Anoa 6×6 Ambulance: Generasi Ambulans Lapis Baja Paling Modern
|Tidak diketahui persis kapan dan dimana kejadian pada foto di atas, namun foto yang sempat viral di media sosial tersebut langsung mengingatkan kita pada salah satu varian panser Pindad Anoa 6×6, yang tak lain adalah Anoa 6×6 Ambulance. Jenis ransus (kendaraan khusus) lapis baja yang dirancang untuk mengatasi keadaan darurat atau situasi tidak terduga dalam suatu operasi. Anoa 6×6 Ambulance yang melengkapi arsenal Batalyon Infanteri Mekanis dan Kompi Kavaleri (Kikav) TNI AD menjadi generasi terbaru ransus lapis baja ambulans di TNI AD.
Baca juga: Anoa 6×6 Mortar Carrier – Tingkatkan Daya Gebuk Mortir 81mm Yonif Mekanis TNI AD
Sebelum Anoa 6×6 Ambulance, ransus lapis baja sudah dikenal oleh TNI AD, dimulai dari AMX-13 VCTB (Vehicule Chenillé Transport Blessés), berlanjut ke Alvis Stormer Armored Battlefield Ambulance, dan dalam wujud roda ban, Anoa 6×6 Ambulance adalah generasi ‘paling baru’ ambulans lapis baja yang dilengkapi peralatan medis lengkap dan modern.
Tampilannya tak berbeda dengan Anoa 6×6 varian APC (angkut personel), hanya saja logo palang merah pada bagian depan, belakang, dan samping kiri – kanan bodi, langsung menyiratkan bahwa peran Anoa yang satu ini berbeda. Pada kompartemen belakang, dirancang untuk membawa tiga tandu pasien, lima kursi untuk petugas medis dan tentunya berbagai perlengkapan medis. Sementara untuk awak ranpur/ransus (pengemudi dan komandan) seperti biasa di kompartemen depan.
Beragam perlengkapan medis yang ada di Anoa 6×6 Ambulance mencakup thermal imager, first aid kit, 1 oxygen regulator 2x15lt/200 bar, 2 regulator pressure, 1 flow meter, 1 extra regulator unit, 1 respirator pump unit, 1 cabinet untuk 10 botol infus, 2×10 liter jerrycan water, 1 tensimeter unit, 1 defibrillator, 1 muinor surgery kit, 1 stethoscope, 1 electro cardiograph unit, electrical suction (AC/DC), 1 halogen examination lamp, 3x socket 12 volt DC, easy cleaned anti slip floor, 1 unit electric resuscitator AS/DC dan 1 portable resuscitator unit. Dilihat dari ragam perlengkapan medis yang ada, nampak cukup menunjang untuk dukungan evakuasi personel yang terluka serius dalam pertempuran.
Baca juga: Anoa 6×6 Armoured Recovery Vehicle – Ranpur Reparasi Pertama Buatan Dalam Negeri
Sebagai bentuk perlindungan, Anoa 6×6 Ambulance sanggup menahan terjangan proyektil 7,62 mm, atau bisa dimungkinkan untuk penambahan lapisan/plat keramik. Dari spesifikasi, Anoa 6×6 Ambulance punya panjang 6 meter, lebar 2,5 meter dan tinggi 2,4 meter. Disokong mesin diesel 6 silinder 320 HP transmisi otomatis, ransus lapis baja seberat 12,5 ton ini sanggup melesat 80 km per jam. Dengan membawa 300 liter bahan bakar, Anoa 6×6 dapat menjelajah sejauh 600 km. (Gilang Perdana)
Dibuat versi sipil bagus sebenarnya,untuk angkut di medan offroad dan tanggap bencana
Harus lbh aman lg gmn mau menyelamatkan orang kl kena hantam ATGM sejenis javelin kornet jgn cm protektil 7.62 d dalam perang bs aja ada yg makai anti tank missile. Yg ada jadi sarang kematian berjalan
Kalau udah ada tanda palang merah seperti itu berarti tidak boleh ditembak dengan alasan apa pun.
Itu sudah hukum internasional.
Menembak target yang sudah ada tanda red crossnya adalah pelanggaran terhadap konvensi Jenewa.
Anda liatkan d palestina ambulance di tembak roket atau bom gmn coba itu? Harusnya ambulance kl bs kena nuklir juga ga akan kenapa2
Kl teroris ma g mandang palang merah mereka tetep aja nembak.
Klo palang merah (+) memang menyerupai target sasaran gak tau klo bulan sabit merah…
Bang Zul Mikirnya Kejauhan nih wkwkwkwwk. memang walau ini ranpur tapi dia hanya support role saja saat mengevaluasi frontline yg dibutuhkan hanya speed dan mobility. dan dimana mana ranpur kek gini ya g bakal setebal mbt. yg mbt aja masih bisa diterjang atgm wkwkwkwkwwkk
karena saat evakuasi kalo ditambah yg berat mobility dari ranpur ambulance akan berkurang lebih baik ditambah sedikit saja. untuk hull dah tahan 7.62 ap saja udah lumayan buat diurban enviroment
klo yg menjadi lawan sebuah negara maka kecil kemungkinan mereka berani melanggar konvensi jenewa