Autorotation: Jurus Selamat Kala Helikopter Alami Kegagalan Mesin

A229DauTieng_zpsfc50eda4

Engine failure atau kegagalan mesin pastinya jadi momok menakutkan dalam dunia penerbangan, terlebih bila engine failure dialami helikopter. Jika menggunakan pesawat fixed wing, peluang lepas dari maut lebih besar, pasalnya pesawat masih bisa melayang di udara tanpa tenaga dari mesin. Lantas bagaimana dengan helikopter? Apakah akan jatuh ke bumi seperti batu? Di lingkup TNI, insiden engine failure pada helikopter juga telah terjadi beberapa kali.

Baca juga: Bell 205 A-1 Penerbad – Helikopter Sipil Dengan Kemampuan “Serbu”

last100ft

21 Maret 2015, di Lanumad Ahmad Yani Semarang, Bell 205 Puspenerbad jatuh saat terbang di ketinggian 300 meter. Bell 205 A-1 yang digunakan untuk latihan rutin ini mengalami engine failure, dalam insiden ini tak ada korban jiwa. Kabarnya saat itu siswa penerbang Bell 205 tengah melakukan latihan autorotation. Engine failure juga dialami helikopter angkut berat Mil Mi-17-V5 yang jatuh di Malinau, Kalimantan Utara pada 9 November 2013. Helikopter yang juga diandalkan dalam misi Pasukan Garuda ini crash sesaat sebelum mendarat di helipad. Dalam musibah ini 13 orang tewas dan 6 orang luka-luka.

Baca juga: Mil Mi-17-V5 – Helikopter Angkut Multi Peran Andalan Puspenerbad

Manuver autorotation heli Mi-17.
Manuver autorotation heli Mi-17.
Gerakan autorotation heli AH-64 Apache.
Gerakan autorotation heli AH-64 Apache.

Baca juga: EC120B Colibri – Helikopter Latih Tiga Angkatan

Sejatinya ada, jurus penyelamatan saat terjadi engine failure, yakni dengan memanfaatkan autorotation. Dengan autorotation, helikopter tentu tak lantas melayang seperti pesawat terbang, tapi juga tidak jatuh seperti batu. Autorotation adalah keadaan pada waktu terbang di mana main rotor (baling-baling utama) dari sebuah helikopter diputar oleh aksi dari udara, bukan diputar oleh tenaga mesin.

Pada normal powered flight, udara dihisap ke main rotor system dari atas dan dihembuskan ke bagian bawah rotor. Pada autorotation, udara masuk ke main rotor system dari bawah sebagai akibat helikopter turun dari ketinggian. Berbeda dengan fixed wing, pada rotary wing (helicopter, gyrocopter, dsb) selama rotor berputar di atas batas putaran minimum maka akan menghasilkan gaya aerodinamik lift (gaya angkat) dan thrust (gaya dorong) walaupun pada low airspeed bahkan zero airspeed.

Baca juga: Alouette III – Kiprah Heli Serbaguna Penerbad TNI AD Era 70-an

Tujuan utama dari autorotation sebetulnya adalah kita mendapat energi inersia rotor/ROTOR RPM yang cukup sehingga bisa manfaatkan seluruhnya untuk memperlambat rate of descent ketika touch down, sehingga helikopter dapat mendarat dengan selamat tanpa ada kerusakan ataupun luka-luka pada awak maupun penumpangnya.

Baca juga: NBell-412 SP/HP/EP – Tulang Punggung Kavaleri Udara TNI AD

Dalam keadaan autorotation, Rotor RPM akan berkurang dengan cepat karena drag, sehingga pilot harus mengatur sudut dari main rotor blade melalui collective, dengan mengurangi pitch angle secara kolektif, drag dikurangi sehingga perlambatan putaran rotor dapat dikurangi. Sebagai kompensasi putaran rotor yang semakin berkurang, energi untuk memutar rotor (demi menjaga supaya putarannya masih dalam angka yang cukup) kita ambil dari energi potensial dan energi kinetik yang kita miliki, untuk diubah menjadi energi putaran rotor. Manuver helikopter ketika autorotation tidak berbeda dengan powered flight, yang perlu diperhatikan adalah rotor RPM akan bertambah /berkurang mengikuti manuver yang dilakukan. (Adit)

10 Comments