AGM-88B/E HARM, Lawan Tanding Rudal Anti Radar Kh-31P TNI AU

Dalam babak awal serangan udara ke permukaan, penghancuran fasilitas radar dan sarana berbasis elektronik menjadi prioritas utama untuk segera ditaklukan. Penghancuran radar, terutama radar hanud (pertahanan udara) dengan kemampuan GCI (Ground Control Intercept) menjadi mutlak dilakukan, pasalnya radar inilah yang berperan aktif ‘membimbing’ jet tempur lawan, belum lagi peran radar GCI sebagai integrator IFF (Identification Friend or Foe) pada beragam sistem senjata hanud titik (rudal/kanon) dan hanud terminal (pesawat tempur).

Baca juga: Kh-31P – [Terungkap] Misteri Rudal Sukhoi TNI AU

Mengingat pentingnya radar lawan untuk segera di eliminasi dalam babak awal pertempuran, tak pelak dibutuhkan alutsista khusus untuk bisa menghancurkan sang radar. Secara teori, radar sebagai instrument strategis akan dilengkapi perlindungan berlapis, mulai dari gelar sista arhanud sampai penggunaan jammer anti rudal. Dan dalam terminologi kemiliteran, sejak era Perang Vietnam sudah mulai bermunculan apa yang disebut sebagai rudal anti radar, atau kondang juga disebut anti radiation missile.

Rudal antiradar berperan untuk menetralisir atau menghancurkan aset elektronik lawan, baik peralatan radar peringatan dini (EWR), radar pengendali penyergapan(GCI), radar penjejak rudal anti pesawat, radar sistem pengendali rudal anti pesawat dan radar system pengendali artileri anti pesawat. Tanpa penggunaan rudal anti radar maka operasi udara akan memakan waktu, sulit, dan mungkin mahal dengan hilangnya aset pesawat dan personel. Nah, sebelum perang terbuka digelar, maka itu membutakan kemampuan deteksi dan kendali pada musuh menjadi prioritas.

Baca juga: Malaysia Telah Uji Tembak Rudal Kh-31, Indonesia Kapan?

Dalam jagad rudal anti radar NATO, nama AGM-88 HARM (High-speed Anti-Radiation Missile) menjadi yang paling lethal. Sejak diperkenalkan perdana pada tahun 1983 oleh Texas Instruments (sekarang Raytheon), AGM-88 HARM sampai saat ini sudah banyak dimuntahkan dalam banyak palagan operasi tempur AS/NATO. Debut perdana HARM dilibatkan dalam misi penyerangan ke Libya tahun 1986, berlanjut ke Perang Teluk I di tahun 1991, tak kurang di perang melawan Irak ini, 2.000 AGM-88A diluncurkan dalam misi SEAD (Suppersion of Enemy Air Defence) guna menetralisir dan melumpuhkan system pertahanan udara lawan, khususnya radar dan rudal antipesawat. Lepas dari itu, HARM juga sudah battle proven dalam perang di Kosovo, dan intervensi ke Libya tahun 2011.

Sebagai senjata bernilai strategis, tentu Paman Sam tak sembarangan menjual rudal ini. Berita terbaru, Australia sebagai kawan ring 1 Amerika Serikat telah mendapat persetujuan untuk bisa membeli 70 unit rudal AGM-88B HARM dan 40 unit rudal AGM-88E AARGM (Advanced Anti Radiation Guided Missile). Informasi pembelian rudal ini diwartakan setelah Defense Security Cooperation Agency (DSCA) Amerika Serikat mengumumkan persetujuan penjualan rudal tersebut pada 28 April 2017.

AGM-88B HARM.

Baca juga: E-7A Wedgetail – Stasiun Radar Terbang Perisai Ruang Udara Australia

EA18G Growler

Australia mengajukan permohonan terkait akuisisi unit rudal anti radiasi yang akan digunakan pada armada pesawat jet tempur khusus peperangan elektronika, EA-18 Growler yang dioperasikan oleh Royal Australian Air Force (RAAF). RAAF Sendiri memesan sebanyak 12 unit pesawat tempur untuk misi khusus peperangan elektronika EA-18 Growler.

