Bullray UAS: Drone Copter Amfibi dengan Kemampuan Tembak Sasaran
|Dalam operasi taktis, pasukan elit amfibi yang sedang melaksanakan operasi pengintaian di medan berawa jelas butuh perlengkapan tempur canggih dan mumpuni. Lain dari itu, hadirnya sosok drone diperkirakan mampu memaksimalkan kinerja operasi dan mengurangi jatuhnya korban yang tak perlu. Lantas yang jadi pertanyaan, adakah drone yang sanggup diajak berbasah-basah di area yang lembab? Pun guna menjaga kesenyapan operasi, drone wajib bisa VTOL (vertical take off and landing) dan tentunya berbobot ringan agar dapat dibawa manpack oleh pasukan.
Baca juga: Unmanned Hybrid Vehicle – Ketika Drone Pesawat Terbang dan Drone Bawah Air Menyatu
Setelah sebelumnya Indomiliter.com mengulas Unmanned Hybrid Vehicle Flying Fish, drone unik besutan ST Aerospace dan ST Engineering, Singapura, yang mampu terbang dan menyelam, maka menjawab pertanyaan diatas ada drone yang diberi label Bullray UAS (unmanned aerial system). Wujud Bullray bukan drone pesawat, melainkan drone helikopter, lebih tepat tri copter karena tenaga penggeraknya berasal dari tiga rotor. Mengemban embel-embel amfibi, komponen Bullray memang menyandang predikat waterproof dengan sertifikasi IP67. Bullray juga dapat beroperasi di segala kondisi cuaca.
Baca juga: Microdrone MD4-1000 – Drone Quadcopter Pilihan Satuan Elite TNI AL
Bullray dibuat oleh Rapid Composited, manufaktur drone dari Florida, AS. Drone ini ikut dipamerkan statis di ajang Singapore Airshow 2016 bulan Februari lalu. Melihat bentuknya, Bullray mengingatkan pada bentuk muka ikan pari. Yang menarik, booth Bullray ditampilkan bersebelahan dengan booth PT Bhinneka Dwi Persada (BDP), perusahaan swasta nasional yang meraih kontrak pengadaan drone Rajawali 330 untuk TNI AD dan Rajawali 350 untuk BAKAMLA (Badan Keamanan Laut) RI.
Baca juga: Perkuat Surveillance di Perbatasan, Menhan Pesan Drone Rajawali 330
Baca juga: Rajawali 350 – Rahasia Dibalik Kecanggihan Drone Helikopter Bakamla RI
Dari spesifikasi, drone dengan tenaga baterai ini sanggup mengudara selama 30 – 45 menit. Body drone ini sudah pula menyandang standar MIL-STD-810G, artinya saat dipindah-pindahkan drone ini tak perlu dikemas sistem pelindung. Dibilang cocok untuk operasional pasukan amfibi, Bullray menganut desain clamshell, drone dapat dilipat, sehingga dapat mudah dibawah oleh seorang personel dengan model ransel (manpack).
Untuk men-deploy Bullray hanya butuh waktu singkat, dalam hitungan 15 detik drone sudah bisa mengudara. Instrumen pada drone hanya terdapat tiga buah tombol. Keunggulan lain dari drone terkait dari kapasitas angkut (payload). Bullray dapat memuat payload 7 kg, ini artinya masih sangat ideal untuk penempatan kamera intai atau sensor FLIR (Forward Looking Infrared). Guna memudahkan implementasi jenis dan tipe payload, Bullray dilengkapi tiga dudukan picatinny rails. Sebagai informasi, bobot Bullray tanpa payload, alias berat kosong adalah 8 kg.
Baca juga: FLIR SAFIRE III – Penjejak Berbasis Thermal Andalan CN-235 220 MPA TNI AL
Dalam misi tempur, untukpenindakkan pada sasaran yang telah diintai, Bullray dapat diintegrasikan dengan Surefire light weapon systems. Ini artinya Bullray dapat dipasangi dudukan senjata ringan, seperti pistol atau sejenis senapan mesin ringan.
Baca juga: TOPX4-B132 – Prototipe Quadcopter UAV dari Dislitbang TNI AD
Model adopsi senjata untuk drone copter bukan hal baru, prototipe drone copter TOPX4-B132 Dislitbang TNI AD. Bahkan lebih serius lagi, Bullray dalam spesifikasinya dapat pula dipasangi peluncur senjata jenis FNH-303, semacam pelontar granat mini yang punya daya letal hingga jarak 50 meter. Dengan kemampuan hovering pada drone, operator dapat membidik sasaran secara remote lewat visual imaging target ke kacamata (goggle) kendali. (Haryo Adjie)