AVIC AG-600 Flying Boat: “Tiruan” ShinMaywa US-2 dengan Payload Lebih Besar
|Sejak tahun lalu kebutuhan hadirnya pesawat angkut amfibi terus dikumandangkan, terlebih saat pesawat ini melakoni aksi water bombing mengatasi kebakaran hutan. Citranya tambah meroket saat pesawat amfibi digunakan dalam mendukung misi SAR di lautan lepas. Dari dua jenis pesawat yang berkompetisi, yakni Beriev Be-200 dari Rusia dan ShinMaywa US-2 dari Jepang, masing-masing punya keunggulan spesifikasi. Bahkan lebih jauh manufaktur pesawat yang didukung pemerintahnya juga mengaku sudah mendapat respon ketertarikan dari pemangku kebijakan di Indonesia.
Baca juga: Beriev Be-200 Altair – Pesawat Amfibi Multipurpose Incaran TNI AU
Namun, sampai saat ini faktanya belum juga ada jenis pesawat angkut amfibi yang diputuskan untuk dibeli oleh RI. Ditambah isu pemangkasan anggaran pertahanan, harapan terciptanya kontrak pembelian mungkin timing-nya bakal bergeser. Bahkan bukan tak mungkin, bila akhirnya pilihan yang dibeli malah berganti dari opsi yang ada selama ini. Melihat ‘akrab’-nya hubungan dagang dan pengadaan alutsista dari Cina, maka ada potensi bila manufaktur Cina yang nantinya mengisi ceruk kebutuhan pesawat angkut amfibi.
Baca juga: PBY-5A Catalina – Legenda Pesawat Intai Amfibi
Aviation Industry Corporation of China (AVIC) pada bulan Juli lalu telah resmi meluncurkan prototipe pesawat angkut amfibi multirole yang disebut terbesar di dunia, yakni AG600. Sekilas tampilan AG600 identik dengan US-2, mengusung empat mesin propeller, bahkan desain kaki-kaki juga terlihat serupa. AG600 dipersiapkan untuk bisa lepas landas dengan bobot maksimum 53,5 ton. Untuk menjalankan misi water bombing, AG600 sanggup menyedot 12 ton air dalam waktu 20 detik. AG600 yang rencananya akan memulai terbang perdana pada tahun 2017, juga dipersiapkan dalam versi SAR, intai maritim, sampai versi AKS (anti kapal selam). Untuk mendukung misi SAR, pihak pabrikan menyebut AG600 dapat mengavakuasi 50 orang di laut dalam satu kali kesempatan.
AG-600 pertama kali diperlihatkan dalam wujud mockup pada akang Zhuhai AirShow 2014. Beberapa situs telah mendapuk AG-600 sebagai pesawat angkut amfibi terbesar yang tengah dibangun saat ini.
Baca juga: Bombardier CL-415 – Flying Boat Turboprop Modern, Pernah Ditawarkan ke Indonesia
Disokong mesin turbopropeller 4 × WJ-6 yang tiap mesinnya mampu menghasilkan tenaga 5.103 HP, AG-600 punya jangkauan terbang sampai 5.000 km. Bilah baling-baling pun sudah mengadopsi jenis six bladed constant speed propellers. Bagi militer Cina, AG-600 bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan strategis mendukung kampanye pendudukan kawasan Laut Cina Selatan. Sejauh ini AVIC menyebut sudah memperoleh 17 pesanan AG-600, diantaranya Malaysia dan Selandia Baru telah menyatakan ketertarikannya. Cina sendiri bukan ini pertama kali membangun pesawat amfibi, manufaktur Harbin di tahun 1986 telah meluncurkan tipe SH-5, jenis pesawat angkut amfibi yang dimensinya lumayan tambun.
