Denmark Tawarkan Pembangunan Frigat ‘Plug and Play’ Iver Huitfeldt Class di Indonesia
|Bagi pemerhati alutsista, nama Iver Huitfeldt Class dari Denmark mungkin sudah tak asing didengar, inilah peringkat keempat frigat paling mematikan versi defencyclopedia yang ditawarkan untuk TNI AL. Selain kapabilitas tempurnya yang tinggi, frigat dengan desain modular ini bakal menjadikan TNI AL sebagai pengguna kapal perang tercanggih di kawasan Asia Tenggara. Dan menyesuaikan dengan kebutuhan Indonesia, frigat berbobot 6.649 ton ini ditawarkan dengan fleksibilitas dan kustomisasi, bahkan Denmark menawarkan pembangunan kapal light destroyer ini di Indonesia.
Dalam pertemuan penulis bersama Casper Klynge, Duta Besar Kerajaan Denmark untuk Indonesia, disebutkan bahwa Denmark sangat serius untuk menawarkan frigat ini ke Indonesia. “Kami menawarkan frigat Iver Huitfeldt Class dalam fleksibilitas terkait perlengkapan senjata dan sensor yang dibutuhkan Indonesia. Kami juga menawarkan untuk pembangunan kapal perang ini di fasilitas galangan Indonesia, dan ini akan menjadi peluang positif bagi industri di dalam negeri, dan tentunya skema ToT (Transfer of Technology),” ujar Casper Klynge kepada Indomiliter.com.
Baca juga: Mulai 2017, TNI AL Bertahap Pensiunkan Frigat Van Speijk Class
Seperti dipaparkan dalam tulisan sebelumnya, frigat Iver Huitfeldt Class ditawarkan untuk menggantikan posisi frigat Van Speijk Class yang secara bertahap akan dipensiunkan mulai tahun 2017. Terkait dengan tawaran tersebut, bahkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sudah sempat melihat langsung sosok Iver Huitfeldt Class di Denmark pada bulan Maret silam. Meski nama Denmark masih terbilang pemain baru dalam jagad alutsista TNI, namun Denmark telah berhasil memasok perangkat radar Weibel untuk Kohanudnas (Komando Pertahanan Udara Nasional) dan radar Terma SCANTER di frigat Fatahillah Class.
Baca juga: Kohanudnas Operasikan Weibel Portable Radar
Baca juga: Terma SCANTER 4100 – Radar Intai Terbaru Untuk KRI Fatahillah 361
Lebih teknis pada solusi yang ditawarkan, Odense Maritime Technology selaku principal Iver Huitfeldt Class memberikan beberapa opsi bila nantinya frigat ini diakuisisi oleh TNI AL. Yang pertama adalah solusi ‘plug and play,’ dimana persenjataan dan sensor dibangun melalu modul-modul. Tentunya muatan disini dapat disesuaikan dengan keperluan misi. Masa pakai yang berbeda dari komponen-komponen dapat diatasi secara individual sistem per sistem. Pola ini dipercaya dapat menghilangkan periode “off hire” yang panjang, dan secara praktis mampu meningkatkan usia pemakaian kapal. Dalam hal perawatan, muatan dan platform dapat dirawat secara independen, ini bisa memperdendek periode proses perawatan dan memperpanjang jam operasional.
Opsi kedua terkait ToT, Odense Maritime Technology selaku perancang menawarkan kerjasama yang erat dengan pihak galangan kapal dan TNI AL sebagai user. Dimana semua pihak bekerja dengan mengacu pada database yang sama, sehingga memaksimalkan proses ToT dari mulai tahap perancangan hingga tahap perakitan kapal di Indonesia.
Kemudian yang terakhir adalah muatan konten lokal, dimana sebagian pembangunan dan perakitan dapat dilakukan oleh galangan kapal Indonesia. Odense Maritime Technology menawarkan keterlibatan perancang kapal lokal dalam tahap rancangan dan rekayasa, serta principal akan membantu galangan kapal lokal selama fase konstruksi di Indonesia.
