Amerika Serikat Resmi Tawari Indonesia Delapan Unit MV-22 Osprey Senilai US$2 Miliar, Mungkinkah Diambil?
|Tampilan desain grafis V-22 Osprey dengan warna loreng dan logo Puspenerbad TNI AD dalam situs bellflight.com beberapa waktu lalu sempat menyita perhatian netizen pemerhati dunia alutsista di Tanah Air. Dan rupanya tampilan grafis tersebut punya makna lain, tidak hanya sekedar promosi ‘iseng’ dari pihak manufaktur, persisnya Defence Security Cooperation Agency (DSCA) dari Departemen Pertahanan Amerika Serikat, baru-baru ini telah merilis dokumen, yang isinya menyetujui akuisisi delapan unit MV-22 Osprey Block C senilai US$2 miliar lewat program Foreign Military Sale (FMS), alias government to government.
Dalam dokumen yang dirilis 6 Juli 2020, pihak DSCA mengungkapkan beberapa hal lain terkait ‘persetujuan’ akuisisi tersebut. Beberapa item yang disetujui oleh DSCA mencakup 24 unit mesin Rolls Royce AE 1107C, 20 unit AN/AAQ-27 Forward Looking InfraRed Radars, 20 unit AN/AAR-47 Missile Warning Systems, 20 unit AN/APR-39 Radar Warning Receivers, 20 unit AN/ALE-47 Countermeasure Dispenser Systems, 20 unit AN/APX-117 Identification Friend or Foe Systems (IFF), 20 unit AN/APN-194 Radar Altimeters, 20 unit AN/ARN-147 VHF OmniDirectional Range (VOR) Instrument Landing System (ILS) Beacon Navigation Systems, 40 unit ARC-210 629F-23 Multi-Band Radios (Non-COMSEC), 20 unit AN/ASN-163 Miniature Airborne Global Positioning System (GPS) Receivers (MAGR), 20 unit AN/ARN-153 Tactical Airborne Navigation Systems, 20 unit Traffic Collision Avoidance Systems (TCAS II), 20 unit M-240-D 7.62mm Machine Guns dan 20 unit GAU-21 Machine Guns.
Selain itu, paket US$2 miliar juga mencakup Joint Mission Planning Systems (JMPS) yang terdiri dari komponen perencanaan yang unik; publikasi dan dokumentasi teknis; suku cadang pesawat terbang dan suku cadang perbaikan; perbaikan dan pengembalian; layanan ferry flight; dukungan pesawat tanker; peralatan pendukung dan uji; pelatihan personil dan peralatan pelatihan; dan perangkat lunak pendukung.
Dalam rilis resminya, DSCA mengungkapkan, usulan penjualan MV-22 Osprey ke Indonesia akan mendukung tujuan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional Amerika Serikat, serta meningkatkan keamanan mitra regional penting yang penting bagi stabilitas politik di kawasan Asia-Pasifik. Sangat penting bagi kepentingan nasional AS untuk membantu Indonesia dalam mengembangkan dan mempertahankan kemampuan bela diri yang kuat dan efektif.
DSCA berdalih, hadirnya armada Osprey dapat meningkatkan kapabilitas operasi kemanusiaan dan bantuan bencana di Indonesia dan tentunya mendukung operasi amfibi.
Penjualan ini akan secara tidak langsung akan membagi beban dan interoperabilitas dengan Pasukan AS di kawasan Asia Pasifik. Implementasi penjualan yang diusulkan ini akan memerlukan dukungan langsung oleh personel Pemerintah AS dan perwakilan kontraktor ke Indonesia untuk memberikan dukungan teknis program dan pengawasan manajemen program. Kontraktor yang akan terlibat dalam program ini adalah Bell Textron Inc dan Boeing Company.
Nah, yang menjadi pertanyaan kemudian, apakah dengan dirilisnya dokumen dari DSCA berarti Indonesia positif akan membeli MV-22 Osprey? Jawabannya belum tentu. Meski disebutkan penawaran yang dikeluarkan atas permintaan dari pihak Indonesia, namun belum tentu negara yang ditawari setuju.
Kasus yang terjadi belum lama terjadi atas Filipina, membuktikan bahwa tawaran DSCA tidak selalu ampuh. Mengutip sumber dari News.abs-cbn.com (13/5/2020), Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana menyebutkan, bahwa tawaran paket dua jenis helikopter Boeing AH-64E Apache Guardian atau Bell AH-1Z Viper oleh AS dianggap terlalu mahal.
