine-Fisheries and National Planning and Development Agency with State-Owned Enterprises to discuss and assess the potential list of component which proposed by Indonesia Navy on the behalf of Ministry of Defense which have potential to increase combat capability and able to produce by State-Owned Enterprises which conducted in comprehensive manner. The finished comprehensive report on engineeringly reversable potential component along with SWOT analysis in the process and officially handed over to Ministry of Finance as a basis for setting special import or related duty scheme for material directly related to the report.
2. Ministry of State-Owned Enterprise on the behalf of government of Indonesia, introducing legal scheme that supporting the SOE to diversify their line business and production in order to support the previous policy as a strategy to funding the engineeringly reversable component production.
3. Ministry of Defense with Ministry of Industry, State-Owned Enterprise discuss and asses the possibility of integrated defense industrial complex in order to increase the annual warship production rate with achievable target.
4. Ministry of Defense with Higher-Education & Research-Technology Minister and State-Owned Enterprises enhance the role of Defense Research and Development Engineering by forming Design Innovation and Weaponry Enhancement
Current Status of Indonesian Navy and Its Comparison with Navy in the Region
For this measurement, we take the current primary combat and support vessel fleet with detail as below:
1. Primary and Secondary Combat Fleet
• Multipurpose Frigate (7 in operation)
(i) 5 Ahmad Yani-Class (Second use from Koninkrijk in 1986, decomm start 2019)
(ii) 2 Martadinata-Class (DSNS ToT with PAL in 2013, 4 more in construction)
• ASW Corvette/Offshore-Patrol Vessel (24 in operation)
(i) 3 Bung Tomo-Class (Ordered by Tentera Laut Diraja Brunei in 2000, Build by BAE System-Naval Surface UK, canceled in 2006, bought in 2013 from TLDB)
(ii) 4 Diponegoro-Class (Ordered in 2006, Build by DSNS-NL, comm start 2008)
(iii) 3 Fatahillah-Class (Ordered in 1978, Build by Wilton-Feyenord Schiedam, NL, comm start 1980, decomm start 2019)
(iv) 14 Pattimura-Class (Ordered in 1987 as Volksmarine Fleet, Build by Pennewerft-Wolgast, GDR, Comm in 1990, bought as second use after German Reunification in 1995 from Bundesmarine, decomm start 2020+)
• Fast Craft Missile (15 in operation)
(i) 8 Clurit-Class
(ii) 3 Mandau-Class
(iii) 4 Sampari-Class
• Conventional Diesel-Electric Submarine (5 in operation)
(i) 2 Chakra-Class (Ordered in 1980 from Howaldswerks-Werft-DE, Comm 1982, deccom start 2020+)
(ii) 3 Nagapasa-Class (DSME ToT with PAL in 2014, 5 in construction and 4 in option)
2. Auxilliary and Support Fleet
• 5 Makassar-Class LPD
• 20 LST (7 Teluk Bintuni-Class, 13 Frosch-Class)
• 5 Balikpapan-Class AORS
Total fleet: 51 (Combat) + 30 (Support)= 81 Unit
According to the latest data, Indonesian Navy will be decommissioning 24 warships start from 2019 and beyond. This gradually reduction needs to be taken carefully and wisely, in the other side the Navy needs to maintaining primary combat and supporting fleet readiness and keeping combat capability progressing by acquiring new warship.
In line with the gradual reduction, the Formula to calculate the future posture of archipelagic-suitable Indonesia Navy require variable such as:
1. Technical specification of warship type
2. Naval base location
3. Nm2 coverage-to-ship ratio
4. Class-to-class ratio
5. Annual warship production output
These 5 indicators will be projecting the archipelagic-suitable fleet of Indonesian Navy.
