Boeing WC-135: Mengenal Si “Pengendus” Radiasi Nuklir Yang Mendarat Darurat di Aceh
Otoritas Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) di Blang Bintang, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Jumat (24/3/2017) kemarin, mendapat tamu istimewa, meski datang tak diundang, namun yang tiba adalah pesawat “intai” strategis milik AU Amerika Serikat (USAF). Dari tampak luar, pesawat ini tak beda dengan pesawat sipil (komersial), maklum platform-nya adalah pesawat jarak jauh Boeing 707, tapi dengan registrasi AF62-3582, faktanya pesawat itu adalah WC-135 Constant Phoenix. Bila ditelusuri, pesawat dengan empat mesin ini punya predikat nuclear sniffer, alias pesawat untuk mendeteksi paparan radiasi nuklir.
Menurut rilis dari beberapa media, disebutkan WC-135 dengan call sign Tora 82 terbang dengan misi ferry flight dari Lanud Diego Garcia di Samudera Hindia dengan tujuan Lanud Kadena di Jepang. Namun dalam perjalanan, pesawat yang punya kemampuan air refuelling ini mendapat masalah, lebih tepatnya mesin nomer empat dilaporkan mengalami kerusakan, sehingga sekitar pukul 12.23 WIB, pilot WC-135 Letnan Kolonel Tony White memutuskan mengontak tower Bandara SIM untuk meminta ijin melakukan pendaratan darurat. Dan setelah mendarat di runway 17 dan parkir di apron A, sampai tulisan ini dibuat pesawat dan awaknya masih berada di Bumi Rencong, menunggu teknisi perbaikan dan kiriman suku cadang.
Yang menarik ditelaah adalah sosok WC-135 Constant Phoenix, hadirnya pesawat ini seolah mengingatkan kembali bahwa senjata nuklir masih menjadi momok yang mengkhawatirkan. Presiden AS Donald Trump boleh saja mengandalkan kemampuan satelit intai super canggih yang mampu merekam citra imaging dari ketinggian luar angkasa. Namun untuk mendeteksi keberadaan senjata nuklir tak melulu manjur lewat satelit, masih diperlukan penciuman langsung ke lapangan, dan wahana yang dipercaya untuk misi itu adalah WC-135.
Baca juga: Garap Proyek Satelit Militer Indonesia, Airbus Defence and Space Gandeng GigaSat
Dengan perangkat khusus berupa dua unit external flow, analis radiasi di WC-135 dapat mendeteksi jejak radioaktif nuklir di suatu wilayah. Perangkat berupa silinder ini yang disematkan di luar ini dapat mengumpulkan partikel di atas filter paper, sistem ini dilengkapi kompresor untuk mengumpulkan sample udara sesuai ketinggian atmosfir. Mungkin karena dianggap sebagai sensor yang sensitif, sesaat setelah WC-135 mendarat di Bandara SIM, external flow terlihat langsung ditutupi pelindung (cover) oleh awak yang keluar dari emergency exit door.
Salah satu area penugasan WC-135 adalah ke wilayah Semanjung Korea, target operasinya siapa lagi jika bukan Korea Utara yang gemar melakukan provokasi lewat uji roket jarak jauh dan gertakan nuklir. Hadirnya WC-135 bukan dalam misi preventif, melainkan pesawat ini diterjunkan setelah uji coba nuklir diduga telah dilakukan lawan, WC-135 diterbangkan untuk menganalisa dampak dari nuklir tersebut. Selain misi mencium efek nuklir di Korea Utara, WC-135 juga kerap wara wiri di wilayah perbatasan Rusia, setiap ada informasi intelijen atas uji nuklir yang mungkin dilakukan Rusia, maka pesawat yang mampu terbang 24 jam non stop ini siap melakukan misi strategisnya. Pun merespon spekulasi penggunaan senjata nuklir oleh militer Suriah, WC-135 juga hadir di Timur Tengah pada tahun 2013 lalu.
Baca juga: Boeing 737-200 Surveillance AI-7302 TNI AU Laksanakan Latihan Terbang Malam
Dalam misi intai strategis, pengukuran tingkat bahaya paparan radiasi nuklir akan menghasilkan output informasi yang vital, seperti respon antisipasi dampak radiassi nuklir, dan tentunya untuk mengukur kekuatan (kemampuan) nuklir yang dimiliki lawan.