Secara umum, Iver Huitfeldt Class memiliki panjang 138,7 meter, lebar 19,75 meter, dan draft 5,3 m. Frigat ini disokong empat mesin diesel MTU 8000 20V M70 yang masing-masing berkekuatan 8,2 MW, sehinga dapat melaju hingga kecepatan 30 knots atau 56 km/jam. Kapal ini dapat menjelajah hingga 9.000 mil laut atau sekitar 17.000 km pada kecepatan 18 knots atau 33 km per jam.
Untuk mendukung misi udara, frigat ini juga dilengkapi dengan dek dan hanggar helikopter ukuran medium, seperti helikopter AW101 atau helikopter dengan berat 20 ton. Sebagai perbandingan dek dan hanggar pada Martadinata Class dirancang untuk helikopter berbobot maksimum 10 ton. Dibangun dengan standar tertinggi NATO, Iver Huitfeldt Class telah dioperasikan Denmark dalam misi anti bajak laut di Teluk Aden dan Samudera Hindia. (Haryo Adjie)
Wajib beli heavy frigate buat tni….mendesak sekali…lihat noh aussie lg bangun destroyer hobart buat ngeratain jawa tuh..dah dukung tni aj
@ayam jago&errickk
Punten, saya tertarik nimbrung pd diskusi om2 berdua dibawah ttg perbedaan pola operasi evakuasi antara us navy&tni al.
Memang benar cuaca buruk&ombak besar turut menyumbangkan andil….tetapi saya melihat dr sisi yang lain.
Bukankan kapal LPD kita yang bertonase lebih besar dr DDG-51 juga tidak dapat berbuat banyak?
Ada bbrp perbedaan mendasar antara al as vs tni al yang meliputi pola pelatihan, pengalaman operasi dan penggunaan peralatan tepat guna yang melipatgandakan/mengefektifkan kemampuan operasional.
1. Penggunaan link 11/flir scr merata pd alutsista&perangkat organiknya (heli/rhib) oleh al as&aliansinya…Orion aussy yang peertama mendeteksi posisi korban dg flir, meneruskan pantauannya kpd ddg-51 via link 11. Pd ruang komando operasi di ddg-51 citra flir berikut koordinat gpsnya, diplot pd peta, diupdate dg data kecepatan angin…shg bisa disusun pola operasi yang efektif, memberikan panduan prakiraan kekoordinat mana para korban terbawa arus dan bisa dicegat/dievakuasi via rhib atau heli sh-60.
Rhib&heli yang dilengkapi flir/lampu sorot akan lebih mudah menemukan korban yang terapung dilaut pd cuaca buruk dan ombak besar.
Sementara tni, walaupun mengerahkan surveiller&cn-235 mpa yang memiliki datalink&flir tdk bisa beroperasi efektif krn sigma yang memiliki datalink telah ditarik mundur krn menabrak karang, shg pola alur komunikasi data tidak berlangsung dg baik (hanya mengandalkan komunikasi radio antar alutsista yang terlibat dlm operasi)
2. Ddg-51 dilengkapi alat pemandu pendaratan heli pd cuaca buruk/malam hari yang sanggup beroperasi pd sea state 5~6 (tergantung tipe yang dipilih)…dg peralatan ini (Asist/curtiss wright) heli bisa tetap beroperasi pd cuaca dan ombak yang tidak bersahabat, sementara kita belum punya satupun peralatan ini dikapal perang kita….(singapura&malaysia telah mengadopsi peralatan ini untuk frigat dan korvet terbaru mereka).
“Ada anggapan bahwa heli panther/dauphin kurang memadai utk menjalankan operasi yang kompleks pd cuaca buruk”
Hmmmm, mari kita telaah lagi….bukankah heli dauphin telah bertahun2 menjadi heli andalan coast guard amerika?
Untuk operasi AKS memang ada benarnya, heli panther memiliki keterbatasan endurance dan kapasitas angkut, sesaui standar operasi yang dianut NATO yang menetapkan standar minimal enduran selama 4 jam…tapi sekedar utk operasi evakuasi, US coast guard telah membuktikannya.
Sering kali para pejabat yang berkompeten dinegri ketika menghapi kesulitan, menjawabnya dg membeli alutsista baru….tampaknya negara2 tetangga kita telah menemukan cara yang efektif. Thailand akan membeli peralatan pemadam api modular yang bisa dipasang pd peswata hercules, sementara kita heboh dg keinginan utk membeli Beriev atau Shinmawa.