Calculation on Archipelagic-Suitable Navy Future Fleet Projection
In this future fleet projection, Indonesian Navy will have warship with type as below:
1. Heavy-Stealth-Multipurpose Destroyer
2. Stealth-Multipurpose Frigate
3. Anti-Submarine Warfare Capable Corvette/Offshore-Patrol Vessel
4. Anti-Air Warfare Capable Fast-Craft
5. Conventional (Diesel-Electric) Submarine
6. Landing Platform Dock
7. Landing Helicopter Dock
8. Landing Ship Tank
9. Auxiliary, Oil Replenishment and Supply Ship
For naval base location, Indonesia Navy have 14 primary bases around the archipelago, such as:
1. Belawan, North Sumatera
2. Padang, West Sumatera
3. Tanjung Pinang, Isles of Riau
4. Jakarta Special Capital Region of Jakarta*
5. Surabaya, East Java*
6. Makassar, South Sulawesi
7. Kupang, East Nusa Tenggara
8. Manado, North Sulawesi
9. Ambon, South Maluku
10. Jayapura, Papua
11. Merauke, Papua
12. Pontianak, West Kalimantan
13. Tarakan, North Kalimantan
14. Sorong, West Papua*
The “*” means Fleet Command Base
In order to drafting the gross number of fleets, we will compile the range of every warship type, as below:
1. Destroyer, 9.300 Nm
2. Frigate, 8.000 Nm
3. Corvette/OPV, 5.000 Nm
4. Fast Craft, 1.000 Nm
5. Submarine, 6.500 Nm
6. LPD-LHD-AORS, 10.000 Nm
7. LST, 3.500 Nm
Now, we need to ratio for each warship type and classes:
1. Destroyer are become leader in task fleet and overseas patrolling vessel, which need to be comprised directly with the number of primary bases with value of 1:2, which will total up to 28 Destroyer.
2. Frigate as secondary leader and regional patrolling vessel in task fleet, comprised with the number of the destroyer in primary bases with value of 1:2, which will total up to 56 Frigate.
3. Corvette/OPV as tertiary strength which securing littoral coast in task fleet, comprised with the number of the frigate in primary bases with value of 1:2, which will total up to 112 Corvette/OPV.
4. Fast Craft Missile as tertiary strength which act as sky shield in the task fleet comprised with the number of the Corvette/OPV in primary bases with value of 1:1, which will total up to 112 FCM.
5. LPD-LHD-AORS as supporting vessel in task fleet, comprised with the number of primary bases with value of 1:0.5; 1:0.2; 1:1 which will total up to LPD (7 Fleet), LHD (3-4 Fleet) and AORS (14 Fleet)
6. LST as supporting vessel in supporting fleet, comprised with the number of AORS with value of 1:4, which will total up to 56 LST.
Total amount of archipelagic-suitable future posture of Indonesia Navy is 388 Ship from 9 Classes.
After calculating total amount of future posture, now we calculate the Nm2-to-ship ratio. Indonesia has sea territory of 5.8 Million Square Km, which equivalent to 1.682 Million Square Nautical Miles, with future projection of 388 Vessel, every ship will oversee 4.336 Nm2 of sea territorial.
Now, we need to calculate on how Indonesia Navy able to achieve the 388 Ship by using National Data Statistics on Annual Warship Production Rate.
Draft makalah Saya terkait postur ideal armada TNI AL.
Komennya ☝️ bagus banget….cuma ingsun tidak mudeng bahasa manca negara 😖😖😖
gue engak paham juga,entah baru belajar komen bahasa ingris atau malah baru belajar cara kopi paste.
komen sederhana yang mudah dipahami orang lain lebih berharga ketimbang kamu tulis keren tapi endak dipahami orang lain.
ini kayak jaman simbah baru belajar komen doloe
Wkwkwk, mon maaf ya bang, bukannya sombong saya pake bahasa Inggris, kebetulan aja memang saya juga latihan ngetik, kebetulan backgroud saya orang perkapalan, isinya membahas tentang postur ideal armada angkatan laut Indonesia, dari rumusnya menghitung jarak jangkauan, endurance kapal dilaut, kecepatan dan lain-lainnya.
Nih bang terjemahannya
Membangun Postur Armada Masa Depan TNI AL yang Sesuai:
Mewujudkan Armada yang ideal, meningkatkan kemampuan tempur dan kecanggihan armada kapal menuju Angkatan Laut Biru yang Responsif, Cepat dan Adaptif.
