NLAW: Rudal Anti Tank Infanteri TNI AD, Siap Melibas MBT!

Bila dibandingkan dengan negara tetangga, khususnya Singapura dan Malaysia, maka update alutsista TNI, khususnya di lini kavaleri memang tertinggal. Bicara soal MBT (main battle tank), baru setelah lewat pembahasan yang berliku, gelombang tank Leopard 2A4 mulai berdatangan tahun ini di Tanah Air. Meski demikian, bukan berarti TNI tak antisipatif pada perkembangan ranpur lapis baja di negara tetangga.

Baca juga: FGM-148 Javelin Block I – Fire and Forget Dengan Pemandu Infra Red

Wujud konkritnya, beberapa unit tempur TNI AD dan Korps Marinir TNI AL telah dilengkapi senjata anti tank. Jenis senjata yang diusung bukan dari sista kelas berat, melainkan dari kelas man portable yang lethal, atau senjata yang bisa dioperasikan secara mandiri oleh seorang personel infanteri. Yang dimaksud disini adalah roket anti tank, ragamnya seperti Carl Gustav, Armbrust, C90-CR, dan RPG di Marinir TNI AL. Senjata-senjata tersebut memang mematikan untuk melibas basis perkubuan musuh dan ranpur lapis baja. Tapi yang disebut terakhir, tepatnya adalah ranpur lapis baja ringan. Sementara itu, TNI belum punya senjata yang afdol bin mujarab untuk membungkam ranpur berlapis baja tebal sekelas MBT.

Untunglah dibawah payung MEF (Minimum Essential Force) I, TNI juga menyertakan belanja alutsista di segmen senjata anti tank. Yang diboyong dari kelas rudal anti tank atau populer disebut ATGM (Anti Tank Guided Missile) yang dirancang sanggup membungkam MBT. Dari segi jenis yang dibeli ada dua, yakni FGM-148 Javelin dan NLAW (Next Generation Light Anti Tank Weapon). Javelin buatan Raytheon dan Lockheed Martin, AS, dioperasikan oleh dua orang, rudal ini punya jarak tembak maksimum 4.500 meter dan jarak tembak efektif 2.500 meter. Sementara NLAW buatan SAAB Bofors – Swedia, tampil sebagai sosok rudal yang lebih ringan. NLAW dengan bobot 12,5 kg ideal untuk ditangani oleh seorang personel saja. Dan, dalam tulisan ini kami fokuskan pada bahasan sosok NLAW yang kemarin diperlihatkan dalam pameran alutsista TNI AD 2013 di lapangan Monas, Jakarta.

satu
Peluncur NLAW beserta kotak kontainer untuk penyimpanan

NLAW
Sang produsen menamakan rudal ini sebagai MBT LAW. Ditinjau dari metode penembakannya, NLAW dapat diluncurkan ke target dengan dua pola, yaitu OTA dan direct attack. Pola OTA (overflight top attack), yakni menyasar salah satu bagian rawan dari MBT yakni pada bagian atas sasaran. OTA menjadi andalan untuk menghancurkan tank lantaran MBT rata-rata memiliki perkuatan yang lemah pada bagian atas, dimana plat bajanya lebih tipis dibanding bagian lain. Kemudian direct attack, pola ini idel diusung untuk melibas sasaran statik dengan kategori ringan, seperti truk dan jip.

Proses penembakkan cukup mudah, tangan kanan penembak tinggal membuka tombol peluncur yang tersimpan di bawah tombol berwarna merah dengan menggeser blok tuas untuk mengaktifkan roket dan memberi kesempatan pada seeker di kepala roket untuk menghitung algoritma peluncurannya. Kurang dari tiga detik, roket sudah dapat diluncurkan. Roket akan meluncur perlahan terlebih dahulu karena fitur soft lauch yang dimilikinya. Lalu 3 meter dari titik peluncuran, motor utama roket akan mengambil alih dan melesatkan roket ke sasaran.

empat
Tampak monopod pada ujung laras peluncur.
Seperti halnya ponsel, NLAW menggunakan power dari baterai Lithium

Hulu ledak NLAW tersimpan di dalam silinder dan menghadap ke bawah. Saat rudal melintas di atas kendaraan lapis baja dan detektor logam mendeteksi keberadan logam, maka perintah peledakan secara otomatis diberikan ke sistem. Saat rudal meledak pada ketinggian 1 meter tegak lurus diatas sasaran, maka ini jarak optimum bagi hulu ledak shaped charge untuk membentuk garis panas yang tanpa ampun bakal menembus lapisan tipis atas ranpur atau MBT. Begitu masuk, semburan dan efek spalling akan melontarkan ratusan serpihan logam panas berkecepatan tinggi yang akan menewaskan awak tank di dalam kubah.

