Brahmos ALCM, Lambang Superioritas Industri Rudal Jelajah India
Seiring rencana modernisasi alutsista, frigat Van Speijk Class secara bertahap akan dipensiunkan TNI AL, hingga nantinya unit terakhir masih akan beroperasi sampai tahun 2022. Dengan batas pengabdian yang telah ditentukan, maka masa depan SS-N-26 Yakhont yang menjadi lambang letalitas rudal anti kapal TNI AL menjadi dipertanyakan, pasalnya hingga kini belum ada platform kapal perang TNI AL (lagi) yang pas dipasangi rudal jelajah berkecepatan supersonic ini.
Baca juga: Mulai 2017, TNI AL Bertahap Pensiunkan Frigat Van Speijk Class
Bila di Indonesia masa depan Yakont masih jadi tanda tanya, lain halnya di India, dibawah Brahmos Aerospace, perusahaan joint venture antara Defence Research and Development Organisation (DRDO) India dan NPO Mashinostroyenia (NPOM) Rusia, kiprah Yakhont alias Brahmos (Brahmaputra Moskva) makin bersinar, setidaknya riset dan pengembangan rudal yang mampu melesat Mach 2.5 ini cukup cerah. Selain hadir dalam varian anti kapal/ASCM (Anti Shipping Crusise Missile) dan LACM (Land Attack Cruise Missile), India secara eksklusif juga mengembangkan Brahmos untuk varian ALCM (Air Launched Cruise Missile).
Khusus untuk Brahmos ALCM (Brahmos A) sampai saat ini statusnya masih dalam pengembangan. Dan yang jadi menark adalah platform pengusungnya, dengan bobot 2.550 kg tentu tak sembarang jet tempur yang sanggup menggotongnya. Dan sebagai pengusung Brahmos A dipilih jet tempur Sukhoi Su-30MKI. Bobotnya yang super duper dan punya panjang 8,5 meter menjadikan Brahmos A hanya dapat dicantelkan pada central point Su-30 MKI.
Rintisan pengembangan Brahmos A sudah dimulai pada Januari 2011, dan dijadwalkan baru April 2017 rudal ini akan diuji tembakkan (first live firing) dari Su-30MKI. AU India sendiri menargetkan akan mengintegrasikan 216 rudal Brahmos A ke 42 unit Sukhoi Su-30MKI. Untuk mengintegrasikan Brahmos A ke Sukhoi Su-30MKI bukan perkara langsung plug and play, pihak manufaktur Hindustan Aeronautics Limited (HAL) memerkukan modifikasi khusus pada Su-30MKI.
Masih seperti halnya rudal Yakhont, Brahmos A digadang mampu menghajar sasaran sejauh 300 km (over the horizon target). Bicara kecepatan, rudal ini bahkan bisa melesat dengan kecepatan maksimum Mach 2.8. Secara teori, Brahmos A dapat dilepas dari ketinggian maksimum 9.000 meter dan paling rendah 500 meter. Saat rudal bongsor ini dilepaskan dari cantelan pesawat, maka rudal akan free fall di rentang 100 – 150 meter, baru kemudian mesin rudal hidup dan melesat. Untuk menuju sasaran di jarak ratusan kilometer, ketinggian jelajah rudal ini bisa mencapai 14.000 meter, sementara jika sudah mendekati sasaran (terminal phase) ketinggian terbangnya di rentang 5 – 15 meter. Bila dibandingkan dengan Brahmos ASCM dan LACM, maka Brahmos A ALCM punya perbedaan pada tampilan ujungnya, yakni lubang air intake ditutup dengan nose cap da nada tambahan stabilizer fins model baru.
Baca juga: Yakhont – Rudal Jelajah Supersonic TNI-AL
India Belum Puas
Brahmos A digadang sebagai ALCM dengan bobot terbongsor di dunia, sebagai perbandingan rudal Kh-101/Kh-102 (versi nuklir) masing-masing punya berat 2.200 dan 2.400 kg. Kh-101/Kh-102 dilepaskan dari pesawat pembon Tu-95MS dan Tu-16. Dalam kunjungan ke Aero India 2017 di Bangalore bulan Februari lalu, Brahmos juga memperlihatkan pylon high streght alumunium untuk Brahmos A yang punya panjang enam meter dengan berat 350 kg. Beberapa jurnal militer menyebut ini adalah pylon rudal di jet tempur yang paling besar saat ini.
Dengan kesemua itu, faktanya India belum puas. Mengikuti klausul Military Technology Control Regime (MTCR) Rusia yang telah disepakati antara India dan Rusia pada Desember 2016. Maka India berharap agar keluarga rudal Brahmos dapat mencicipi standar rudal sejenis buatan Rusia. Lewat MTCR India berharap jarak jangkau Brahmos A bisa sejauh 500 km.
Sebagai informasi, dibawah MTCR produk militer yang di ekspor Rusia ke luar negeri punya kemampuan downgrade. Sebut saja rudal anti kapal Yakhont/Brahmos, untuk urusan jangkauan dipatok maksimum 300 km, sementara versi yang digunakan Rusia P-800 Onyx dikabarkan punya jarak jangkau sampai 600 km. Kebutuhan Brahmos dengan jarak jangkai ekstra sangat diinginkan India, mengingat potensi serangan Cina dari basis pangkalan di Tibet, belum lagi potensi konflik dengan Pakistan. Brahmos dengan jarak jangkau diatas 300 km diharap mampu memberi efek penghancuran maksimal pada basis pangkalan militer Cina di Tibet.