RAAF sendiri bukan pertama kali menggunakan HARM, di era masih mengoperasikan pembom tempur F-111 Aardvark diketahui AU Australia sudah memakai varian perdana AGM-88A HARM. Rudal HARM dapat beroperasi dalam tiga mode: pre-emptive, missile as a sensor dan self-protect. Dalam mode pre-emptive, rudal tersebut dapat ditembakkan sebelum sasaran potensial dikunci. Sebagai rudal berkecepatan supersonic (2.280 km per jam), AGM-88 dapat mendeteksi menyerang, dan menghancurkan target dengan keterlibatan awak pesawat yang minimal. Rudal akan mendeteksi dan mengejar arah pancaran emisi radar dari sasaran yang ada didarat atau radar terbang. Rudal ini memeiliki kemampuan membedakan antara pancaran radar sasaran yang dituju dengan pancaran dari sejumlah pancaran serupa didekat sasaran. System ini memiliki antena tetap dan kepala penjejak dihidung rudal untuk mengunci emisi radar musuh.

Baca juga: Kh-59ME – Rudal Anti Kapal Andalan Sukhoi Su-30MK2 Flanker TNI AU

Sistem rudal terdiri dari peluru kendali, peluncur LAU-18 (V)1/A, pesawat peluncur, dan system avionic pembidikan. System senjata memiliki kemampuan mendeteksi, memperoleh, menampilkan, dan memilih pancaran radar ancaman dan meluncurkan rudal. HARM menerima parameter target berupa jarak dan posisi dari pesawat peluncuran sebelum penembakan. HARM menggunakan parameter ini dan data posisi yang relevan untuk memproses arah pancaran radar lawan yang masuk sehingga bisa memandu rudal HARM pada sasaran diinginkan.

Rudal HARM memiliki kemampuan terminal homing atau mengunci arah sasaran sehingga praktis bisa melakukan “fire and forget”. Fitur unggul tambahan diantaranya kecepatan tinggi, asap sedikit, motor roket kuat, dan system penjejak dengan kepekaan tinggi yang memungkinkan rudal untuk dengan mudah menyerang meski mendapat pancaran radar lawan yang lemah atau tidak terlalu jelas. Rudal versi B memiliki sensor penjejak dengan peningkatan kemampuan piranti lunak serta memori elektronik terprogram.

F-111 Aardvark RAAF membawa rudal AGM-88A HARM.

Spesifikasi AGM-88B HARM
– Diameter: 250 millimeter
– Length: 4,17 meter
– Wingspan: 1,13 meter
– Max Range: 105 kilometer
– Top Speed: 2.280 km per jam
– Weight Warhead: 68 kilogram
– Total Weight: 360 kilogram

Indonesia Juga Punya Rudal Anti Radiasi, Kh-31P
Meski pamornya masih kalah dibanding AGM-88 HARM, TNI AU lewat jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30 juga telah memiliki rudal anti radar. Kh-31P/AS-17 Krypton (kode NATO), sebuah rudal jenis udara ke permukaan, atau populer disebut mediun range air to surface missile. Kh-31P dirancang untuk melumpuhkan sistem pertahanan musuh. Untuk itu rudal di desain memiliki kecepatan sangat tinggi, mampu terbang jauh, anti-radar dan bisa mematikan penjejaknya saat diserang.

Kecepatan luncur rudal ini memang spektakuler, yakni antara 2.160 sampai 2.520 km per jam, atau setara 2.5 mach. Untuk mendapatkan kecepatan yang sangat tinggi, rudal Rudal Kh-31P didorong oleh 5 roket booster dan ramjet yang dipadukan dalam dual roket pendorong. Bentuknya mirip wahana antariksa Rusia, karena memang didisain oleh biro disain Soyuz di Turayevo dan diproduksi Tactical Missile Corporation.

Rudal Kh-31P (kanan) dan Rudal Kh-29TE (kri) milik TNI AU.

 

Saat meluncur, tahap awal rudal ini berakselerasi dengan mesin roket untuk mendapatkan kecepatan 1,8 Mach. Setelah itu mesin pendorong pertama dilepas untuk digantikan 4 mesin jet pendorong, demi mencapai kecepatan maksimum. Kecepatan tinggi rudal ini berguna untuk mengurangi resiko tertembak, karena harus menerobos sistem pertahanan musuh untuk menghancurkan radar penjejak (air search radars) dan fire control radar.

Kh-31P memiliki panjang 5,2 meter dengan berat 600 kg dan mampu menembak sasaran sejauh 110 km. Karena rudal ini ditugaskan untuk menghancurkan radar musuh, dia tidak dibebani hulu ledak besar, melainkan hanya 90 Kg (Blast Frag). Namun rudal ini bisa terbang dari 50,2 meter hingga 15.000 meter. (Gilang Perdana)

15 Comments