Struktur
NLAW memiliki tabung peluncur berwana hijau yang terbuat dari bahan fiberglass,cukup untuk menahan satu kali hentakan peluncuran roket, dan cukup murah untuk langsung dibuang ketika usai ditembakkan. Meski dalam info spesifikasi, peluncur dapat di reload.

Desain rudal NLAW
Desain rudal NLAW
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW
Beginilah pose perajurit infanteri dalam membawa NLAW

Pada sisi bawahnya tersimpan sebuah monopod yang dapat diayun keluar dan direntangkan 45 derajat dan kaki-kakinya dapat disetel panjangnya. Penembak yang kuat dan punya waktu untuk menggunakan monopod dapat menggunakan monopod sebagai dudukan alas ke perut, tujuannya agar dapat membagi energi hasil hentakan roket. Tanpa monopod pun, rudal dapat dilepaskan secara aman dengan menyandaran peluncur pada bahu.

Untuk sarana bidiknya mengandalkan sistem optik ACOG 2,5×20 yang dibekali fiber optic untuk mengumpulkan cahaya dan tritium untuk menerangi retikula saat malam. Hebatnya, optik bidik yang satunya berharga US$1.000 dapat dilepas pasang. Bahkan alat bidik optik ini bisa dipasang pada dudukan di senapan serbu.

Daya Hancur
NLAW yang mulai digunakan pada tahun 2009 pada dasarnya dirancang untuk dapat dioperasikan oleh prajurit infanteri reguler. NLAW mengusung hulu ledak Single shape charge yang mampu menjebol lapisan baja setebal 400mm. Tandem HEAT (high explosive anti tank) pada hulu ledaknya bahkan bisa merobek lapisan ERA (explosive reactive armor) yang jadi perisai tank. Lewat kendali sensor magnetic, NLAW dapat dioperasikan secara fire and forget, dan anti jamming. Jarak jangkau tembak mimumnya adalah 20 meter, sementara jarak jangkau maksimum mencapai 600 – 1000 meter. Kecepatan lesat rudal 40 meter per detik, dan mampu diopasikan pada kondisi siang dan malam hari. NLAW dapat dikombinasikan dengan perangkat NVG (night vision goggles).

NLAW ideal ditembakkan dari sudut sempit seperti jendala, rudal ini ampuh untuk target di wilayah urban yang mengandalkan perang jarak dekat.
NLAW ideal ditembakkan dari sudut sempit seperti jendala, rudal ini ampuh untuk target di wilayah urban yang mengandalkan perang jarak dekat.
Personel Inggris dan NLAW
Personel Inggris dan NLAW
NLAW saat uji terima di Indonesia
NLAW saat uji terima di Indonesia

Bobot rudal sekitar 8 kg, dan setelah digabung dengan platform peluncur beratnya jadi 12,5 kg. Waktu untuk menyiapkan senjata ini hingga siap digunakan terbilang singkat, yakni hanya 5 detik. Yang juga cukup menarik digunakan oleh TNI adalah sifat NLAW yang maintenance free, tidak diperlukan perawatan khusus selama tidak digunakan. Dari segi usia, rudal anti tank ini dapat digunakan hingga 20 tahun. Soal suhu pun rasanya NLAW cocok di iklim Indonesia, temperatur yang disyaratkan dalam pengoperasian mulai -38 sampai 68 derajat Celcius.

Selain Indonesia, NLAW digunakan oleh Inggris, Swedia, dan Finlandia. Sebagai negara yang kerap menangani konflik, Inggris tercatat memesan 20.000 unit NLAW untuk melengkapi Royal Marine, Royal Army, dan Royal Air Force Regiment. Bagaimana dengan NLAW di Indonesia? TNI AD dipastikan akan menerima 600 unit NLAW, dengan pengiriman 150 unit per tahun. Kesatuan infanteri yang menggunakan besar kemungkinan dari lingkup Yonif Linud Kostrad, Raider, dan Kopassus.

Bertempat di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpassus), Batujajar – Bandung, pada 20 Maret 2013 telah dilangsungkan uji terima NLAW, dari hasil pengujian rudal anti tank ini dinilai memiliki performa yang memuaskan. (Bayu Pamungkas)

Spesifikasi NLAW

  • Manufaktur : SAAB Bofors – Swedia
  • Diameter : 115 mm
  • Berat Rudal dan Peluncur : 12,5 kg
  • Panjang : 1.016 mm
  • Jarak Tembak : 20 – 1.000 meter
  • Sistem Kendali : Magnetic sensor
  • Daya Tembus : 400 mm
  • Sistem Tembak : Fire and forget
  • Waktu Persiapan : 5 detik
  • Kecepatan Luncur Rudal : 40 meter per detik
  • Pola Tembakan : OTA dan Direct Attack
15 Comments