Mewujudkan Brahmos A Extended Range bukan perkara mudah, dengan jarak jangkau yang ditingkatkan maka kapasitas fuel turut meningkat, dan ujung-ujungnya bobot rudal bertambah. Belum lagi tantangan di sistem kendali, untuk menghantam sasaran di jarak 500 km dibutuhkan track and detect relay targeting information, ini artinya diperlukan navigasi berbasis satelit. Meski kesemuanya telah dikuasai India, tapi dibutuhkan investasi yang kecil untuk menerjemahkan semua tuntutan tadi. Belum lagi harapan dari user agar Brahmos A dapat membawa hulu ledak nuklir.
Indonesia Tertarik?
Meski belum bisa dipastikan kebenarannya, situs defenseworld.net (27/10/2016) menyebut bahwa Indonesia dan Chile tertarik untuk membeli Brahmos ALCM. Seandainya benar, boleh jadi informasi ini didasari Indonesia sebagai pengguna Sukhoi Su-30MK2. Sebaliknya Chile, Negera di Amerika Selatan tidak ada dalam daftar negara pengguna Su-30. (Haryo Adjie)
Seharusnya menhan datang ke India minta bantuan untuk mengajari buat rudal anti kapal sekelas C 802. Bilang aja kita sakit hati sama cina karena janjinya yang mau mengajarkan C 705 selalu di ulur2. Tapi proyek pengembangannya di Indonesia, ya itung2 sekalian ngoprek C 802 nya dan jangan dibawa ke India biar sang naga kaga ngamuk.
Bagaimana kabar kerjasama rudal C-705 min kok sampe sekarang senyap-senyap aja? Seengaknya dengan cara itu Indonesia bisa menguasai ilmu rudal.
Teknologi ini terhitung sederhana bagi developer rudal di AS atau Eropa
tapi mengapa AS dan Eropa ngak mau mendevelop rudal ini ?
Jawabanya Yakhont berkecepatan lebih dari Mach 2 kesulitan menjangkau sasaran bergerak, Apalagi Zig-Zag
sedang rudal Mach 0.8 sangat lincah bermanuver
kemungkinan itulah kenapa AS dan Barat lainnya tidak ikut ikutan membuat Rudal seperti Yakhont
sasarannya kan objek darat dan kapal yang kecepatannya rendah jadi masih bisa kena apalagi saat sudah mendekati sasaran dia tidak akan terendus radar kapal karena sea skimming di permukaan laut antara 5 s/d 15 meter. Tidak cukup waktu bagi kapal yang sudah ditarget untuk mengelak atau menghancurkan dengan CIWS. teorinya sih gitu ,tapi belum ada bukti dalam perang sesungguhnya.
@komerat
Mungkin benar untuk arena peperangan dilautan terbuka…tapi untuk medan pertempuran diperairan litoral apalagi yang medannya kepulauan teori tsb masih perlu dibuktikan
Radar sekarang sudah bisa melihat perahu boat kecil, apalagi rudal sea skimming. radar MW08 milik Sigma Diponegoro pun sanggup melihat Sea Skimming Missile, Apalagi radar Smart milik KRI Raden Edi Martadinata-331
jadi sekarang tinggal kecakapan kru kapal saja agar bisa menghindar
Contoh TNI-AL kemarin yang gagal di jarak 250km, Rudal meleset beberapa meter dari target, padahal hanya terombang ambing oleh arus laut saja.
Berarti Radar Yakhont mampu mengunci, tapi gagal mengeksekusi
Justru sukses di 120km dengan cara Lo-Lo, ketika kecepatan di turunkan
Saya cuma heran ,kenapa pemerintahan sekarang sepertinya tidak ada perhatian pada penggasaan tehnologi rudal . C705 gagal ,harusnya di carikan alternatif lain .Vietnam ,Thailand sudah mulai menguasai Tehnologi rudal .Kita masih berkutat pada roket berbahan bakar padat ,roket berbahan bakar cair belum dikuasai apalagi tehnologi desain dan pembimbing rudal . Artinya kita sebagai negara besar di ASEAN masih jauh ketinggalan,.
Karena Indonesia belinya cuma ketengan
Vietnam belinya diperkirakan 3000 unit Kh-35E
itupun kit Elektroniknya dan kit Roket masih di Impor dari Rusia
Kalau Thailand DTI-1G itu Roket MLRS berpandu, bukan Rudal murni
Itupun hanya merakit saja
Untuk admin, sepertinya ada sedikit kurang kata di bagian ini : “dibutuhkan investasi yang kecil untuk menerjemahkan semua tuntutan tadi.”
Mungkin seharusnya “dibutuhkan investasi yang tidak kecil . . .”
selamat pagi admin@ saya baca berita di sindo news…katanya rusia segera mengirim pespur su 35 ke indonesia…apakah berita itu benar???
https://international.sindonews.com/read/1190788/40/rusia-segera-kirim-jet-tempur-su-35-pesanan-indonesia-1490209422
Kalau segera ya jelas tidak, lha draft kontrak saja baru dipersiapkan 🙂
Van Speijk memang sudah waktunya pensiun tapi kalo alesan umur mau dirawat lagi masih bisa. Seperti Brp Gregorio De Pillar saja waktu di terima Philipin juga sudah usia 40 thn lebih.