Antisipasi Dampak Konflik Antara AS dan Cina, Filipina Perkuat Pertahanan di Pulau Thitu
Hampir seluruh negara di Asia Tenggara kini tengah bersiap memghadapi imbas konflik bika pecah perang terbuka antara Cina dan Amerika Serikat. Seperti yang diungkapkan Panglima Komando Operasi Angkatan Udara (Pangkoopsau) I, Marsekal Pertama (Marsma) Tri Bowo Budi Santoso di detik.com (10/6/2020), yang mengatakan telah terjadi peningkatan eskalasi di Laut Cina Selatan akibat konflik antara Amerika Serikat (AS) dan China. Dia mengatakan Indonesia harus siap menghadapi segala kemungkinan, seperti terdampak konflik tersebut.
Baca juga: Laut Cina Selatan Memanas, TNI AU Gelar Garnisun Udara dari Natuna
Terkait kemungkinan dampak langsung, Marsma Tri Bowo menyebut kesiapan lanud-lanud terdekat untuk siap memantau perkembangan konflik. “Saya sampaikan komandan Lanud Natuna, Lanud Batam, Tanjung Pinang, Medan, Banda Aceh itu jadi bagian penting termasuk Pontianak. Paling tidak kalau terjadi konflik memuncak, pesawat-pesawat mereka kalau emergency kan pasti cari the nearest airfield,” ujar Marsma Tri Bowo. Nah itu Indonesia, lantas bagaimana dengan negara lain yang berpotensi terimbas lebih besar jika pecah konflik terbuka antara Cina dan AS? Dalam prediksi, Filipina bakal yang menjadi terimbas paling besar.
Dikutip dari asia.nikkei.com (9/6/2020), rupanya Manila sadar betul akan bahaya tersebut, untuk itu Pemerintah Filipina dikabarkan telah mempercepat pembangunan jalan landai (beaching ramp) di Pulau Thitu (Laut Cina Selatan), yang memungkinkan untuk melanjutkan perbaikan landasan pacu pesawat.
Departemen Pertahanan Filipina menyebut proyek itu akan memperkuat basis pertahanan maritim. Dengan kucuran dana US$26 juta, Filipina juga segera akan membangun beragam konstruksi di Pulau yang oleh Filipina disebut Pag Asa Island, termasuk pembangunan dermaga dan fasilitas untuk nelayan di dalamnya.
Di Pulau Thitu sendiri sebenarnya sudah ada runway, namun telah rusak akibat erosi air laut. Pejabat Pertahanan Filipina menyebut, program pembangunan konstruksi di Pulau Thitu sudah dimulai pada tahun 2018, namun perkejaan terhambat oleh cuaca buruk dan gangguan provokasi dari nelayan asal Cina yang sering mengelilingi pulau seluas 37,2 hektar tersebut.
Lapangan terbang di Pulau Thitu dibangun pada 1970-an dan merupakan landasan pacu pertama di Kepulauan Spratly. Secara resmi panjangnya 1,3 km, tetapi angka sebenarnya lebih dekat dengan 1,2 km karena adanya erosi, sehingga sulit untuk lepas landas dan mendarat bagi pesawat udara pendukung logistik.
Baca juga: Ciptakan “Milisi Maritim,” Aksi Kapal Nelayan Cina Berpotensi Memicu Perang Terbuka
Thitu terletak di Kepulauan Spratly, di mana Beijing telah membangun pulau-pulau buatan dengan pos-pos militer. Brunei, Malaysia, dan Vietnam juga memiliki klaim yang tumpang tindih di daerah tersebut. Bejing baru-baru ini memperkuat klaimnya di Laut Cina Selatan dengan membangun dua distrik baru dan memberi nama 80 pulau baru, yang ini kemudian memicu protes diplomatik dari Filipina dan Vietnam. (Haryo Adjie)
itu repotnya negara yang punya pangkalan militer asing,kalou perang pasti jadi sasaran juga.
Harusnya ikut jejak pinoy & vietnam, pasang bhramos & bastian strong bingiits di natuna, pasti tidur nyenyak, gak perlu ronda…😀
Cina punya Dongfeng pak, tinggal pilih jangkauan 550 km sampai 15.000 km, mereka ketawa saja ditakuti brahmos & bastion yang versi ekpornya hanya maksimal 300 km.
mengalahkan china cukup di serang dari dalam yaitu pentagon mensuplai persenjataan ke demonstran hongkong anti china krn AS berpengalaman lempar senjata ke separatis di timteng sy jamin china kalang kabut nggak konsen fokus ke laut natuna krn perang sipil di negarax
Kalo secara pribadi saya berharap China akan kalah, spy hutang2 kita bisa lunas….xicixiciixicixi
Kalau jadi pecah perang negara asean yang bisa diandalkan kekuatan nya hanya vietnam saat ini,dulu juga pernah perang sino-vietnam,filipina terhitung medioker sekarang,lalu Indonesia?itu tergantung keseriusan pemerintah mau jadi follower atau pioneer…tidak ada non blok jaman sekarang
Sesuai artikel diatas, yg perang kan bukan kita, hanya kena imbas saja, daripada repot2 patroli jagain yg offside, biaya tinggi (pinoy tau itu), tongkrongin saja ASM rudal anti kapal yg manteb, fungsinya memang untuk pertahanan pantai sejauh rangenya, membatasi gerak kapal yg sengketa,
Kalou dongsfeng urusannya SAM- nassams, bisa nangkis apa nggak itu lain soal, mungkin harus di tambah SAM jarak jauh (yg turki beli tuh😂),
kalou ono duite…..imho😛
Semoga china menang spy opung kumis bangga
Bismillah, solusinya ialah indonesia membeli JF.17 China via pak is tan,dan F.16 V amerika,beli SU.35 tetap berjalan on track