Berkurangnya Kontribusi Indonesia Pada Program KF-21 Boramae, Jadi Beban Keuangan Bagi KAI

Berkurangnya partisipasi pendanaan Indonesia atas biaya pengembangan je tempur KF-21 Boramae, itu artinya yang seharusnya menjadi ‘kewajiban’ Indonesia akan menjadi biaya ekstra yang harus ditanggung oleh pihak Korea Selatan. Meski ada campur tangan pemerintah Korea Selatan dalam pendanaan, rupanya sebagian besar biaya tunggakan Indonesia, dibebankan kepada pihak manufaktur, Korea Aerospace Industries (KAI).

Baca juga: Korea Selatan Setujui Pemintaan Indonesia untuk Pengurangan Biaya Pengembangan KF-21 Boramae

Seperti dikutip The Chosun Daily (11/3/2025), keputusan Korea Selatan untuk menanggung sebagian besar kontribusi Indonesia yang belum dibayarkan untuk proyek jet tempur KF-21 memicu perdebatan, karena beban keuangan beralih ke KAI, kontraktor utama program KF-21.

Keputusan Korea Selatan untuk mengurangi kontribusi Indonesia pada program pengembangan jet tempur KF-21 hingga dua pertiga telah mengalihkan tekanan keuangan ke kepada KAI.

Hingga 10 Maret, sumber perbankan investasi mengatakan pemerintah Korea Selatan sedang mempertimbangkan rencana untuk membagi kontribusi Indonesia yang belum dibayarkan sebesar 470 miliar won ($322,2 juta), dengan sekitar $239,9 juta ditanggung oleh pemerintah (74,5%) dan sekitar 82,3 juta oleh KAI (25,5%). Beberapa pihak berpendapat bahwa KAI harus menanggung bagian biaya yang lebih besar.

Sejak tahun 2015, Korea Selatan dan Indonesia telah bersama-sama mengembangkan KF-21 (d/h KFX/IFX), jet tempur generasi generasi mendatang dua mesin, dengan total anggaran sekitar $5,5 miliar hingga 2026.

Berdasarkan perjanjian awal, Indonesia akan menanggung 20% ​​dari total biaya—$1,1 miliar, yang kemudian dikurangi menjadi sekitar $1 miliar—sebagai imbalan atas prototipe pesawat, transfer teknologi, dan hak untuk memproduksi 48 jet di dalam negeri. Sisanya 80% akan didanai oleh pemerintah Korea Selatan ($3,3 miliar, atau 60%) dan KAI ($1 miliar, atau 20%).

Namun, dengan hanya tersisa satu tahun hingga penyelesaian proyek, Indonesia sejauh ini hanya menyumbang $274,4 juta—hanya 25% dari jumlah yang dijanjikan. Dengan alasan kesulitan keuangan, Indonesia telah meminta pengurangan porsinya.

Sebagai tanggapan, pemerintah Korea Selatan mengusulkan pada bulan Agustus 2024 untuk menurunkan kontribusi Indonesia menjadi $411,5 juta. Berdasarkan penyesuaian ini, Indonesia akan membayar rata-rata $73,3 juta per tahun dari tahun 2024 hingga 2026.

KAI telah mengurangi total biaya pengembangan sekitar 6%, sehingga turun menjadi sekitar $5,2 miliar. Namun, perusahaan sekarang menghadapi beban keuangan yang lebih berat, karena tambahan $82,3 juta yang mungkin perlu ditanggungnya. Ini akan membuat total kontribusi KAI menjadi $1,1 miliar, lebih dari tujuh kali lipat laba operasinya tahun lalu.

Sembari Tawarkan Jet Tempur Ringan FA-50, Korea Selatan Ajak Peru Bergabung dalam Program KF-21 Boramae

Seorang pejabat Defense Acquisition Program Administration (DAPA) mengatakan, “Pemerintah dan perusahaan pada prinsipnya sepakat untuk menanggung kekurangan tersebut, dan pembahasan masih berlangsung berdasarkan pertimbangan anggaran nasional dan status keuangan perusahaan. Distribusi biaya yang tepat belum difinalisasi.”

Sejak tahun lalu, DAPA telah mengirimkan 10 surat resmi ke Indonesia, mendesak pembayaran atau meminta negosiasi mengenai kontribusi yang disesuaikan. Namun, Kementerian Pertahanan Indonesia hanya menanggapi tiga kali. Dua dari tanggapan ini menyangkut insiden di mana teknisi Indonesia yang ditempatkan di KAI kedapatan membocorkan data teknis, sementara yang ketiga menegaskan kembali permintaan Indonesia untuk menurunkan kontribusinya menjadi $411,7 juta.

Meskipun mengalami kemunduran finansial, Korea Selatan dan KAI tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan Indonesia, lantaran masih ada harapan untuk Indonesia menjadi pelanggan pertama KF-21. Berdasarkan perjanjian tersebut, Indonesia akan membeli 48 pesawat.

Seorang pejabat industri pertahanan Korea Selatan mengatakan, “Menurut pemahaman kami, kontribusi Indonesia yang berkurang akan diimbangi dengan penurunan transfer teknologi. Pemerintah memimpin negosiasi yang menghasilkan konsesi ini, jadi sangat disayangkan bahwa perusahaan swasta (KAI-red) diminta untuk menanggung sebagian beban tersebut.” (Bayu Pamungkas)

Tak Ada Kepastian dari Indonesia, Korea Selatan Buka Opsi Kurangi Produksi KF-21 Boramae

2 Comments