Ahmaditya Irsyad, Undergraduate of State Shipbuilding Institute of Polytechnic Surabaya,
Design and Construction
Gambaran Umum
Sebagaimana Indonesia secara konsisten meningkatkan penegakan hokum dilaut dan kedaulatannya, hal ini tentunya meningkatkan pengaruh Jakarta secara konsekuen dibidang pertahanan dan keamanan Kawasan Indo-Asia-Pasifik yang menempatkan Indonesia sebagai pilihan alternative negara lain yang tidak ingin berpihak ke Amerika Serikat atau China seiring semakin sengitnya persaingan kedua adidaya.
Berkembangnya pengaruh Indonesia dalam diam di Kawasan, secara tidak langsung memperkuat desakan TNI AL sebagai cabang angkatan bersenjata untuk bertindak lebih banyak untuk mempercepat pergantian alutsista yang sudah berumur lebih dari umur pemakaiannya untuk tetap menjaga pertahanan Indonesia dan kemampuan tempur TNI AL.
Secara khusus, untuk membangun postur masa depan Angkatan Laut yang sesuai dengan kondisi kepulauan Indonesia dan perairan internasional, tentunya perlu adanya rumus untuk mengukur besaran kebutuhan armada yang dibutuhkan oleh TNI AL yang harus dicapai dalam waktu yang jelas. Variabel seperti tipe/kelas dari kapal perang, peran kapal dalam armada, persenjataan yang ditempatkan diatas kapal dan jarak jangkauan kapal serta output produksi tahunan menjadi variable yang penting dan mendasar untuk memudahkan pemerintah dalam merencanakan kebutuhan armada TNI AL, bahkan untuk membangun calon pangkalan AL.
Inisiatif ini tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan tempur TNI AL, tetapi juga mewujudkan TNI AL yang maju, mampu dan mandiri dalam memenuhi dan merawat armada kapal untuk menegakan kedaulatan nasional didalam maupun diluar negeri sebagai wujud menuju TNI AL yang berwawasan global.
Apa tantangan kedepan? Bagaimana Kita bisa menghadapinya?
TNI AL membutuhkan peningkatan yang signifikan dengan kapal berteknologi tempur yang tinggi untuk mengurangi beban jangkauan yang perlu diawasi seperti territorial kedaulatan Indonesia yang luas. Kapal TNI AL dimasa mendatang dituntut untuk mampu mengetahui ancaman dini dengan jarak yang jauh dengan persenjataan yang berdaya gentar.
Dengan armada tempur dan pendukung utama yang terdiri dari 81 kapal dari berbagai kelas seperti PKR 10514 Martadinata-Class Multi-purpose Frigate, Bung Tomo-Class and Pattimura-Class Anti-ASW Corvette/OPV, KCR-40/50/60 Fast Craft Missile, Chakra-Class/Nagapasa-Class Conventional Diesel Submarine, Makassar-Class LPD, Teluk Bintuni-Class LST, Balikpapan-Class AORS dimana ¾ kapal tersebut berasal dari bekas AL negara NATO seperti Inggris, Belanda dan Jerman dimana sudah berumur 30 tahun lebih dikhawatirkan memiliki daya tempur yang lebih rendah dibanding kapal dengan kelas dan bobot yang sama.
Meski proses regenerasi Armada TNI AL sudah dilakukan BUMN seperti PT PAL dengan DSNS (Damen-Schelde Naval and Shipbuilding) untuk membangun PKR 10514 SIGMA Frigate and DSME (Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering) untuk membangun Project Chang-Bogo Class Conventional Diesel-Electric Submarine yang dilaksanakan dibawah skema ToT (Transfer of Technology) & ToE (Transfer of Education), tampaknya kecepatan produksi dan pihak yang memproduksi masih terlalu sedikit dan lambat untuk mengejar laju penuaan armada kapal, sehingga masih banyak celah yang harus dilakukan lebih banyak untuk mencapai target kekuatan esensial minimum.