Atau ketiadaan pesawat ASW+MPA direspon dg keinginan membeli S-3 atau SU-32/34…padahal CN-235 mpa kita tinggal diupgrade mengacu standar milik turki ddg menambahkan sonar/mad suite, peralatan mad, sonobuoy launcher&rack dan bisa meluncurkan torpedo, rudal anti kapal atau depth charge.
Kenapa tidak membeli pespur multirole misalnya, yang bisa menjalan berbagai fungsi?
Kemudian tentang keterbatas enduran kaprang kita yang kurang dari 30 hari….untuk operasi didalam negri hingga ZEE sebenarnya sdh cukup memadai. Kekurangan AL adl, selama ini kapal bantu cair kita hanya bisa mensuplai bbm saja, shg pemenuhan logistik utk awak kapal maupun sparepart/amunisi harus merapat ke pelabuhan. Semoga kapal bantu cair kita yang baru didesain benar2 sbg kapal AOR ditunjang dg helikopter organik pd kapal tsb yang bisa melakukan vertical replenishment.
#Masih banyak kekurangan kita yang bisa diatasi dg menambah peralatan yang tepat guna pd alutsista yang telah ada…..bukan dg memunculkan alutsista baru yang dedicated utk tugas2 spesifik.
Bung Lesus, ulasannya bagus & mendalam.
Saya baru tau TNI-AL ternyata cukup tertinggal & lemah bahkan dibanding 2 negara tetangga.
Bung Ayam Jago, apa ada rencana pemerataan data link ke seluruh alutsista TNI-AL? Juga soal alat pemandu heli. Saya baca bahwa Kemenhub sendiri ternyata masih melarang penerbangan heli malam hari. Apa heli TNI saat ini juga tidak bisa terbang malam? Untuk operator heli swasta mereka bilang bahwa heli2 terkini udah dilengkapi kemampuan terbang malam.
Dan apa ada rencana upgrade CN-235 MPA agar setara/lebih baik dari punya Turki? Jika bisa diupgrade, kenapa ada rencana membeli S-3 & Su-32?
Untuk kapal bantu cair keliatannya perlu diulas lebih mendalam ama Bung Admin nih. Terutama soal cara transfer logistik & spare part di laut. 😀
*nunggu tanggepan Bung Ayam Jago
@ayam jago
Kayaknya ada ABG (Asal Bukan Gripen) nyasar dimari ya bang?
Tulung bilangin, kalo mo komplen soal gripen bukan disini tempatnya…ke lapaknya @Dark Rider aja
@nakedangel
Agak susah diterima nalar ketika PT.PAL dg fasilitas yang baru dibangun utk PKR serta ilmu yang diserap dari Damen baru menghasilkan 2 unit PKR sudah berganti selera ingin memproduksi jenis kapal yang lain dg konsekuensi menyiapkan fasilitas baru, sdm dan teknologi baru pula…yang kira2 hanya untuk membangun 2~3 AAW?
Seolah-olah uangnya PT.PAL nggak berseri hehehehehehe….
Seharusnya pengalaman PT.DI dijadikan pelajaran….semua tawaran diambil tanpa mengukur kapasitas dan kapabilitas perusahaan yang pd akhirnya berpotensi mengaburkan masa depan proyek2 karya anak bangsa sendiri
@MENHAM dan TNI
Kenapa NKRI sebagai negara Maritim tidak punya Kapal Induk? Dan perbanyaklah kapal perang,walau sebesar motorboot/speedboot yang penting canggih persenjataannya.
Mungkin kita mengacu pada doktrin bung, coba bung lebih meriset dan mendalami doktrin TNI bernama TRI DHARMA EKA KARMA, isi dari doktrin itu harusnya sudah bisa menjawab mengapa TNI tidak mengakusisi kapal induk, LHA, DDH, DDG dan kombatan kelas berat lainnya, berikut kutipannya “Dalam doktrin baru, TNI hanya menjadi alat pertahanan, yang dalam menjalankan tugasnya didasari kebijakan dan politik negara sesuai amanat UU. Sedangkan tugas pokok TNI hanya untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI serta melindungi segenap bangsa Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara”, selama doktrin ini tidak dirubah, maka kecil kemunkinan kita memiliki kapal” tempur kelas berat seperti kapal Induk tadi, disamping terbatasnya anggaran, jadi apabila ada orang menanyakan kapan TNI punya kapal induk, kapal penjelajah atau kapl perusak berat dsb, mohon dipahami dulu inti dari dasar TNI.
http://www.tni.mil.id/pages-12-doktrin-tni.html itu website resmi penjabaran doktrin TNI setebal 84 halaman, kalo ada waktu boleh di pelajari dan dibaca sebagai wawasan
Kapal induk
Mas, klo negara kita fyngsinya punya kpl induk tuh apa?
