Ada Penghapusan Pajak, Biaya Pengembangan KF-21 Boramae Mengalami Penyesuaian
|Tak berselang lama pasca kesepatakan antara Indonesia dan Korea Selatan pada 10 November 2021 lalu, kini ada kabar bahwa Defense Acquisition Program Administration (DAPA), yaitu lembaga yang bertanggung jawab atas pengembangan program KFX/IFX (KF-21 Boramae), merilis informasi bahwa biaya pengembangan jet tempur twin engine itu akan disesuaikan.
Disesuaikan yang dimaksud disini bukan berarti kenaikan biaya, sebaliknya akan ada penurunan dari total biaya yang dibutuhkan dalam pengembangan KF-21 Boramae. Dikutip dari Janes.com (24/11/2021), dikatakan biaya keseluruhan fase engineering and manufacturing development (EMD) turun dari yang tadinya KRW8,6 triliun (US$7,2 miliar) menjadi KRW8,1 triliun (U$D6,8 miliar). Sebab penurunan biaya karena KF-21 Boramae telah ditetapkan sebagai barang pertahanan, dan karenanya dibebaskan dari pajak pertambahan nilai. Penyesuaian biaya EMD juga merupakan cerminan dari kesepakatan antara Indonesia dan Korea Selatan.
Juru bicara DAPA menyebut biaya yang ditanggung Indonesia untuk program pengembangan KF-21/IF-X berjumlah sekitar KRW1,6 triliun (US$1,35 miliar), atau lebih rendah KWR100 miliar dari perkiraan semula. Pembagian biaya Korea Selatan juga kabarnya akan disesuaikan. Berdasarkan kesepatan terdahulu, kewajiban biaya yang harus ditanggung Indonesia adalah US$1,5 miliar.
Restrukturisasi biaya pengembangan KF-21 mencuat beberapa minggu setelah Kementerian Pertahanan RI menegaskan kembali komitmennya untuk mendanai 20 persen dari biaya pengembangan untuk KF-21 hingga 2026, dengan sekitar 30 persen dari kontribusinya (KRW480 miliar) akan dibayarkan lewat sistem barter.
Badan pengadaan senjata antar kedua negara akan membahas barang atau aset apa yang akan digunakan sebagai pengganti uang tunai pada pertemuan terpisah selanjutnya. Seorang pejabat DAPA mengatakan mereka dapat melibatkan sumber daya alam sebagai komponen barter.
Kontribusi Indonesia untuk proyek KFX/IFX mandeg pada tahun 2017 setelah Indonesia membayar KRW227 miliar (sekitar US$200 juta), dengan tunggakan yang terus bertambah hingga saat ini yang mencapai KRW800 miliar. Bagaimana dan kapan KRW1,3 triliun, termasuk tunggakan, akan dibayarkan Indonesia masih akan menjadi bahan konsultasi bilateral lebih lanjut. (Gilang Perdana)
Pesawatnya si udh pasti jadi nantinya,yg harus di perhatikan dari skrg adalah isian pesawat spt sensor maupun komponen elektronik pendukungnya, kemungkinannya bisa dari Dassault Prancis
Barter dng tembakau Srintil aja yg terkenal paling mahal didunia. Mumpung temanggung lg panen raya tembakau jenis Srintil. Gak perlu waktu 5 tahun sdh bisa lunas klo cuma 30%.
Prototipe pertama jadi tahun berapa y..2022 kah..? Untuk prototipe yg Indonesia apakah di tahun yg sama dengan Korea..? Yg masih jd pertanyaan apakah spesifikasi komersial nanti akan sama antara KFX dan IFX..?
Yang bikin pusing kemungkinan Indonesia baru terima sekitar tahun 2030an karena yg dikerjakan punya Korsel dulu
Ngerjainnya beda tempat mas @sangkuriang
Yg punya Indonesia dikerjakan di PT. DI dilokasi yg baru. Jd start pengerjaannya bareng. Gak tau klo soal kemampuan produksinya, apa PT. DI bisa mengimbangi kemampuan pabrik Korsel atau gak.
Kira kira Indonesia kebagian berapa Unit ya ? Apakah ada 10 Skuadron ? Para Suhu monggo dibantu Jawab pertanyaan saya tersebut, Matur Suwun !
harusnya mampu mengerjakan. yang penting dukungan pemerintah sekarang dan berikutnya
Mantap jiwa ! Hajar bleh ! Lanjutkan pembangunan 3-4 skadron jet Borameong ini. Laksanakan ! Bravo !
48 unit
apakah si borameong ini bisa menandingi f 16?
kalo adu cepet bikin fuselage komplit, sy pegang DI pemenangnya …
Pabrik PT. DI yg br apakah sdh mengadopsi sistem perakitan robotik spt pabrikan pesawat yg maju atw kah msh menggunakan komponen perakitan model lama ?