Jika hal ini tidak dilakukan, scenario terburuk akan menempatkan TNI AL dalam kondisi yang tidak layak tempur dan menjaga kedaulatan negara, sebagaimana kapal akan dipensiunkan secara bertahap, tentu terdapat langkah konkrit dan penting seperti:
1. Pemerintah merilis skema peraturan yang mewajibkan semua alutsista yang bisa menggunakan komponen dan material Indonesia harus diproduksi dibawah kebijakan rekayasa terbalik, yang diawasi oleh Kementerian Perindustrian, Pertahanan, Keuangan, Perdagangan, Perikanan dan Kelautan serta BAPPENAS sekaligus BUMN untuk membahas dan mengkaji daftar potensial alutsista yang diajukan TNI AL lewat Kemenhan yang dilaksanakan secara menyeluruh. Laporan akhir berupa laporan menyeluruh atas daftar komponen yang dapat diproduksi di Indonesia dengan analisis SWOT diajukan ke Kementerian Keuangan sebagai dasar untuk menyusun aturan khusus impor terkait laporan komponen alutsista.
2. Kementerian BUMN yang mewakili Pemerintah merilis skema peraturan yang mendukung BUMN untuk mendiversifikasi kegiatan usaha berkaitan dengan alutsista sebagai upaya mendukung kebijakan produksi rekayasa terbalik alutsista.
3. Kementerian Pertahanan Bersama Perindustrian dan BUMN mendiskusikan dan mengkaji kemungkinan adanya integrase Kawasan industry pertahanan sebagai upaya mencapai target produksi kapal perang pertahun.
4. Kementerian Pertahanan dengan Pendidikan dan Riset-Teknologi meningkatkan kapasitas dan peran Rekayasa Penelitian Pertahanan dan Pengembangan dengan mendirikan Pusat Desain, Rekayasa dan Peningkatan Persenjataan.
Situasi terkini TNI AL dan perbandingannya dengan AL dikawasan.
Untuk pengukuran ini, kami mengambil data kapal sebagaimana yang dipaparkan dibawah ini:
1. Primary and Secondary Combat Fleet
• Multipurpose Frigate (7 in operation)
(i) 5 Ahmad Yani-Class (Second use from Koninkrijk in 1986, decomm start 2019)
(ii) 2 Martadinata-Class (DSNS ToT with PAL in 2013, 4 more in construction)
• ASW Corvette/Offshore-Patrol Vessel (24 in operation)
(i) 3 Bung Tomo-Class (Ordered by Tentera Laut Diraja Brunei in 2000, Build by BAE System-Naval Surface UK, canceled in 2006, bought in 2013 from TLDB)
(ii) 4 Diponegoro-Class (Ordered in 2006, Build by DSNS-NL, comm start 2008)
(iii) 3 Fatahillah-Class (Ordered in 1978, Build by Wilton-Feyenord Schiedam, NL, comm start 1980, decomm start 2019)
(iv) 14 Pattimura-Class (Ordered in 1987 as Volksmarine Fleet, Build by Pennewerft-Wolgast, GDR, Comm in 1990, bought as second use after German Reunification in 1995 from Bundesmarine, decomm start 2020+)
• Fast Craft Missile (15 in operation)
(i) 8 Clurit-Class
(ii) 3 Mandau-Class
(iii) 4 Sampari-Class
• Conventional Diesel-Electric Submarine (5 in operation)
(i) 2 Chakra-Class (Ordered in 1980 from Howaldswerks-Werft-DE, Comm 1982, deccom start 2020+)
(ii) 3 Nagapasa-Class (DSME ToT with PAL in 2014, 5 in construction and 4 in option)
2. Auxilliary and Support Fleet
• 5 Makassar-Class LPD
• 20 LST (7 Teluk Bintuni-Class, 13 Frosch-Class)
• 5 Balikpapan-Class AORS
Total Armada: 51 (Combat) + 30 (Support)= 81 Unit
