Boeing Memulai Upgrade “Block III” untuk F/A-18 Block II Super Hornet Angkatan Laut AS
|
Belum lama ini diwartakan bahwa Angkatan Udara Australia (RAAF) akan memperpanjang usia operasonal jet tempur F/A-18F Super Hornet hingga satu dekade mendatang. Untuk itu, RAAF akan melakukan upgrade armada Super Hornet ke Block III. Sebelum niatan RAAF berjalan, ada kabar bila Boeing baru saja memulai upgrade Block III untuk Super Hornet milik Angkatan Laut AS (US Navy).
Dari akun Twitter Boeing Defense, Boeing mengumumkan kedatangan F/A-18 Block II Super Hornet pertama di fasilitas St. Louis yang akan ditingkatkan ke konfigurasi Blok III yang baru. Upgrade Blok III akan diterapkan sebagai bagian dari program Service Life Modernization (SLM), yang akan menambah 4.000 jam terbang ke masa layanan Super Hornet yang akan dikirimkan.
F/A-18E dan F/A-18F Super Hornet saat ini menjadi tulang punggung Carrier Air Wings, pesawat twin engine ini mampu melakukan semua profil misi udara-ke-udara dan udara-ke-darat. Angkatan Laut AS mengoperasikan Super Hornet Block II, yang terdiri dari 322 unit F/A-18E (single seat) dan 286 unit F/A-18F (tande, seat) yang dikirimkan sejak tahun 2005, sampai terakhir 17 April 2020. Pada 24 September, 2021, Boeing mengirimkan ke Angkatan Laut AS, yang pertama dari 78 Super Hornet Block III yang baru diproduksi, bukan Block III hasil upgrade.
The first @USNavy Block II #SuperHornet to receive the Block III avionics kit has arrived in St. Louis for service life modification. The jet will depart with a 4,000 flight hour increase, a large area touch screen display and upgraded capabilities. pic.twitter.com/OkGczxEEVr
— Boeing Defense (@BoeingDefense) July 13, 2023
Fase pertama program SLM telah berlangsung selama beberapa tahun, memperpanjang masa pakai Super Hornet dari 6.000 menjadi 7.500 jam terbang. Fase kedua, yang dimulai tahun ini, berupaya memperpanjang masa layanan hingga 10.000 jam terbang dan melakukan modifikasi yang diperlukan untuk peningkatan ke Block III.
Kemampuan utama yang disediakan dari paket upgrade Block III termasuk Advanced Cockpit System yang berpusat di sekitar layar sentuh besar 10×19 inci, infrastruktur jaringan canggih yang menggabungkan istributed Targeting Processor Network (DTP-N) dan Tactical Targeting Network Technology (TTNT), sistem misi terbuka, radar signature yang dikurangi, usia airframe 10.000 jam, perangkat IRST (Infrared Search-and-Track) AN/ASG-34 dan Conformal Fuel Tanks (CFT) dengan kapasitas bahan bakar tambahan 3500 lb.
Meanwhile, for comparison, the advanced cockpit station & large area display of the Boeing Block III Super Hornet – which flew earlier this year. #avgeek #TacFighterTues pic.twitter.com/d5w8iXGl12
— Tim Robinson (@RAeSTimR) May 14, 2019
Saat ini ada tiga jalur kerja yang terlibat dalam program tersebut, dua di St. Louis dan satu di Fleet Readiness Center Southwest, yang dapat memodifikasi hingga 40 pesawat per tahun. Tahun lalu, Laksamana Muda Andrew Loiselle, direktur Divisi Peperangan Udara di Kantor Kepala Operasi Angkatan Laut, menyebutkan bahwa penerapan praktik terbaik selama Fase Satu SLM memungkinkan pengurangan biaya sebesar 30%. Biaya awal yang dianggarkan SLM per pesawat adalah US$5,5 juta, dengan waktu penyelesaian 15-17 bulan.
Jumlah pesawat yang akan ditingkatkan dan masa layanannya diperpanjang belum jelas, karena Angkatan Laut AS belum menyelesaikannya. Namun SLM akan digunakan untuk mengontrol ketersediaan pesawat, yang pada akhirnya meningkatkan atau menurunkan program sesuai dengan anggaran, jadwal, dan persyaratan di masa mendatang. (Gilang Perdana)
Masih jauh lebih canggih pesawat2 tempur milik kita, sedari awal datang sudah langsung menyandang versi Non Blok yang maksudnya kalau beli2 dari barat dipersulit sama produsennya, lanjut beli ke Rusia dilarang barat…kanan kiri di blok dengan harapan supaya selemah mungkin biar gampang di pecah pecah lalu dikuasai.
@kaberjee
ya makannya itu mas, papua saja kita terus dapat tekanan, kalau solusi realistisnya sh sepertinya menyaplok negara2 pasifik, biar sekalian jadi 1 dengan papua, tni harusnya sudah mampu untuk itu, terlebih negara negara pasifik itu militernya minim, hanya saja ada perlindungan politik yang mengalangi itu, dan juga akan jadi hal yang sangat buruk jika papua tertipu layaknya timor timur/timor leste, yang minyaknya dikuras australi