Dari 10 unit WC-135 yang telah diproduksi sejak 1965, kini hanya dua unit yang aktif dioperasikan oleh Skadron 45th Reconnaissance yang bermarkas di Lanud, Offutt , Nebraska. Sementara untuk awaknya berasal dari Air Force Technical Applications Center. WC-135 diawaki oleh 33 personel, namun dalam misi yang beresiko tinggi, jumlah awak dapat dikurangi untuk meminimalkan tingkat paparan radioaktif. Dengan kemampuan khusus, WC-135 tak melulu berguna untuk misi militer, saat musibah gempa dan tsunami yang merusak reaktor nuklir Fukushima (Maret 2011). WC-135 ikut diterjunkan untuk menganalisa dampak radioaktif di sekitaran udara Jepang. (Haryo Adjie)
Spesifikasi Boeing WC-135 Constant Phoenix:
– Crew: varies with mission
– Length: 42,6 meter
– Wingspan: 39,9 meter
– Height: 12.8 meter
– Wing area: 226 m²
– Max. takeoff weight: 136.300 kg
– Powerplant: 4 × Pratt & Whitney TF33-P-5 turbofan
– Maximum speed: 648 km/h
– Range: 6.437 km
– Service ceiling: 12.200 meter
saya kok curiga ini pesawat pesanan tni au..secara warna camo mirip boing 737 tni au ?? pengirimannya sengaja dgn drama mendarat darurat di aceh biar kawasan tdk gaduh…dan nantinya tinggal ganti logo tni au…catnya pun kelihatan masih kinclong alias baru…dan tdk biasanya camo au amerika seperti itu…
Pertanyaannya buat apa TNI buang2 duit buat beli gituan,,,, masih banyak yang lebih urgent kali,,,,
UJi nuklir korut?, alasan paling masuk akal. Fukushima masih berkemungkinan menukil torehan sejarah sbg kebocoran reaktor nuklir terburuk pada abad 21 ini. Cukup besar kemungkinan constant phoenix tujuan sejati adalah fukushima. Pripyat abad 21, zombie menace plus sengoku no kyojin no kyokai. 💐
Di forced down tni au? Engine burn? Ngga mungkin…
Ini pasti komen warga bumi datar…udah jelas rusak engine masih bilang di forced down?!!!!
Di forced down pake “black label” kale…..
siapa yg bilang di forced down ??? !!! wahai pemburu blekok bertobatlah kembali ke jln yg betul.
Aduh lugu banget nih kaum neraka jahanam,
Benar kecurigaan defcon 3, ketika siang berganti malam dari dalam pesawat meluncurlah beberapa stick delta force yang dipimpin mayor chuck norris utk membebaskan warga negara AS yang disandera oleh kelompok bersenjata tak dikenal (soale belum sempet kenalan)
dan crew pesawat pun kena penjara hotel. wakakaka
biar ga tercemar kali ya
Pesawat yg punya tugas luar biasa,. Pesawat era perang dingin selalu menakjubkan dan angker
@d’boys
Jaman dulu prancis menggunakan mirage III utk menjalani tugas spt ini (mengumpulkan sampel debu radiasi nuklir)…tapi dg cara yang berbeda.
Mirage III menembakkan selongsong roket yang tidak memiliki hulu ledak kearah paparan awan nuklir, selongsong roket ini sebenarnya berfungsi sbg kontainer utk “menyerok” debu radiasi nuklir dan setelah jatuh kepermukaan tanah, selongsong ini dibawa kelaboratorium utk diperiksa kadar radiasinya, serta luas paparannya.
Tapi metode ini tampaknya hanya berlaku untuk pengujian nuklir diwilayahnya sendiri….dikepulauan muroroa, pasifik
@Menhan
Cerita yg sgt menarik mas, & jarang diketahui.. trims. Dan akhirnya dosa perancis itu berbuah sebuah monster yg bernama GODZILA.. nahh, klo yg ini asli intermesso.. hehe
@d’boys
Sama-sama bung d’boys…
Saya punya linknya kalo2 bung d’boys ingin tau lebih lengkapnya: komik “Petualangan Tanguy&Laverdure: Bahaya di Mururoa”…bisa diperoleh ditoko2 buku terdekat, xixixixi
Kembali ke topik, thanks admin, ini artikel yang menyehatkan hehe. Pesawat yg eksis waktu perang dingin, skrng tinggal sisa2 aja yg eksis.
Dislitbang punya mortir yg lebih baru tolong di angkat di artikel selanjutnya
@Baso, sudah pernah di kupas, coba simak artikel ini sampai tuntas 🙂 mortir mekatronik litbang TNI AD di http://www.indomiliter.com/srams-120mm-benchmark-prototipe-super-rapid-mortir-litbang-tni-ad/
beda sama yg baru min tampilannya lebih futuristik klo yg baru
Pertamax??
Bung admin mohon infonya kaloh boleh produk dislitbang TNI AD terutama mortir motrixnya dan produk lainnya , thanks
Yang ini http://www.indomiliter.com/srams-120mm-benchmark-prototipe-super-rapid-mortir-litbang-tni-ad/ ? Yang lainnya bisa Anda cari di menu Etalase Alutsista.