Biaya Akuisisi Jet Tempur F-15EX Naik Hingga US$94 Juta Per Unit, Belum Termasuk Harga EPAWSS
|Punya reputasi sebagai air superiority fighter, F-15EX (Eagle II) tak pelak menjadi salah satu jet tempur papan atas yang paling diincar saat ini. Terlepas dari berita pengadaan 24 unit F-15EX untuk Indonesia, ada kabar bahwa harga F-15EX akan mengalami kenaikan. Kenaikan harga akuisisi per unit F-15EX diketahui untuk pesanan Angkatan Udara AS (USAF). Sementara harga per unit F-15EX untuk Indonesia belum dirilis, maklum pembelian untuk Indonesia baru dalam tahap MoU, dan belum sampai ke kontrak efektif.
Dikutip dari airandspaceforces.com (4/10/2023), disebut biaya per unit F-15EX Eagle II akan mencapai $93,95 juta. Hal itu didasarkan dengan asumsi Angkatan Udara AS tetap pada rencananya untuk membeli 104 unit F-15EX dan Kongres juga menyetujuinya
Dalam laporan terpisah, Angkatan Udara AS melaporkan lonjakan biaya satuan untuk F-15 Eagle Passive/Active Warning Survivability System (EPAWSS), karena hal itu secara drastis mengurangi jumlah peralatan peperangan elektronik yang akan dibeli untuk melengkapi F-15E Strike Eagle. Paket EPAWSS dijual terpisah. Sedangkan harga satuan F-15EX naik sebesar $17 juta per unit—menjadikannya pesawat tempur twin engibe itu akan seharga US$111 juta.
Program F-15EX sebenarnya mengalami penurunan biaya unit sebesar 5,24 persen dari program dasar tahun 2020, yang merupakan hasil dari pembalikan arah beberapa rencana pengurangan armada oleh Angkatan Udara AS. Mengotak-atik lebih lanjut jumlah akhir pengadaan pesawat kemungkinan akan mempengaruhi Acquisition Procurement Units Cost (APUC) sebesar $93,95 juta. APUC sebelumnya, dengan pembelian jet tempur lebih kecil, adalah US$114,2 juta.
Laporan F-15EX sebagian besar didasarkan pada informasi kalender tahun 2022, tetapi telah diperbarui dengan data yang mencerminkan rencana Angkatan Udara AS tahun fiskal 2024 untuk meningkatkan pembelian keseluruhan sebanyak 24 pesawat pada tahun fiskal 2025.
Boeing membangun F-15EX, yang didasarkan pada F-15QA yang dibuat untuk Qatar. Perubahan dari F-15E mencakup prosesor yang sangat kuat, dua stasiun senjata tambahan, dan sistem fly-by-wire. Pada awal program, Boeing memperkirakan biaya unit sekitar $80 juta untuk F-15EX.
Biaya unit ini penting dalam perdebatan yang sedang berlangsung mengenai di mana dana Angkatan Udara yang terbatas harus diinvestasikan untuk superioritas udara. Prioritas lainnya termasuk F-35A, yang dalam kontrak terakhirnya menelan biaya sekitar US$80 juta per pesawat tempur.
Setelah awalnya menolak F-15EX ketika kepemimpinan Pentagon memasukkannya ke dalam anggaran Angkatan Udara pada tahun 2018, Angkatan Udara AS kini menggunakan Eagle yang ‘diperbarui’ sebagai cara untuk menahan penuaan armada tempur, dengan usia rata-rata mendekati 30 tahun. Banyak F-15C/D yang sudah melampaui masa pakainya dan memiliki risiko struktur yang serius, masalah kawat lecet, dan suku cadang yang sudah usang.
Tujuan kesiapan tidak dapat dicapai karena inspeksi struktural yang berkelanjutan, perbaikan yang memakan waktu, dan upaya modernisasi yang berkelanjutan,” kata Angkatan Udara. “Rata-rata F-15C/D berusia 38 tahun dan 75 persen armadanya telah melampaui masa layanan bersertifikat 9.000 jam. F-15C tertua dikirimkan pada tahun 1979. Logistik, pemeliharaan, dan pelatihan F-15EX akan memanfaatkan infrastruktur F-15 yang ada.