Baca juga: Akibat Anggaran Cekak, Filipina Tolak Tawaran Pembelian AH-64E Apache dan AH-1Z Viper
Soal biaya akuisisi dan operasional yang besar ditaksir membuat wahana vertical takeoff and landing (VTOL) dan short takeoff and landing (STOL) ini sulit untuk dicerna anggaran pertahanan Indonesia.
Mengutip sumber dari situs aircraftcompare.com, disebut harga V-22 untuk militer AS dibandrol per unitnya US$72 juta. Itu baru harga belinya, lantas bagaimana dengan biaya operasional V-22 Osprey? Melansir dari ukdefencejournal.org.uk, disebutkan biaya operasional per jam V-22 mencapai US$11.000 per jam. (Haryo Adjie)
jangan mau nanti pake embel2 dak boleh di pake melawan pemberontak….
ada info terbaru nih : “Serangan Rafale terhadap target Turki di pangkalan udara al-Watiya: Mesir atau Prancis?”
Monggo admin di babar beritanya…
Mesir kemungkinan karena kan ads lepentingan dengan libia dan lesir banyak mengerahkan militer lbh dr perang yon kipur
US$2 miliar itu sudah termasuk segala macemnya, dari mesin cadangan, persenjataan, future maintenance, pelatihan pilot dan teknisi, tools, dan semua perentilannya. Harga bisa turun kalo kita nego atau mencoret beberapa item yang nggak dibutuhkan. Di satu sisi saya senang kalo Indonesia bisa beli barang premium ini, di sisi lain pusing dengan biaya operasionalnya.
Dan… combat radiusnya itu, hampir 3x Chinook. You know, dengan barang ini Indonesia bisa melakukan infiltrasi ke Sabah/Serawak langsung dari Jakarta, pulang-pergi tanpa isi bahan bakar, terbang serendah mungkin (seperti heli) untuk menghindari radar, dan secepat mungkin (seperti pesawat fixed wing), fufufu…
Udah telat,indonesia udah berpaling ke cina…,perkuat aja australi sana,biar gak digebuk naga
Jawaban atas pertanyaan di atas mudah saja: TAKDE DUWIT !
buat angkut+deploy logistik dan personel masih tersedia opsi C-130,A400M,H-47 yg secara harga beli,biaya operasional dan maintenance terbilang masih sangat logis
Sekali lagi…..kita butuh heli BERAT.
Kalo gua, TILT ROTOR terlalu kompleks dan mahal perawatannya.
Mending nunggu heli yg tail rotornya make ”PUSHER ROTOR”. Disainnya PUSHER lebih RINGKES dan cepet!!!! Kyk calon pengganti Blackhawk si ” SB-1 DIFIANT”
KAMOV RUSSIA
https://www.globalsecurity.org/military/world/russia/ka-92.htm
https://alchetron.com/Kamov-Ka-92
Ka-92 saja belum kelihatan sosoknya dan masih maket buat pameran doang dari 2008 pula
Yang pasti saja Sikorsky S97 sudah terbang pula
Dari akhir 2018 kita tidak menawarkan RFI ke Rusia buat program helikopter TNI. Turki dan Korea malah dapat kesempatan
Mending beli S-400
Akan lebih baik daripada beli osprey
Beli chinhook dan Blackhawk lebih strategis.
Kemahalan opresional dan harga.
Rumornya sih bakal beli dua2nya, karena Osprey itu buat TNI-AD, sedangkan yang minta Chinook itu TNI-AU.
MV-22 Osprey itu untuk Marine…bisa jadi untuk TNI-AL
Chinook direkues juga oleh TNI AD. Tujuannya untuk support Yonarmed buat angkut howitzer ke medan sulit.
Kalau Osprey buat operasional Koopsus dengan Penerbad sebagai operator.
begini bapak bapak,peruntukan khusus osprey adalah untuk pasukan khusus atau elit. dan bisa juga vip.
jadi engak khusus untuk matra tertentu.
tapi ini masih jadi bahan pertimbangan serta kajian yang lebih dalam.
Klo untuk angkut pasukan km ada herkules ada CN, dari pada beli ospre mending beli PSU jarak jauh itu sangat di butuhkan,,
Karena Herki dan CN nggak bisa VTOL?