Dan klo emng pnya, mau di isi apa ?
Biaya juga. Bisa2 seluruh biaya kaprang TNI AL kesedot sama 1 kpl induk.
Mau buat “gaya-gayaan” gtu ? Sabarlah dlu, mash bnyk kok “slot” kaprang TNI AL yg mesti di “lengkapi” dlu. . . Dan
Ekonomi negra dibetulin dlu . . Klo udh “MANTAP” baru dah kita ngomong kapal induk . .
Doktrin pertahanan kita sekarang menganut Preemtive Strike dimana sdh diuji coba di latgab 2014. Doktrin ini menggariskan kita harus mampu menyerang dan menghancurkan kemauan musuh untuk berperang di luar wilayah kita
Dasar dari pembelian alutsista adalah.doktrin. Kapal induk digunakan sama negara dimana angkatan lautnya menganut Blue Water Navy sedangkan untuk TNI AL masih menganut Green Water Navy. Jadi sudah jelas kapal induk belum dibutuhkan oleh TNI untuk saat ini.
@tomcat
Sejak kapan TNI mengubah doktrin menjadi kekuatan agresor…mbok tulung saya ditunjukkan dokumennya?
Yang saya pahami dari pernyataan mas tomcat, TNI sedang mempraktekkan teori universal yang diadopsi dari kurikulum standar USA.
Memang benar sejak berdirinya negara ini TNI banyak mengadopsi kurikulum/doktrin/tabel organisasi&perlengkapan dg standar USA/Nato….tapi tidak semuanya diserap mentah2. Harus diadaptasi dg kekuatan faktual TNI, karakter bangsa kita, kondisi geografisnya, potensi ancaman dsb-dsb.
Tetapi tetap saja dari jaman dulu (terutama era 50-an) hingga sekarang masih ada punggawa2 militer yang menelan mentah2 doktrin bersandar USA tsb….sehingga tidak mengagetkan muncul istilah “kapal selam kelas anjing herder” atau “alutsista penggentar” atau mengadopsi konsep kavaleri NATO ddg jajaran MBT dan kavaleri berbobot masif spt SPH buatan korea, juga heli anti tank canggih….padahal negara kita adl negara kepulauan?
Kembali ke pernyataan mas tomcat diatas….di tahun 2014 apa yang kita miliki shg mengklaim bisa melakukan aksi pre-emptive strike?
Berapa jumlah pespur multirole kita dan persenjataannya, berapa jumlah pesawat air refueling kita, berapa jumlah kapal kombatan kita serta kapal AOR? Apa saja dan berapa jumlah senjata jarak jauh yang kita miliki?
Lha wong mau masuk ke kepulauan mindanao saja masih “maju-mundur cantik” menunggu ijin dari parlemen filipina….lha wong dalam “buku putih pertahanan” saja kita gagal menentukan negara mana yang berpotensi menjadi ancaman bagi Indonesia, kok mikirnya jauh2 mau melakukan aksi pre-emptive strike?
Maaf, saya tidak menyalahkan anda…tapi orang2 pintar yang menyebarkan rumor tidak bertanggung-jawab
Kalau perhitungan sy bung. Hingga tahun 2022.
PKR yg dpt dibuat : 5-6 (dng hitungan 1-2 tahun per unit)
Kebutuhan : 6 kaprang ditahun 2022 (mengisi kekurangan kaprang yg sudah pensiun)
Berarti kurang : 2 unit kaprang
Jadi, mngkin itulah alasan kemenhan menganggarkan untk membeli 2 kaprang guna mengisi kekurangan kaprang di tahun 2022.
Nb: mudah2 untk PKR yg dibuat benar2 fulspek. G setengah2.
