Ada Desain V-22 Osprey Berlogo Puspenerbad TNI AD di Situs Resmi Bell, Mungkinkah Bakal Jadi Kenyataan?

Banyak jalan untuk mempromosikan suatu produk pada calon kustomer, salah satunya dengan menampilkan identitas sang kustomer pada produk yang ingin dijajakan. Setelah label “KAPA” yang ditampilkan Excalibur Army pada rancangan amphibious engineering vehicles, kini serupa tapi tidak sama, muncul desain V-22 Osprey di situs bellflight.com yang membuat ramai jagad netizen pemerhati alutsista, lantaran desain grafis V-22 Osprey ditampilkan dalam warna loreng khas helikopter Puspenerbad TNI AD, pun lengkap dengan identitas dan logo Puspenerbad, serta bendera merah putih.

Baca juga: Excalibur Army Tampilkan Desain “KAPA,” Pertanda Proses Pengadaan Akan Kembali Bergulir?

Tampilan grafis desain V-22 Osprey khas atribut Puspenerbad di situs resmi Bell, sontak saja memicu argumen di tengah netizen. Pertanyaan yang banyak terlontar seperti, apakah V-22 Osprey kelak akan memperkuat armada Puspenerbad? Dalam aspek dagang, tentu tak ada yang tak mungkin, apalagi V-22 adalah produk hasil patungan Bell dan Boeing, yang notabene keduanya sudah lekat reputasinya sebagai pemasok alutsista untuk TNI. Namun, tak sedikit juga netizen yang menyangsikan V-22 Osprey bakal diakuisisi oleh Indonesia.

Dari kedua kubu yang yakin dan tidak yakin V-22 Osprey untuk Indonesia, nampaknya lebih dominan yang menyangsikannya. Ada beberapa alasan yang mengemuka, pertama, V-22 Osprey tak pernah masuk dalam rencana pengadaan alutsista, justru selama ini yang mengemuka adalah pengadaan helikopter angkut berat CH-47F Chinook, yang sampai saat ini juga belum ada kontrak pembelian. Kemudian yang kedua, harga jual V-22 Osprey terbilang aduhai mahal, sehingga ditaksir tak cocok untuk kocek anggaran pertahanan Indonesia.

Mengutip sumber dari situs aircraftcompare.com, disebut harga V-22 untuk militer AS dibandrol per unitnya US$72 juta. Itu baru harga belinya, lantas bagaimana dengan biaya operasional V-22 Osprey? Melansir dari ukdefencejournal.org.uk, disebutkan biaya operasional per jam V-22 mencapai US$11.000 per jam. Sebagai perbandingan, biaya operasional per jam Chinook ‘hanya’ US$4.600.

Biaya akuisisi dan operasional yang besar ditaksir membuat wahana vertical takeoff and landing (VTOL) dan short takeoff and landing (STOL) ini sulit untuk dicerna pasar. Sejauh ini, selain AS, baru Jepang yang mengorder Osprey (5 unit). Sementara negara lain, seperti India, Israel, Korea Selatan dan Uni Emirat Arab, baru berstatus sebagai potensial customer.

Baca juga: Boeing CH-47F: Pilihan Indonesia, Inilah Varian Tercanggih Keluarga Chinook

Bila disandingkan dengan Chinook yang produksi ‘murni’ Boeing Defence, maka nampak kinerja dan spesifikasi Chinook masih jauh lebih ideal untuk Indonesia. Harga Chinook varian terbaru US$39 juta, dan helikopter ini dapat mengangkut payload yang jauh lebih besar. Seperti untuk angkut pasukan, Chinook dapat memuat 55 pasukan infanteri. Sementara V-22 Osprey maksimum bisa membawa 32 pasukan. Tentu masih begitu banyak aspek yang bisa dikomparasi antara V-22 Osprey dan CH-47 Chinook. (Bayu Pamungkas)

35 Comments