Berdasarkan data terbaru, TNI AL akan memensiunkan 24 kapal perang terhitung mulai tahun 2019 dan kedepan yang dimana umurnya sudah mencapai lebih dari masa umur layak pakai baik dari segi konstruksi maupun kesiapan layar. Tentunya, pemensiunan kapal ini harus dilakukan secara bertahap, berhati-hati dan bijak untuk menjaga kemampuan tempur dan kesiapan armada tempur utama dan pendukungnya dengan membangun kapal baru. Sejalan dengan pemensiunan bertahap, rumus ini bertujuan untuk memperhitungkan postur masa depan dari TNI AL yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia dan perairan internasional berupa variable seperti:
1. Technical specification of warship type
2. Naval base location
3. Nm2 coverage-to-ship ratio
4. Class-to-class ratio
5. Annual warship production output
Indikator diatas akan memproyeksikan jumlah armada yang sesuai dengan kondisi perairan Indonesia untuk TNI AL
Kalkulasi proyeksi armada masa depan sesuai kepulauan Indonesia
Dalam proyeksi masa depan armada ini, TNI AL akan diperkirakan memiliki kapal dengan jenis seperti:
1. Heavy-Stealth-Multipurpose Destroyer
2. Stealth-Multipurpose Frigate
3. Anti-Submarine Warfare Capable Corvette/Offshore-Patrol Vessel
4. Anti-Air Warfare Capable Fast-Craft
5. Conventional (Diesel-Electric) Submarine
6. Landing Platform Dock
7. Landing Helicopter Dock
8. Landing Ship Tank
9. Auxiliary, Oil Replenishment and Supply Ship
Untuk lokasi pangkalan TNI AL, terdapat 14 pangkalan utama diseluruh kepulauan seperti:
1. Belawan, North Sumatera
2. Padang, West Sumatera
3. Tanjung Pinang, Isles of Riau
4. Jakarta Special Capital Region of Jakarta*
5. Surabaya, East Java*
6. Makassar, South Sulawesi
7. Kupang, East Nusa Tenggara
8. Manado, North Sulawesi
9. Ambon, South Maluku
10. Jayapura, Papua
11. Merauke, Papua
12. Pontianak, West Kalimantan
13. Tarakan, North Kalimantan
14. Sorong, West Papua*
The “*” means Fleet Command Base
Untuk memperkirakan nilai kotor dari armada, kami kumpulkan jarak jangkauan setiap kapal perang:
1. Destroyer, 9.300 Nm
2. Frigate, 8.000 Nm
3. Corvette/OPV, 5.000 Nm
4. Fast Craft, 1.000 Nm
5. Submarine, 6.500 Nm
6. LPD-LHD-AORS, 10.000 Nm
7. LST, 3.500 Nm
Sekarang, ditentukanlah rasio setiap antar kelas kapal perang:
1. Kapal perusak akan menjadi pemimpin satuan tugas dan patrol perairan internasional, dimana untuk nilai pembanding dengan jumlah pangkalan 1:2, sehingga 1 pangkalan diisi oleh 2 kapal perusak, sehingga total yang perlu diproduksi sebanyak 28 kapal perusak.
2. Kapal Frigate sebagai wakil pemimpin satuan tugas dan patrol perairan Kawasan berbanding dengan kapal perusak di pangkalan utama TNI AL dengan nilai 1:2, total 56 frigate.
3. Kapal Corvette/OPV sebagai kekuatan pendukung untuk mengamankan pesisir dan lepas pantai dalam satuan tugas, bernilai 1:2 dengan Frigate di pangkalan utama dengan total 112 Corvette/OPV.
4. Kapal Cepat Rudal sebagai kekuatan tersier yang mengamankan pertahanan udara didalam satuan tugas bernilai 1:1 dengan Corvette/OPV dengan total 112 FCM.
5. LPD-LHD-AORS sebagai armada pendukung didalam satuan tugas terdiri dari perbandingan dengan pangkalan utama dengan masing-masing nilai 1:0.5; 1:0.2; 1:1 dengan total LPD (7 Fleet), LHD (3-4 Fleet) and AORS (14 Fleet)
6. LST sebagai kapal pendukung didalam satuan tugas bernilai 1:4 dengan AORS, which will total up to 56 LST.
Total jumlah armada masa depan TNI AL yang sesuai dengan perairan Indonesia adalah sebanyak 388 Ship dari 9 Classes.