PKR direncanakn 20 unit utk menggantikan Tribal, Van Speijk & Parchim. Rinciannya 4 unit MEF 1 (2009-2014), 4 unit MEF 2 (2014-2019), 6 unit MEF 3 (2019-2025) & 6 unit pasca MEF (2025-2030). Pd MEF 1 dikarenakan PT. PAL harus membangun fasilitas baru plus menyekolahkan bbrp tenaga ahli ke Damen shg 2 PKR dikorbankan utk membeli 3 NR class ex Brunei. Pd MEF 2 trjadi perubahan krn ancaman dari Cina shg 3 PKR dikorbankan untuk membangun 2 heavy frigate. Utk heavy frigate rumornx minimum 6 unit (msg2 2 unit utk 3 armada). Dgn hitungan 12 unit proyek PKR trsisa dlm kurun 2019-2030 stdknx akan ada 6 unit PKR yg akan dikorbankan utk membangun 4 heavy frigate
saya mau tanya Gripen NG dicanangkan tahun 2018-2019 kan?
Bung @ayam jago, sepertinya target untuk 2022 PKR/ heavy freaget yg ada g kira lebih dari 4 unit. Melihat daya “genjot” pembuatan PKR/HF yg sekrng sdng berjalan.
Ya. Semua ini hanya perkiraan saja.
Hanya tuhan yg tahu jawabnnya dan waktu yg kan membuktikannya
@blangkon
Battle utk Gripen NG blm mulai. Pengadaanx untk MEF 3. Tp program sdh jalan dimana tahapan pre-eliminary baru kelar tahun ini termasuk jg kualifikasi yg membuat Su-35, Mig-35 & Super Hornet tersingkir krn tdk mmnuhi syarat yaitu low cost operatuonal, multirole & radar AESA. Tahap presentasi 2018 & tender di 2019. Pesaing Gripen ada Viper, Typhoon, JF-17 & kandidat kejutan FC-31. Sgt brgengsi krn pengadaan pespur workhorse jlhnx yg cukup fantastis “utk ukuran kita” yaitu 50 unit alias 4 skuadron
Bung Ayam Jago, soal kebutuhan heavy frigate hingga jumlah 6 itu berarti rencana hingga 2030 ya? Apa ada sumber valid lain ato ini murni rumor?
Di tabel yg dimuat Kontan memang tertulis anggaran frigate 780 juta USD. Apa itu artinya memang untuk 2 frigate? Jika 2 berarti memang kemungkinannya Iver. Anggaran PKR di tabel itu memang tertulis 220 juta USD sehingga bisa dipastikan jumlah yg dibeli hanya 1.
Lalu gimana kesiapan PT.PAL jika pada saat bersamaan masih ada PR bikin PKR, kasel, LPD (pesenan Filipina & nanti TNI-AL), ditambah KCR-60? Apa kemungkinan akan melibatkan galangan dalam negei lainnya?
Lalu gimana dengan argumen Bung Lesus bahwa heavy frigate ini belum mendesak krn masih banyak kapal perang TNI-AL yg belum lengkap sensor & senjatanya serta masih besarnya kebutuhan kapal patroli penjaga perairan kita yg mayoritas dangkal sementara heavy frigate ini punya draft yg besar?
Jika 6 heavy frigate ini dibeli, apa semuanya didedikasikan untuk kemampuan air warfare?
Bung Ayam Jago, tanya lagi.
Bukannya TNI-AU sudah merencanakan pengganti hawk yg buat workhorse adalah FA-50? Pertimbangannya TNI-AU sudah operasionalkan versi latih tempurnya sehingga memudahkan pelatihan & logistik. Biayanya pengadaannya & operasionalnya juga lebih murah (misal dibanding Gripen) serta udah ada jalinan kerja sama dengan Korsel.
Jika tender dilakukan 2019 & estimasi kedatangannya 2-3 tahun setelah itu untuk 1 skuadron awal, bukankah itu seperti tumpang tindih dengan rencana pengadaan IFX yg jumlahnya juga direncanakan 50?
Atau apakah ini nanti untuk Kohaudnas?
Atau ini juga rumor?
