Expeditionary Fighting Vehicle – Nasibnya Terganjal Harga, Inilah Sang Penerus LVTP-7

Lima belas unit ranpur amfibi LVTP-7 yang dioperasikan Resimen Kavaleri Korps Marinir dipandang tak ideal dari segi kuantitas. Padahal ranpur amfibi beroda rantai seberat 30 ton ini begitu diandalkan, sebut saja dalam perhelatan penting seperti Latihan Gabungan, LVTP-7 secara langsung mengemban peran sebagai kendaraan amfibi “Kepresidenan.” Malah LVTP-7 jadi satu-satunya ranpur di Republik ini yang sanggup melakoni lompat dari ketinggian dermaga 3 meter, atau aksi Stupid Crazy (Cavalary Jump) seperti yang diperlihatkan pada atraksi HUT TNI Ke-72, 5 Oktober lalu.

Baca juga: HUT TNI Ke-72, Inilah Fakta Menarik dari “Stupid Crazy” LVTP-7 Korps Marinir

Bicara tentang kemampuan amfibi pada ranpur, bila tak mendapatkan lagi pengadaan LTVP-7, maka masih ada ranpur lain yang diperkirakan sanggup melakukan Stupid Crazy dan mampu melesat lebih kencang di laut. Dan salah satu rujukan ranpur amfibi tersebut tak lain adalah generasi penerus LVTP-7. Bagi Negeri Uwak Sam, LVTP-7 atau AAV-7A1 Assault Amphibious Vehicle (AAV) sudah mulai dianggap uzur, pasalnya LVTP-7 telah digunakan sejak tahun 1972.

Ranpur yang dimaksud sebagai pengganti LVTP-7 adalah Expeditionary Fighting Vehicle (EFV) besutan General Dynamics Land Systems. Dari segi tampilan, EFV terasa kaku dengan desain laksana perahu ketimbang ranpur beroda rantai. Dimensinya secara langsung memang bisa dipastikan lebih besar dari LVTP-7, dan pastinya juga berimbas pada sektor bobotnya yang mencapai 36 ton.

Tentu ada maksud yang tersirat dari bodi bongsor EFV, ranpur dari segi daya gempur lebih mematikan ketimbang LVTP-7 yang hanya dilengkapi kubah dengan SMB (Senapan Mesin Berat) M2HB 12,7 mm, sementara EFV sudah lebih maju dengan adopsi kubah dengan kanon Mk44 Bushmaster II kaliber 30 mm. Karena dirancang untuk melepaskan tembakkan dari permukaan laut yang bergelombang, kanon yang bisa memuntahkan 250 proyektil per menit ini sudah dilengkapi fitur fully stabilized and digitally controlled. Masih dari kubah yang sama, disamping laras kanon disematkan senapan mesin 7,62 coaxial.

Baca juga: Norinco ZBD05 – Tank Amfibi dengan Kemampuan ‘Berenang’ Tercepat

Efek bobotnya yang lebih besar dari LVTP-7 dipengaruhi pula oleh adopsi dapur pacu yang menggunakan mesin diesel MTU Friedrichshafen MT 883 Ka-524. Penempatan mesin agak unik, yakni blok mesin justru ditempatkan pada bagian tengah kendaraan. Dengan 12 silider, mesin dapat menghasilkan pasokan tenaga 34,48 bhp/ton. Secara umum, EFV melaju dengan dua mode operasi, pertama adalah high power mode untuk melaju di air, dan kedua adalah low power mode untuk melaju di permukaan (daratan).

Meski bodinya gambot dan jauh dari kata seksi, EFV dapat berenang dengan kecepatan 45 km per jam, lebih besar dibanding kecepatan di air LVTP-7 yang 13,2 km per jam. Kemampuan lesat di air yang cukup kencang tersebut berkat dari power transfer module yang menggunakan dua unit Honeywell counter-rotating 23in waterjets. Karena melaju lebih kencang ketimbang ranpur amfibi pada umumnya, EFV dipersiapakan untuk menahan gelombang laut lebih tinggi, secara teori EFV sanggup melawan gelombang sampai Sea State 4 , atau ketinggian gelombang maksimal 2,5 meter.

Sedangkan dengan low power mode, EFV dapat melesat kencang 72,4 km per jam di jalan onroad. Walau bodinya tambun, pihak perancang menjamin EFV dapat bermanuver lincah seperti MBT M1 Abrams. Dalam sekali jalan, tangki bahan bakar EFV dapat diisi 1.230 liter solar. Dengan bekal BBM yang dibawa, di laut EFV dapat mengarung sejauh 120 km, sedangkan saat melaju sebagai tank di darat, EFV dapat menjelajah hingga 523 km.

Baca juga: AMX-10P Marines TNI AL – Amphibious APC Pertama di Indonesia dengan Proteksi Anti Nubika

EFV diawaki oleh tiga personel, yaitu pengemudi, komandan, dan juru tembak pada kubah. Sementara jumlah pasukan yang bisa diangkut adalah 17 personel infanteri dengan perlengkapan penuh. Nah, untuk urusan angkut pasukan, LVTP-7 lebih unggul dengan kapasitas 20 personel. Untuk urusan perlindungan, proteksi lapis baja EFV menawarkan perlindungan dari efek ledakan kategori 2 Mine Resistant Ambush Protected vehicle. PadaOktober 2010, USMC memberikan kontrak kepada M Cubed Technologies untuk mengembangkan armor baru untuk EFV guna menawarkan perlindungan yang lebih baik dan bobot lebih ringan.

EFV telah menjalani berbagai tahap pengujian sejak tahun 2015, dan dijadwalkan mulai dioperasikan oleh Marinir AS pada tahun 2025. Namun sayangnya pada tahun 2011, pihak USMC memutuskan untuk menghentikan program EFV, alasannya bukan soal teknis, melainkan biaya produksi EFV yang dipandang kelewat mahal. Situs Wikipedia.org menyebut harga per unit EFV mencapai 22,3 juta atau lebih dari Rp300 miliar. Secara umum, EFV dirancang dalam dua varian, EFVP sebagai APC (Armoured Personnel Carrier) dan EFVPC sebagai kendaraan komando dengan 7 awak. (Bayu Pamungkas)

12 Comments