AL-1M: Wujud Reinkarnasi Rudal Strela dengan Proximity Fuse
|1.550 unit rudal tentu jumlah yang sangat banyak untuk ukuran militer Indonesia. Boleh jadi dari aspek logistik, angka tersebut menjadi jumlah rudal terbanyak yang ada di Indonesia sampai saat ini. Rudal yang dimaksud tak lain adalah SA-7 Strela, atau lebih dikenal setelah dimodifikasi Litbang TNI AL menjadi AL-1M. Berangkat dari stok rudal yang ‘melimpah,’ menjadikan sosok rudal MANPADS (Man Portable Air Defence System) ini masih terus dikaryakan oleh TNI AL.
Baca juga: Strela – Si Pemburu Panas Andalan Parchim dan Korps Marinir TNI AL
Meski begitu, karena Strela yang didatangkan bersama paket 39 kapal perang eks Jerman Timur adalah produksi era-80an, sudah barang tentu perlu dilakukan serangkaian peningkatan (upgrade) untuk menjamin rudal yang battle proven ini tetap handal. Konktritnya adalah penyebutan Strela yang menjadi AL-1M. Hasil kreasi dan update Strela menjadi AL-1M yakni dengan menambahkan proximity fuse sehingga pada jarak tertentu, rudal dapat meledak sendiri tanpa harus mengenai sasaran. Kelebihan system ini adalah untuk penghancuran sasaran udara yang sangat sulit apabila harus tepat mengenai sasaran (impact).
Litbang TNI AL lewat Laboratorium Induk Senjata (Labinsen) juga berhasil melakukan inovasi dengan membuat dudukan (platform) rudal AL-1M. Bila sebelumnya AL-1M dioperasikan dengan cara dipanggul, maka dengan mounting, dua peluncur rudal dapat disertakan dalam satu konsol. Mounting ini dapat bekerja sesuai dengan baringan dan elevasi yang diinginkan oleh penembak. Sedangkan cara penembakannya dilakukan dengan model RCWS (Remote Control Weapon System). Bila melihat model mountingnya, terasa bahwa mounting rudal ini dirancang untuk diadopsi pada jenis kapal patroli.
Streal bekerja dengan sistem pemandu pasif infra red, rudal ini bisa mendeteksi sasaran dengan tepat di atas temperatur 200-400 derajat Celsius–suhu yang dikeluarkan oleh exhaust nozzle pesawat terbang atau helikopter sasaran. Sistem peluncur rudal terdiri dari tabung peluncuran rudal dan silinder baterai termal. Dalam teorinya satu tabung peluncur dapat diisi ulang (reload) hingga lima kali pengisian.

Baca juga: Melihat dari Dekat Platform QW-3 Twin Launcher, Rudal Denhanud Paskhas TNI AU
Saat rudal meluncur dari tabung, digunakan sistem pembakaran sesaat (short burnt booster). Pola penembakan ini harus diwaspadai oleh awak, sebab semburan roket dapat mengenai penembak. Sistem pembakar sesaat (short burnt booster), digunakan meluncurkannya dari tabung. Selain membahayakan penembak, sistem ini juga membatasi sudut tembak. Kelemahan lain adalah Strela harus benar-benar diarahkan ke saluran buang (exhaust nozzle) pesawat atau helikopter sasaran. Saat rudal pertama kali meluncur dari tabung, kecepatan yang didapat yakni 32 meter per detik dan rudal berputar pada porosnya sekitar 20 putaran per detik. Pada puncaknya, Strela akan memburu target dengan kecepatan 430 meter per detik. Setelah rudal keluar dari tabung, otomatis badan rudal akan mengembangkan sirip untuk terbang.
Strela amat pas untuk menghadang pesawat yang terbang rendah dengan manuver tinggi. Dengan kecepatan luncur yang dahsyat, Strela hanya punya jangkauan tembak hingga 5,5 kilometer dan ketinggian luncur maksimum 4,5 kilometer. Strela juga bisa menghadang sasaran dalam jarak sangat dekat, tapi minimum jarak target harus 18 meter dan ketinggian minimum 500 meter. Berat rudal Strela mencapai 9,8 kilogram, termasuk hulu ledak seberat 1,15 kilogram.