Sedangkan untuk wilayah yang diawasi, dengan wilayah laut sebesar, 5.8 Juta Km2, yang setara dengan 1.682 Juta Nautikal Mil persegi, maka setiap kapal akan menjaga 4.336 Nm2 wilayah territorial.
semua bisa kalou cuma ngomong posture ideal tapi yang diliat dari mana dulu dong?.
itu sama kayak hayalan liat punya olang lain,liat contoh negara lain.kan getu.
tapi semua ada ukuran masing masing negara dilihat dan dipertimbangkan melalui banyak kajian,baik secara ekonomi politik dan kema.puan sumberdaya termasuk manusianya.
kalou cuma ngomongin bagai mana baik nya menurut kita seh iya,semua kapal yang terbaik dijagad raya ini kita harus punya.
walahdalah kamu yaa seneng repot dek apa malah seneng nulis,padahal kan engak usah ditulis terjemahanya,karna kalou orang lain mau tau apa arti tulisan kamu tingal translet doang to.
tapi kalou kamu seneng nulis itu bagus namanya tingal dikembangakan saja hobi dan bakat jadi profesi.
baiknya situ kalou senang nulis buat cerbung aja dek,karna simbah ini hobi baca cerbung,asal jangan mangkrak aja,kayak penulis amatiran gitu.
Tiongkok merdeka tahun 1949, 4 tahun di belakang Indonesia. Setelah +/- 70 tahun merdeka, kini mereka menjadi “Naga Besar” di Asia. Perekonomian mereka nomor 2 (mungkin bahkan nomor 1) di dunia. Kekuatan militer mereka nomor 3 di dunia. Bagaimana dengan Indonesia? Ketidak jelasan visi misi pemerintahan yg tidak jelas, penegakan hukum yg loyo, korupsi meraja lela dan bahkan pencaplokan hasil-hasil bumi (tambang emas, minyak, uranium dll) oleh negara luar tiada henti. Setelah 70 tahun merdeka, apa yg sudah kita capai? Tidak ada. Bahkan jarum jahit dan jarum pentol pun masih kita import, sementara Tiongkok sudah mampu membuat mikroprossesor. Didunia ini, yg kuat pasti akan menguasai yg lemah. Kita harus introspeksi diri, untuk melakukan perubahan ke arah yg positif. Bila perlu, contoh langkah Tiongkok di jaman Mao Ze Dong. “Great Leap Forward” atau Revolusi Industri besar2an. Sekarang, cara satu2 nya menghadapi Tiongkok adalah dengan bekerja sama dengan negara2 anggota ASEAN. Tiongkok sudah tidak dapat di bendung dengan aksi individual suatu negara.
china tidak ada penjajahan sesungguhnya seperti di Indonesia, jadi jangan samakan, jauh bro. perang china itu lebih mirip perang Vietnam, tolong baca lagi dengan seksama sejarah cina
semua saya hampir setuju dengan pendapat kamu dek merah,cuma satu hal satu kayaknya agak kekanak kanakan.”sekarang cara satu satunya menghadapi tiongkok adalah dengan kerja sama dengan angota sesama asean”.
itu semua sudah dipikir dan dikerjakan oleh sejumlah negara termasuk usa dan jepang,jadi bukan hanya kita semata memikirkan cara tersebut.
tapi mengajak orang lain untuk ikut perang bukan seperti mengajak makan siang apa lagi yang gratisan.
sama halnya semua punya kepentingan nasionalis mereka sendiri,bahkan sekelas malaysia dan thailand yang notabenya punya sejarah panjang dengan sekutu juga masih tertarik dengan gula gula yang ditawarkan china.apa lagi memang seperti kambojia,yang notabenya negara dekat china.
wah gawat ada yang nyaranin kiblat ke cina komunis.
gak usahlah niru2 cina utk meraih kemajuan teknologi (great leap forward)……
berarti memulai dari nol sama sekali padahal udah ketinggalan 60 dari cina dg cara seperti itu. mending meneruskan apa yang sudah diterapkan dan dilakukan selama ini.