Kemampuan bertahan F-15EX dalam pertarungan di masa depan akan bergantung pada EPAWSS, sebuah sistem peperangan elektronik dan jamming. Biaya unit EPAWSS telah melonjak karena keputusan Angkatan Udara untuk melengkapi F-15E Strike Eagles dengan sistem dalam jumlah yang jauh lebih kecil: yakni 99 unit, turun dari 217 unit.
EPAWSS (Eagle Passive/Active Warning and Survivability System), adalah sistem perlindungan elektronik yang dikembangkan oleh BAE Systems untuk digunakan pada pesawat tempur F-15 Eagle milik Angkatan Udara AS. EPAWSS dirancang untuk meningkatkan kemampuan pesawat F-15 untuk mendeteksi, mengidentifikasi, dan merespons ancaman elektronik, termasuk ancaman dari sistem radar musuh, rudal permukaan-ke-udara, dan sistem pertahanan udara musuh lainnya. (Gilang Perdana)
ah iya, kalau yang biasanya ngejek sukhoi tni biaya operasionalnya mahal tapi mendukung pembelian alutsista amriki yang berharga selangit, ini kadang agak heran saya, mengingat apa bedanya 2 hal itu, malahan kalau produk amerika lebih sulit digunakan meskipun equipment cenderung lebih lengkap biasanya
Akibat embargo produk Ruskie, emang gak ada pilihan, ambil dari AS atau Eropa, walou mehong, untuk hadapi situasi LCS😁
beli pesawat amerika itu cuma buat deterent sama politik doang, nyatanya saja, ngga ada pesawat amerika yang pernah ditembak pesawat amerika yang dimiliki negara lain, jadi ya pilihan terbaik antara eropa atau rusia, kalau cina sebaiknya jangan, dengan memanasnya konflik di kawasan bisa² kita jadi “jajahan” bagi cina
sekarang bahan baku untuk senjata kan mahal, kemaren China membatasi ekspor bahan baku mineral (galium dan germanium) untuk pembuatan semikonduktor. padahal senjata modern apalagi pesawat tempur pasti menggunakan komponen beginian
Mending di alihkan dananya buat ifx..
Yg namanya pertahanan negara dan kemampuan Deterrence itu gak ada kaitannya dg bangkrut atau tidak rugi atau tidak. Ketika ancaman perang hibrid semakin nyata, kecanggihan suatu alutsista akan memberikan dampak yg sangat signifikan apalagi bicara soal Alutsista udara. Liat Ukraina, walopun punya banyak Tank canggih Barat, alutsista darat, MLRS Roket dan ratusan ribu drone murah mereka tetap kesulitan karena kekuatan udara mereka hanya tersisa 30% dari sebelum perang sementara Rusia hanya kehilangan 10-20%. Beda cerita jika Ukraina memiliki setidaknya puluhan pespur canggih apalagi 1-2 skuadron F-35 pasti jalannya peperangan tidak akan selama ini, Rusia takkan sempat membangun jaringan benteng garis Surovikin.
Indonesia harus memiliki pespur canggih entah F-15EX, Rafale, Boremae dan kalo perlu sekalian membeli F-35. Karena Indonesia memiliki keunggulan berupa sebagian besar wilayahnya adalah lautan jadi musuh tidak akan langsung mendarat di wilayah Indonesia. Mereka harus menguasai ruang udara Indonesia yg sangat luas ini. Kesalahan kalkulasi akan menyebabkan serangan dari udara dan laut akan bisa dengan mudah digagalkan bila Indonesia memiliki kekuatan alutsista udara yg canggih dan capable dalam menghadapi perang modern saat ini dan dimasa depan nanti.
nah loh, apakah F-15 akan menyaingi F-35 dalam hal kemungkinan membangkrutkan TNI-AU?, kita lihat kelanjutannya