Baca juga: Arhanud di Indonesia, Masih Berkutat di Zona SHORAD (Short Range Air Defence)
Sedangkan berat rudal beserta tabung dalam posisi siap tempur mencapai 15 kilogram, beratnya masih cukup ideal untuk dipanggul oleh unit-unit pasukan infantri. Versi terbaru dari Strela adalah SA-14 Gremlin. Bentuknya sama dengan pendahulunya. Perubahan yang mencolok adalah pada sistem penjejak yang lebih sensitif. Keuntungannya rudal ini bisa ditembakkan dari sudut yang lebih lebar. (Haryo Adjie)
Spesifikasi SA-7 Strela (AL-1M)
– Berat rudal : 9,8 Kg/termasuk hulu ledak 1,15 kg
– Panjang : 1,44 meter
– Diameter : 72 mm
– Bentang maksimum : 4200 mm
– Lebar sayap : 70 cm
– Jangkauan max : 5.500 meter
– Ketinggian max : 4.500 meter
– Kecepatan max : 430 meter per detik (sekitar 1,5 Mach)
Mantab… Dikaryakan Kmbali.. 🙂
Apa seekernya masih digdaya dlm menghadapi kecohan sistim EW generasi saat ini?
Kalo nggak salah diera perang vietnam, heli2 MH-53 saja bisa melenggang, lolos dr gempuran rudal jenis ini……..
Klo usaha sendiri rasanya g mungkin, kemampuan teknologi seaker ato fuze blm mumpuni di indonesia, mending joint co bareng pecahan rusia sperti belarus, ukraine yg jg lg butuh dana jg
Ada alasan kenapa Jerman memberikan semua rudal ini ke Indonesia bersama parchim.
Yaitu teknologinya sudah kadaluarsa, sehingga biaya pemusnahan yang mahal bisa dihilangkan dengan gratis.
Performanya jauh lebih buruk dari Grom buatan Polandia yang gagal dalam uji dahulu
Para prajurit TNI mengangapnya sebagai ROKET daripada sebagai sebuah Rudal
sotoy..komen ngarang mulu
justru SA-7 sasarannya dg beli parchim zaman itu
baca historynya
Bandingin kok sama grom, ya beda 30 taon laaah
Hadeuuuuh…!!
@lamberta
Asal njeplak, sejarah apa yang kamu baca ? kancil curi timun ya ?
@lamberta
kamu bisa baca komen saya ngak ?
kalau belum, balik aja ke kampung sebelah
disitu banyak teman sekelas kok (TK, SD, SMP)
Sotoy semua cuma modal baca2 aja, merasa paling tauk…
jumlah 1550 rudal lumayan banyak, tinggal gimana teknisi militer TNI utak atik supaya bisa dimodif menjadi update walau terbatas tetapi tetap mematikan, ibarat korbankan 100 biji buat dioprek tapi sistemnya bisa ditingkatkan sehingga menjadi rudal modern
kemampuan bikir rudal adalah lebih penting dari pada bikin pespur .dengan punya kemampuan bikir rudal secara mandiri ,kita bisa sebar di daera strategis ,tak perlu fuel ,tak perlu jadi hemat ,memang besar biaya bila harus lisensi produk asing tapi akhirnya bisa di kembangkan sendiri seperti china yang beli lisensi rudal israel kemudian kembangkan sendiri .China beli lisensi rudal phyton 3 produksi rafael israel kemudian setelah di pocy dan di robah sedikit maka menghasilkan rudal baru dengan nama PL-8 .
Kita tak pernah berfikir seperti mereka selalu saja yang di fikirkan beli pespur,atau kapal tempur padahal tanpa ada rudal kedua wahana itu tidak punya arti apa apa.
Contoh iran ,korut mereka di segani karena lemampuan bikin rudalnya mpadahal pesawat pengangkutnya sudah uzur semuanya tapi amerika saja segan jika harus meruursan dengan kedua negara itu .
itu missil dipasang di koramil aja min… lumayan