apa yang di usahain oleh habiebe dengan strategy dan taktik “berawal dari akhir dan berakhir dari awal”, dalam kemajuan kemandirian teknologi itu sudah bagus. dan telah berjalan dengan baik. penciptaan N219, n250, serta kCR60, kCR40, LST kelas bintuni (117m), kapal bakamla kelas tanjung datu (110 m), kapal BCM, SS2 (assault rifle), komodo rantis, badak panser, berbagai simulator kendaraan militer, radar aktif dan passif, CMS (combat management system), berbagai macam avionik analog dan digital utk pesawat tempur, dsb…. membuktikan bahwa indonesia bukanlah tidak ada pencapaian selama 70 tahun merdeka. Kita sekarang sudah menuju ke tahap penciptaan dan penemuan teknologi yang mendasar untuk menunjang teknologi akhir. (misal…. penggunaan logam untuk kapal kapal perang produk dalam negeri oleh pt pal berdasar penemuan lipi, penggunaan teknologi metalurgi racikan indonesia untuk tank medium harimau sehingga tank ini mampu tahan terhadap hajaran munisi kaliber 30 mm (level V), penciptaan komponen elektronik radar, alkom dan optronik buatan dalam negeri utk drone.) jadi nantinya komponen lokal untuk setiap produk akhir canggih mempunyai kecenderunga meningkat dalam waktu yang singkat, kalau bisa 100%.
mungkin aja jarum dan pentol atau cangkul sekalipun masih ada yang impor karena ada yang ngotot mau… lah itu hanya bisnis. nggak ada hubunganya dengan kemajuan dan pencapaian teknologi.
kamu terlalu chouvinisme,jadi sulit melihat kekurangan diri sendiri dan mengakui keungulan lawan.
semua kita yang hibat dan luar biasa yang negara lainya sampah.
saya tidak chauvinis… saya hanya menanggapi merahputih yang cenderung pesimis dan merendahkan kemapuan diri sendiri. dan satu lagi saya tak menganggap cina itu sampah. Cina itu cukup hebat dan bagus dalam hal ini..tetapi indonesia juga cukup bagus
kamu nya aja yang tidak berpikir secara jernih dan adil.
engak objektif kalou kita menilai diri kita sendiri,jadi orang lain menilai kita lebih objektif,tapi itu tergantung ilmu dan kebijaksanaan seorang yang menilainya juga sih.
jadi kalou saya melihat komen kamu diatas berbau chouvinisme entah orang lain yang melihatnya.
kamu ngomong apa lagi….? kalau kamu orang indonesia asli pasti tersinggung kalau dikatakan dalam 70 tahun merdeka indonesia gak bisa apa apa, nggak ada yang bisa di capai. itu yang jadi sumber masalahnya.
karena kamu gak tersinggung….dan malah menyerang saya maka kamu bukan orang indonesia asli…. seperti nama id kamu. kenthir asenk…. aseng yang kentir, siapa kah aseng itu?
ya itu fakta yang orang lain sampaikan kenapa juga kamu naik tensi apalagi sampe rassiz,kamu engak cocok rasis dek karna rassis itu bangsa yang ungul atau individu yang ungul .
Kalo sampai perang pecah dilaut antara Indonesia sama cina gak kebayang dan kayak nya negara negara sahabat macam Rusia bakal bantuin kalo diminta
Untuk menghadapi kapal perang cina type ini dan type lainya adalah kemampuan penguasaan cyber war yang mumpuni terutama ilmu koding untuk membajak (hack) sistim radar yang nantinya akan dikombinasikan dengan serangan rudal balistik untk anti kapal permukaan. (mencontoh konsep iran tentang teknik rudal yang terbaru ini). Rudal ini ditempatkan dan ditembakkan dari darat. (terutama di natuna) dengan jarak tembak 750 km – 1200 km.
Saya ingatkan bukan jenis rudal jelajah anti kapal permukaan loh macam C702 atau exocet atau tomahawk.
atau kalau tidak yah perbanyak kapal selam type U208 atau changbogo aja buatan sendiri. tidak ada ceritanya kapal permukaan bisa menang melawan kapal selam. kapal usa aegis aja kewalahan kok.