Bukan 12, Drone Intai ScanEagle Malaysia Berjumlah 18 Unit
|Indonesia, Malaysia, Filipina dan Vietnam, adalah negara di Asia Tenggara penerima hibah drone intai ScanEagle buatan Boeing Insitu dari Amerika Serikat lewat program Maritime Security Initiative (MSI). Sesuai dengan kontrak dan kesepakatan bilateral, jumlah ScanEagle yang diterima tidak sama antar negara.
Baca juga: Angkatan Laut Malaysia Resmikan Beroperasinya Skadron Drone ScanEagle
Merujuk pada artikel pada Juni 2021, Indonesia diwartakan mendapatkan 14 unit ScanEagle, maka Malaysia kebagian 12 unit dan Filipina 6 unit. Namun, ada update dari Langkawi International Maritime and Aerospace Exhibition (LIMA) 2023. Dari laman Bernama.com (27/5/2023), disebut bahwa jumlah ScanEagle yang dioperasikan AL Malaysia mencapai 18 unit, yang artinya lebih banyak dari yang dioperasikan Indonesia.
Seperti halnya di Indonesia, bagi Malaysia, penggunaan ScanEagle juga diperankan sebagai kepanjangan mata armada di lautan. Di LIMA 2023, AL Malaysia mengungkapkan untuk pertama kalinya ScanEagle diperlihatkan ke publik. Bila di TNI AL, ScanEagle menjadi arsenal Skadron Udara 700 Puspenerbal, maka di AL Malaysia, ScanEagle sejak tahun 2021 ditempatkan di Skadron 601 yang berbasis di Pangkalan Angkatan Laut di Kota Kinabalu, Sabah.
Selain menerima 18 unit drone ScanEagle 2, Skadron 601 juga menerima pengiriman dua peluncur pneumatik, dua unit SkyHook UAV retrieval system, dan tiga unit Ground Control Station. ScanEagle diawaki oleh kru pada Ground Control Station. Sistem kontrol dan navigasi ScanEagle menggunakan GPS waypoint dan autonomous object tracking and autonomous in-flight route mapping. Untuk transmisi data, ScanEagle disokong datalink UHF 900MHz dan downlink S-band 2.4GHz untuk transmisi video.
Drone ScanEagle dilengkapi sensor thermal beresolusi tinggi DRS E6000. Sensor ini menyediakan resolusi 640×480 pixels dengan 25 micron pitch. ScanEagle juga dilengkapi short-wave infrared camera buatan Goodrich Sensors. Yang terbaru ScanEagle dapat diinstalasi NanoSAR synthetic aperture radar (SAR).
Dalam menjalankan misi intai, ScanEagle dapat mengudara sampai 22 jam 10 menit. Bahkan pada uji coba dengan bahan bakar JP5, endurance ScanEagle bisa sampai 28 jam 44 menit di udara.
Program akuisisi ScanEagle untuk Malaysia mencakup paket pelatihan awak, pemeliharaan dan kemampuan untuk mengoperasikan drone hingga 2.000 jam.
Baca juga: Drone ScanEagle Jadi Kelengkapan Sistem Intai di Frigat KRI Abdul Halim Perdanakusuma 355
Meski bertajuk program hibah, namun Pemerintah Indonesia tetap merogoh kocek sekitar Rp10 miliar, dana tersebut dibutuhkan untuk mengintegrasikan dan memastikan keamanan data dari peralatan ini dengan alutsista lainnya. Dalam proyek integrasi tersebut, PT LEN Industri kebagian peran untuk melakukan integrasi sistem pada drone.
Rangkaian persiapan untuk menerima kedatangan drone ScanEagle telah dilakukan TNI AL sejak pertengahan tahun 2020, salah satunya dengan pembangunan hanggar khusus drone.(Gilang Perdana)
ndonesia gk bisa bikin drone canggih masih sebatas terbang aja, bahkan gk ada camera electro-optical yang canggih. Gmn bisa intai coba -_- dan juga gk bisa bawa bom atau misil mending beli aja dari turki.
Drone2 semacam ini apalagi drone china dilengkapi peralatan yang bisa balik arah sendiri ketika digunakan utk memasuki wilayah/area alutsista negara pembuat drone itu sendiri.
Selama satelit militer Indonesia masih implant sama satelit swasta, TNI belum bisa mengaplikasikan teknologi penginderaan dan sistem komunikasi militer secara optimal. Lapan Satelit hanya berfungsi sebagai satelit backup utk komunikasi militer
drone semacam ini pada dasarnya indonesia dah bisa bikin sendiri, jadi ya ngga perlu ambil pusing