Baca juga: Pesawat Amfibi Dalam Gelar Kekuatan Militer di Perbatasan
Spesifikasi AVIC AG-600
– Kapasitas: 50 penumpang
– Panjang: 36,9 meter
– Lebar sayap: 38,8 meter
– Max berat lepas landas: 53.500 kg
– Powerplant: 4 × WJ-6 turboprop
– Baling-baling: 6 baling-baling kecepatan konstan
– Kecepatan maks: 570 km/h
– Jangakauan terbang: 5.500 km
– Ketinggian terbang maks: 10.500 meter
Baca juga: OS-Wifanusa – Prototipe Drone Pesawat Amfibi Untuk Misi Intai Maritim
Sebagai perbandingan, US-2 besutan ShinMaywa Industries Ltd, juga dilengkapi empat mesin dengan model enam bilah baling-baling. US-2 yang sudah battle proven mampu membawa 11 awak ditambah 20 penumpang atau 12 tandu pasien saat bertindak sebagai ambulance udara dengan beban maksimal sampai 17 ton. Pesawat dapat melaju 560 km per jam dengan mesin 4 × Rolls-Royce AE 2100J turboprop, 3,424 kW (4,591 shp), dan 6 baling-baling Dowty R414.
US-2 adalah jenis pesawat amfibi dengan kemampuan Short Take Off and Landing (STOL) dapat mendarat di tanah atau air. Menhan Ryamizard Ryacudu pernah menyatakan tertarik dengan salah satu keunggulan dari Pesawat Amphibi ShinMaywa Industries US-2 ini, yaitu pesawat ini bisa menahan gelombang ombak setinggi 3 meter saat berada di laut.
Baca juga: Mampu Menahan Gelombang Laut 3 Meter, US-2 Kian Dilirik Indonesia
US-2 dapat lepas landas di air dengan jarak pacu 280 meter. Untuk lepas landas di daratan, dibutuhkan landas pacu sepanjang 490 meter. Kemampuan ini jelas membuatnya lebih superior ketimbang Beriev Be-200 Altair yang sempat menjadi incaran TNI AU. Sebagai perbandingan, Be-200 memerlukan jarak pacu 2.300 meter di air dan landas pacu darat sepanjang 1.800 meter. Sejauh ini US-2 memang punya peluang terbesar masuk ke Indonesia, selain handal dalam spesifikasi, pihak Jepang membuka pintu lebar untuk ToT (Transfer of Technology). (Gilang Perdana)
Urusan kopi paste alutsista, China jagonya, tapi kualitas masih bagus kwnya Jepang.cthnya CH53J dan F15DJ
buat pertimbangan aja, option pembelian hardware dari china sebaiknya disingkirakan
ingat case c705, MA60 yang kualitinya sangat buruk, walaupun murah kalau tidak bisa dipakai kan mubazir….n jika terpaksa ngambil dari china sebaiknya cuman ngambil softwarenya aja untuk di TOT
masih lama, admin. Mungkin 2020 baru beli
Senengnya jika mendengar PT.DI ..bisa sesemangat PIndad Maupun PT. PAL…, Kalau boleh tahu…apa ya permasalahnnya selain uang….?
selain uang ya masalah masih banyai, salag satunya ego masing2 kesatuan berdampak pada jenis senjata yg dibeli, pd akhitnya berimbas ke perusahaan di dalam negeri juga.
Komitmen pemerintah, komitmen DPR/wakil rakyat dan SDM yang belum mencukupi. Komitmen pemerintah klo ga konsisten gimana Bank mau memberikan kredit uang untuk R&D dan produksi senjata, contohlah ANOA dan SS-2, jumlah unit yg mau dibeli pemerintah, jumlah yg dibeli kenyataannya jauh dari harapan PINDAD. Komitmen DPR untuk memperkuat TNI juga sering direcoki dengan kepentingan politik golongan/partai tertentu. SDM kita sangat-sangat lah kurang dlm kualitas dan kuantitas. Insinyur/engineer kita kalah jauh dibandingkan negara2 tetangga. India dan Cina saja dalam satu proyek militer seperti pespur bisa melibatkan ribuan engineer. Malah engineer cemerlang kita kebanyakan bekerja di luar negeri. PR negara Indonesia masih banyak klo mau mandiri dlm alutsista.
Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% adalah laut, seharusnya memperbanyak pesawat ini
PT. DI juga diharapkan bisa membuatnya sendiri, atau setidaknya me lisensi.
US-2 sangat mahal, sedang buatan Rusia Be-200 kurang cocok dengan laut Indonesia yang ombaknya tinggi dan tidak pernah tenang
Sayangnya PT. DI tidak ada sokongan dari pemerintah