@errik
6 unit itu hasil rekomendasi tim khusus yg dibentuk diam2 oleh TNI AL & Mabes TNI stlh trkesan dgn kapabilitas yg ditunjulkan destro AB Class US Navy pd operasi Air Asia yg mmprlihatkn kelemahn trbsar dari kaprang TNI AU
1. Tdk ada kaprang TNI yg mampu menghadadapi sea state lv.6 dmn kaprang2 TNI AL yg terbesar yaitu VS class saja cukup belepotan
2. Tdk ada kaprang TNI yg mampu beroperasi lbh dari 1 bulan tanpa harus balik ke pangkalan
3. Heli sekelas Panther tdk cukup handal menangani misi kompleks & cuaca yg extrim. TNI AL butuh platform heli yg lbh besar sprt MH-60 Remeo sbg heli pendukung kaprang tp prmasalahnnx tdk adw kaprang kita yg punya helipad muat utk heli sebesar itu.
4. AB class meskipun asasinx adlh AAW destro tp punya kapabiltas mrnakutkn sbg fleet killer. Repotnx di utara punya hl tsb yaitu type 052D. Shg mau tdk mau TNI AL harus memiliki fleet guardian yaitu AAW frigate
Kl untuk pekerjaan jk Iver jd tdk akan merepotkan PAL. Dr sisi pekerja sdh sejak lama PAL menganut pola outsourcing. Dari sisi pekerjaan LHD, PKR & Iver itu sdh modular shg lbh hemat tempat, waktu & tenaga krja
Fungsi patroli & keamanan laut skrg bukan tugas TNI AL lg kini diambil alih Bakamla. Tentu spek OPV Bakamls ydk sama dgn Iver.
@errik
Dlm MEF direncanakn TNI AU memliki 11 skuadron tmpur. Kondisi skrg kita memiliki 7 ska tmpur aktif trdiri:
1 ska Sutuc
2 ska F-16
1 ska Su-30/27
2 ska Hawk 200 (1 ska akn dgantikn FA-50)
1 ska F-5 (rencana komposit Su-35/30SME)
Total msh ada siss 4 skuadron. 4 skuasron tsb mrpkn skuadron baru rencananx dnamakn Skuadron 19-22
FA-50 rolenx untuk black flight interceptor dlm rangka air supremacy menggantikn peran yg sblmnx dipegang F-5 Tiger.
Su-35/30 SME yg menggantikan F-5 di Ska 14 punya role sbg air superiority
Terima kasih jawabannya Bung Ayam Jago. Jd lebih paham soal kebutuhan heavy frigate & soal patroli laut. Kabarnya memang Bakamla lagi borong kapal2 patroli termasuk yg diatas 100 m yg kabarnya lg dibikin.
Soal pesawat tempur masih tanya lagi nih. Jika nanti IFX jadi, perannya akan menggatikan jenis jet tempur yg mana? Ini mengingat rencana kebutuhannya 50 unit. 7 skuadron yg sekarang kan udah jelas penerusnya. Apakah bukannya 4 skuadron baru itu diarahkan untuk IFX yg juga pake AESA?
Lalu gimana dengan Kohaudnas yg kabarnya ingin operasikan pesawat tempur sendiri & kebutuhannya sampe 3 skuadron? Kalo saya pikir2 kohaudnas bisa mirip peran Bakamla yg fokus patroli.
Soal pengganti F-5, di tabel rencana pinjaman yg beredar kok anggarannya sama dgn jumlah yg diajukan SAAB untuk 1 skuadron dlm proposal awal tahun? Apa pemerintah tetap mau beli SU-35?
Ada bocoran nggak gimana komentar TNI-AU soal Gripen yg dioperasionalkan AU Thailand (yg kabarnya berhasil ngimbangi sukhoinya RRC :D)? Ini mengingat TNI-AL tertarik Koster Class gara2 kapal sejenis yg diperasikan AL Singapura.
@errik
Bknnx IFX baru akan operasional di 2030. Justru 4 skuadron workhorse masuk program pengadaan 2020-2025
Mengenai skuadron Kohanudnas sprtnx sangat gelap. Dr diskusi & chitchat dari brbagai group diskusu militer via WA & FB ke sumber dalam internal TNI maupun sales dikarenakan demi visi poros maritim, nostalgia masa lalu dan agresifnx ancaman dari utata pengadaan ska Kohanudnas yg rencananx pasca MEF (2025-2030) didelay dlm jangka waktu yg tdk dtntukn digantikan rencana TNI menghidupkan kmbali armada udara TNI AL sprt halnya era Orde Lama dmn ALRI prnh mngoperasikn Gannet & Il-28. Rumornx 2 ska. Yg diincar pesawat dgn kmampuan maritime strike skaligus anti kapal selam. Ada 2 pihak yg sdh mrngajukan proposal yaitu Rusia dgn Su-32FN & Amrik dgn S-3 Viking
@ayam jago
Kok mau-maunya ngoleksi “barang antik” seperti S-3 viking…ini pesawat mau dialap apanya?
Utk peran AKS, CN-235 mpa tinggal dilengkapi sonar suite, mad dan sono buoy launcher.
Utk peran anti kapal permukaan CN-235 juga tinggal ditemplokin exocet atau rbs-15….gripen juga bisa menggendong rbs-15
Admin tolong donk di ulas ttg De Zaven Provience…
Maaf bung admin, memang De Zeven tidak masuk MEF bahkan Ivan Huitfeldt ini juga belum masuk MEF, TNI hanya berkeinginan untuk meng akusisi Heavy Frigate saja kedepannya, semua jadi rancu saat pak menhan datang melihat langsung salah satu kapal Ivan Huitfeldt ini yang menimbulkan banyak spekulasi. Yang dibilang bung admin sangat benar,kapal ivan-class mungkin menjadi opsi pelengkap PKR untuk menggantikan Van Speijk-class, berdasarkan IHS Jane, TNI berencana memensiunkan Van Speijk dengan rasio 1 kapal/tahun mulai 2017, artinya pada 2022 semua kapal van speijk “harusnya pensiun” mungkinkah ivan-class ini untuk mengejar tenggat waktu trsbt atau TNI hanya fokus memproduksi PKR sampai 6 unit? Hanya waktu yang akan buktikan
Pertahanan indonesia sekarang beda dengan rezim orba ….indonesia sekarang butuh kapal perang real frigat atau destroyer penjelajah bukan perahu berlebel kapal perang .
Heavy fregat=light destroyer..mungkin dijadikan destroyer kita…soalnya kita suka yg light..hehehe…maksimal jumlahnya 10 unit kalo dibeli,minim 3 unit,1 KOARMA 1 unit,jika terjadi WAR setiap KOARMA bisa perang secara mandiri …….isiannya??..kapal sebenarnya hanya alat bantu angkut barang dilautan …mau diisi apa…terserah yg punya..mungkin isiannya sama dengan light fregat kita..atau van speijk..hanya jumlah rudal2nya lebih banyak..ini hanya pendapat saya..
Banyak maunya, lalu uangnya siapa untuk realisasinya ?
mintak sedekah ke china.. wkwkwk
RAPBN 2017 anggaran TNI 108 T. untuk pembelian barang 20 koma sekian %. kurang lebih $ 1,7 Milyar cukup untuk membangun iver huitfeldt class kalau tidak beli pesawat tempur lagi
setuju sekali Fregat ini pilihan terbaik yang sesuai Budget Kemenhan, tapi kalau pun deal, mau diproduksi kapan? emang lini produksi PT. PAL masih ada yang kosong? Bukankah PT. PAL sekarang masih disibukkan dengan produksi PKR ke-2 dan SSV Pinoy yang ke-2, belum lagi KCR 60, persiapan Kapal selam Nagarangsang Class dan sepertinya juga bidding tender Kapal KKP,,,,dan mungkin kapal Niaga
betul bung@diesel, kita ini “kemaruk”, untuk jangka panjang misal 20 tahun kedepan masih ngak pa pa
lebih baik memilih salah satu proyek yang paling menguntungkan kemudian direalisasikan segera
Kapal ini kan sistemnya modular. jadi jelas tidak semua bagian harus dikerjakan di fasilitas PT. PAL semua. kalau pembangunan modul-modul jatah PT. PAL bisa dilakukan di hangar terpisah. saya yakin bisa terealisasi tanpa mengganggu lini pembangunan kapal di atas.. toh sebelum kapal ini jadi beberapa kapal di atas sudah selesai pengerjaan dan segera meluncur ke laut. jadi ada cukup space di kawasan PT. PAL untuk menyatukan seluruh modul..